Sukses

Hukum Menahan Kentut Saat Sholat, Sahkah?

Secara medis, buang angin atau flatus adalah proses alami tubuh untuk melepaskan gas yang terbentuk di dalam saluran pencernaan. Gas ini dapat terbentuk akibat proses pencernaan makanan, terutama makanan yang mengandung serat tinggi atau sulit dicerna.

Liputan6.com, Jakarta - Secara medis, buang angin atau flatus atau lebih populer disebut kentut adalah proses alami tubuh untuk melepaskan gas yang terbentuk di dalam saluran pencernaan.

Gas ini dapat terbentuk akibat proses pencernaan makanan, terutama makanan yang mengandung serat tinggi atau sulit dicerna.

Keinginan buang angin atau kentut bisa terjadi sewaktu-waktu. Termasuk, saat seseorang akan sholat.

Pilihan pertama, seseorang hajat kentut atau buang air kecil, kemudian bersuci dan mengulang wudhu. Namun, ada pula yang menahannya karena akan sholat.

Kasus lain, terkadang juga 'tak sengaja' kentut saat sholat. Sementara, lainnya sadar ingin kentut lantas ditahannya sampai selesai sholat.

Lantas, apa hukum menahan kentut saat sholat?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Bolehkah Sholat Saat Ingin Kentut dan Buang Hajat?

Para ahli menyatakan bahwa flatus merupakan bagian alami dari sistem pencernaan tubuh, sehingga jika berusaha menahannya akan sangat merugikan diri sendiri. Menahan flatus dapat menyebabkan gas dalam perut menumpuk sehingga bisa mengakibatkan perut kembung, dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal yang paling buruk, menahan buang gas dapat menyebabkan wasir atau usus semakin membesar. Meskipun dianggap hal tabu, namun flatus merupakan salah satu anugrah dari Tuhan yang Maha Esa.

Selain flatus, menahan dua kotoran (buang air kecil dan buang air besar) akan menimbulkan dua akibat yang menggelisahkan. Pertama, tak mungkin ada ketenangan jika manusia berada dalam keadaan semacam itu. Apalagi Ketika kita dalam keadaan melaksanakan shalat, kita tidak dianjurkan untuk menahan buang air kecil dan buang air besar. Sebagaimana Nabi SAW bersabda, dalam hadis yang diriwayatkan oleh muslim:

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

“Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar).”

Dari hadis di atas, Syeikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin menjelaskan bahwa jika hanya merasakan ingin buang air kecil atau air besar tanpa menahannya, maka hal tersebut diperbolehkan shalat, karena hati masih bisa berkonsentrasi saat shalat. Sedangkan menurut imam Nawawi, bahwa jika seseorang shalat dalam keadaan menahan kencing atau menahan buang air besar padahal masih ada waktu yang longgar untuk melaksanakan shalat setelah buang hajat, maka shalat tersebut dihukumi makruh, dan shalat tersebut tetap shah menurut beliau dan pendapat mayoritas ulama’.

Kedua, bersamaan dengan itu bahaya yang besar bagi kesehatan telah pula mengancam. Penahanan rasa ingin buang air besar (faeses) dan buang air kecil (urine), menyebabkan keracunan dalam buluh-buluh darah, karena ampas makanan yang telah busuk itu harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Gejala penyakit itu diawali oleh jenis penyakit pusing kepala.

 

3 dari 4 halaman

Hukum Menahan Kentut Saat Sholat

Jika penahanan ingin buang air ini dilakukan secara kronis berulang-ulang, akan menimbulkan penyakit lain yang entah efeknya mana yang lebih buruk dengan penyakit yang telah disebutkan pertama.

Penahanan buang air besar dan buang air kecil itu dikendalikan oleh otot lingkar yang terdapat pada anus (pelepasan) dan pangkal saluran urine. Otot-otot ini senantiasa akan bekerja di luar kemampuannya; dan pemaksaan yang berlarut-larut secara lambat ataupun cepat akan menimbulkan efek (kelemayuh) pada otot tersebut. Jika penyakit yang demikian datang, orang tidak lagi menahan buang airnya, demi rasa buang air itu terasa. Kotoran akan keluar di luar pengendalian kemauan. Alangkah hina dan memalukan penyakit demikian.

Berdasarkan hadis diatas bahwa hukum menahan kentut saat sholat, meskipun shalatnya tetap sah akan tetapi hukumnya makruh. Sebab, menahan kentut dalam shalat tersebut dapat mengganggu kekhusyuan seseorang dalam melaksanakan ibadah shalat. Jika seseorang ragu apakah dia kentut atau tidak, maka shalatnya tetap sah kecuali jika terdengar suara atau baunya. Yang dimaksud dari suara yang di dengar dan di dapati bau (Angin) dalam hadis tersebut adalah keyakinan dalam hal ini. Seandainya seseorang tidak mendengar dan tidak mencium bau, namun ia yakin meskipun tanpa dua hal ini maka wudhunya batal.

Dan dari hadis diatas dapat disimpulkan, bahwa: Pertama, kaidah umum bahwa “Asal Hukum itu Tetapnya Sesuatu yang telah Terjadi”. Kedua, Keraguan dalam berhadats itu tidak membatalkan wudhu dan shalat. Ketiga, Larangan meninggalkan shalat tanpa sebab yang jelas. Ke-empat, Angin yang keluar dari dubur dengan suara atau tanpa suara itu membatalkan wudhu. Kelima, yang dimaksud dari suara yang di dengar dan di dapati bau (angin) dalam hadis ini adalah keyakinan. Seandainya seseorang tidak mendengar dan tidak mencium bau, Namun ia yakin meskipun tanpa dua hal ini maka wudhunya batal.

Menurut Kesehatan, menahan flatus dapat menyebabkan gas dalam perut menumpuk sehingga bisa mengakibatkan perut kembung dan gejala tidak nyaman lainnya. Dan yang paling buruk, menahan buang gas dapat menyebabkan wasir atau usus semakin membesar. Oleh karena itu, sebaiknya seseorang tidak menahan buang angin (flatus) sebab akan berdampak buruk dan merugikan diri sendiri.

4 dari 4 halaman

Pandangan Dokter

Dari sisi kesehatan, dokter Masrurotut Daroen atau dokter Rury, dokter yang praktik di Rumah Sakit Banjarnegara mengupas beberapa tips yang dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan atau kelebihan gas dalam tubuh, di antaranya:

Menghindari makanan yang memicu produksi gas. Beberapa makanan dapat memicu produksi gas yang lebih banyak, seperti kacang-kacangan, kembang kol, brokoli, bawang, kubis, minuman berkarbonasi, dan makanan yang mengandung pemanis buatan. "Mengurangi konsumsi makanan-makanan ini dapat membantu mengurangi produksi gas dalam tubuh," katanya.

Mengunyah makanan dengan baik. Mengunyah makanan dengan baik sebelum menelannya dapat membantu proses pencernaan dan mengurangi jumlah udara yang tertelan saat makan. Udara yang tertelan dapat berkontribusi pada produksi gas.

Hindari mengunyah permen karet atau mengisap permen keras. Kegiatan seperti mengunyah permen karet atau mengisap permen keras dapat menyebabkan penelan udara yang berlebihan, sehingga dapat meningkatkan gas dalam perut.

"Ini agak unik, hindari juga minum dengan sedotan. Minum dengan menggunakan sedotan dapat menyebabkan penelan udara yang berlebihan. Lebih baik minum langsung dari gelas atau botol," ungkapnya.

Menurutnya, makan terburu-buru atau terlalu banyak sekaligus dapat menyebabkan penumpukan gas dalam perut. Makan secara perlahan dan dalam porsi yang lebih kecil dapat membantu mengurangi masalah gas.

Aktivitas dibutuhkan juga olahraga secara teratur, yang dapat membantu memperlancar pencernaan dan mendorong gerakan peristaltik usus, yang dapat membantu mengurangi kelebihan gas.

Pendapat lainnya, jika masalah gas berlebihan terus berlanjut atau menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan, penting untuk berkonsultasi dengan dokter. Tenag medis dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan memberikan intervensi atau pengobatan yang sesuai.

"Penting untuk diingat bahwa buang angin atau flatus adalah proses fisiologis normal, dan tubuh perlu melepaskan gas secara teratur. Namun, jika terjadi perubahan yang signifikan dalam pola buang angin atau jika terdapat gejala yang mencurigakan, konsultasikan dengan dokter untuk penilaian dan saran medis yang tepat," tandasnya.

Penulis: Nugroho Purbo