Liputan6.com, Jakarta - Kabar pungutan pembohong (Pungli) yang diduga terjadi di SMK N 1 Sale, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah bikin hebohmasyarakat. Perbuatan nista itu lagi-lagi terjadi di sekolah, di mana tempat ini seharusnya sebagai tempat cikal bakalnya tumbuh sosok antikorupsi.
Dalam beberapa video yang beredar tampak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo , sedang berdialog dengan siswi SMK N 1 Sale  Kabupaten Rembang. Berikutnya, siswi tersebut mengaku ada tarikan di sekolahnya dalam jumlah tertentu.
Akibat kejadian tersebut Gubernur Jateng langsung menon-aktifkan Kepala SMK N 1 Sale tersebut.
Advertisement
Kegiatan pungli semacam ini membuat masyarakat geram dan marah karena biaya pendidikan yang seharusnya gratis tanpa pungutan, dibuat bagaimana caranya agar tetap ada uang masuk ke pihak sekolah. Biasanya menggunakan bahasa infaq, agar tidak terlihat seperti pembohong pungutan.
Mencuatnya kasus tarikan atau pungli berkedok infak, menurut Ganjar menjadi pengingat kepada kepala sekolah dan guru di manapun agar berhati-hati. Ganjar berulang kali menyatakan agar tidak menarik iuran dalam bentuk apapun kepada siswa atau wali siswa. Bahkan sudah ada aturan tegas yang mengatur tentang hal itu.
Baca Juga
Terlepas dari kasus tersebut, pungli adalah tindakan tercela, dan merupakan perbuatan pidana. Lantas, bagaimana pandangan Islam?Â
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Pandangan Islam soal Pungli
Mengutip republika.id, pendakwah yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Ahmad Kusyairi Suhail mengatakan, seorang ulama Suni dari Damaskus, yakni Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi atau lebih dikenal dengan nama Imam adz-Dzahabi telah membahas tentang masalah pungli dalam kitabnya yang termasyhur, yakni al-Kabaair, sebuah kitab yang membahas tentang dosa-dosa besar.
Ustaz Kusyairi mengatakan dalam al-Kabaair perbuatan pungli termasuk dalam perbuatan dosa besar dan pelakunya diancam Allah SWT. Ustaz Kusyairi yang juga dosen Dirasat Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini menerangkan, pungli adalah perbuatan yang menzalimi orang lain dan merupakan kejahatan yang melampaui batas.
Pada surah asy-Syura ayat 42 Allah menegaskan, orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas tanpa mengindahkan kebenaran akan mendapatkan siksaan yang pedih. "Allah ingatkan orang beriman untuk tidak memakan harta dengan cara yang batil. Dan salah satu kebatilan itu adalah dengan cara melakukan pungutan-pungutan liar. Maka ini termasuk di antara dosa besar yang diancam dengan siksa yang sangat pedih dan termasuk bagian memakan harta dengan cara batil," kata Ustaz Kusyairi, beberapa waktu lalu.
Menurut Ustaz Kusyairi, kendati pelaku pungli berdalih melakukannya karena ingin membantu orang, praktik tersebut mempunyai banyak unsur kejahatan. Di antaranya mengambil harta orang lain secara batil, merusak sistem tata kerja yang terbangun, hingga berdampak pada merugikan orang lain dan lainnya.
Dalam al-Kabaair, Imam Adz Dzahabi menyebut orang yang melakukan pungutan liar mirip dengan perampok jalanan yang lebih jahat daripada pencuri. Orang yang menzalimi orang lain dan berulang kali memungut upeti, dia itu lebih zalim dan lebih jahat daripada orang yang adil dalam mengambil pungutan dan penuh kasih sayang kepada rakyatnya.
Advertisement
Pelaku Bersekutu dalam Dosa Besar
Orang yang mengambil pungutan liar, baik pencatat, pemungutnya, maupun semuanya bersekutu dalam dosa. Mereka sama-sama pemakan harta haram.
Lebih lanjut Ustaz Kusyairi menerangkan, seluruh orang yang terlibat dalam perbuatan pungli, termasuk yang mengoordinasikan kegiatan pungli, juga telah melakukan dosa yang besar. Imam Nawawi menyebut pungli sebagai perbuatan dosa yang paling jelek. Pungli hanya menyusahkan dan menzalimi orang lain. Pengambilan pungli merupakan pengambilan harta dengan jalan yang tidak benar, penyalurannya pun tidaklah tepat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang tak memberi fatwa spesifik tentang pungli. Namun MUI telah mengharamkan risywah yang dipadankan dengan korupsi. Fatwa yang dikeluarkan pada 29 Juli 2000 ini menjelaskan, risywah adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut rasyi, sementara penerima disebut dengan ra'isy.
Dalam fatwa MUI menjelaskan, suap, uang pelicin, money politics, dan lain sebagainya dapat dikategorikan risywah apabila tujuannya meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan perbuatan yang hak. Karena itu, MUI memfatwakan hukum risywah adalah haram.
Karena itu pula, harta punli haram untuk dimakan atau digunakan. Menurut Ustaz Kusyairi, pelaku pungli harus segera berbuat baik kepada Allah dan mengakhiri perbuatan jahatnya.
"Kalau sebagian besar ulama melaporkan masalah itu masuk dalam dosa besar maka penghasilan, penghasilan, yang didapat dari hukumnya haram. Dalam hadis disebut seluruh daging yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram maka memberikan neraka. Jadi, masalah ini serius karena bisa membuat tercerabutnya berkah dalam hidup, dalam keluarga, dan lebih luas lagi tercabutnya keberkahan dalam berbangsa," kata dia.
Penulis: Nugroho Purbo