Sukses

Jumlah Jemaah Haji Meninggal Lampaui 2015 saat Ada 2 Tragedi Mematikan, Ini Sikap Kemenag

Jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci meningkat melampaui kasus kematian yang terjadi pada penyelenggaraan haji 2015 dan 2017. Saat ini, jumlah jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi mencapai 683 jiwa.

Liputan6.com, Jakarta Jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci meningkat melampaui kasus kematian yang terjadi pada penyelenggaraan haji 2015 dan 2017. Saat ini, jumlah jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi mencapai 683 jiwa.

Angka ini berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama (Kemenag) yang diperbarui per Rabu (19/7/2023) pukul 13.07 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 17.07 Waktu Indonesia Barat (WIB).

Merujuk pada data ini, jumlah kematian jemaah haji 2023 melampaui dua kasus kematian tertinggi penyelenggaraan ibadah haji pada 2015 dengan total sebanyak 627 jiwa dan 2017 sebanyak 658 jiwa. Padahal pada 2015 terjadi dua tragedi mematikan yakni kecelakaan crane di Masjidil Haram dan tabrakan jemaah di terowongan Mina.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag, Hilman Latief, menuturkan tingginya kasus kematian jemaah ini akan dijadikan bahan evaluasi untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun berikutnya.

"Ya itu jadi perhatian kami. Kita coba analisis sambil berjalan sebelum nanti kita lakukan kajian komprehensif di Indonesia dari klasifikasi usia jemaah yang wafat itu," ujar Hilman saat ditemui di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Selasa malam (18/7/2023).

Tahun ini, kata dia, jumlah jemaah haji meninggal di Tanah Suci paling banyak berusia antara 60-70 tahun, disusul jemaah dengan usia 70-80 tahun.

"Nanti kami berdiskusi dengan temen-temen kesehatan, kita analisa pemicunya apa. Kalau penyebabnya kita sudah tahu semua rata-rata yang wafat itu kena jantung, kemudian ada sesak napas dan lain sebagainya, tetapi pemantiknya itu yang sedang kita analisis lagi. Karena ini memang jumlahnya cukup tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya," kata Hilman.

Ke depan, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemenag dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), akan fokus terutama terkait masalah istitha'ah kesehatan. Calon jemaah nantinya harus benar-benar lolos tes kesehatan sebelum bisa melunasi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) untuk diberangkatkan ke Tanah Suci.

"Kami sudah pelajari dan itu juga jadi perhatian kita terutama masalah istitha'ah kesehatan. Medical record jemaah seperti apa, kita akan buat mekanisme yang berbeda. Mungkin kita desainkan dulu harus clear kesehatannya baik mental fisik dan sebagainya, baru ada pelunasan," ujar Hilman.

"Ini juga salah satu upaya lah agar nanti jemaah yang berangkat berapapun usianya tapi kondisinya lebih memungkinkan menjalani prosesi haji. Memang kebutuhan fisiknya sangat berat sekali ya, apalagi tahun ini sangat panas," Hilman Latief menandaskan.

2 dari 2 halaman

Penyebab Kasus Kematian Jemaah Haji 2023 Tinggi

Sebelumnya diberitakan, Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag), Arsad Hidayat mengakui jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci tahun ini tertinggi sejak 2015.

Menurut dia, jumlah kasus kematian yang sangat tinggi ini tak terlepas dari profil jemaah yang diberangkatkan ke Tanah Suci.

"Saya kira faktor usia memengaruhi, karena selama ini kan kita belum pernah jemaah lansia (lanjut usia) yang jumlahnya mencapai 67 ribu orang, 30 persen dari kuota. Di periode sebelumnya memang ada lansia, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak," ujar Arsad di Jeddah, Kamis malam (14/7/2023).

Selain itu, jumlah jemaah haji kategori risiko tinggi (Risti) kesehatan yang diberangkatkan tahun ini juga sangat banyak, mencapai 73 persen dari total kuota 229.000.

"Saya kira ada lah faktor (banyak jemaah lansia dan risti) disamping faktor lain seperti kondisi cuaca, kondisi di lapangan, saya kira itu turut memengaruhi," ucap Pengendali Teknis Bimbingan Jemaah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi ini.

Dia mengungkapkan, kasus kematian ini meningkat signifikan pasca-fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Hal ini juga tidak lepas dari tingginya aktivitas fisik pada fase puncak ibadah haji tersebut.

"Kita tahu puncak haji cukup berat dan kondisi jemaah haji kita banyak lansia, dan secara kesehatan mereka sudah sangat lemah," kata Arsad.

Karena itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh jemaah haji gelombang dua yang saat ini didorong ke Kota Madinah untuk tidak memaksakan diri melaksanakan ibadah sunnah di Masjid Nabawi dan aktivitas di tempat-tempat bersejarah. Apalagi kondisi di Madinah masih padat dan cuacanya panas mencapai 45 derajat Celsius.

"Kita coba lakukan komunikasi dengan jemaah haji khususnya gelombang 2 yang saat ini sudah berada di Madinah atau akan ke Madinah kita lakukan semacam sosialisasi, tolong jangan memforsir tenaga, hematlah tenaga supaya kondisinya tetap sehat dan bugar, sehingga saat jadwal kepulangan bisa dipulangkan ke Tanah Air," ucap Arsad Hidayat.