Liputan6.com, Jakarta - Rabi'ah al-Adawiyah (Rabi'a al-Basri) adalah seorang tokoh sufi dan mistikus Muslim yang sangat terkenal dalam sejarah Islam. Dia lahir sekitar tahun 717 Masehi di Basra, yang terletak di wilayah yang sekarang menjadi Irak.
Rabi'ah dikenal karena kesalehannya, kebijaksanaannya, dan kedalaman spiritualitasnya.
Rabi'ah al-Adawiyah hidup pada zaman puncak perkembangan sufisme, sebuah aliran dalam Islam yang menekankan pada pencarian cinta dan kecintaan kepada Allah, serta hubungan pribadi yang erat dengan-Nya. Dia merupakan salah satu tokoh awal yang berkontribusi pada pengembangan dan penyebaran ajaran sufisme.
Advertisement
Kisah hidup Rabi'ah penuh dengan cerita-cerita inspiratif tentang kesederhanaan, ketulusan, dan cintanya kepada Allah. Dia dikenal meninggalkan dunia duniawi dan hidup dalam kesendirian, mengabdikan dirinya sepenuhnya pada ibadah dan meditasi spiritual.
Salah satu aspek yang paling terkenal dari ajaran Rabi'ah adalah pandangannya tentang cinta ketuhanan. Dia memandang cinta kepada Allah sebagai tujuan tertinggi dan menyatakan bahwa dia mencintai-Nya karena-Nya sendiri, tanpa mengharapkan imbalan atau surga-Nya. Pendekatan ini mengekspresikan tingkat ketulusan dan dedikasi dalam mencari kehadiran Allah.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Wanita yang Dihormati dalam Sejarah Islam
Rabi'ah al-Adawiyah adalah salah satu dari sedikit wanita dalam sejarah Islam yang dihormati karena kontribusinya dalam bidang spiritualitas dan mistikisme. Ajaran dan kisah hidupnya telah mempengaruhi banyak pengikut dan penerusnya dalam dunia sufisme, dan dia dianggap sebagai salah satu tokoh sufi yang paling terkenal dan dihormati.
Dengan kecintaan kepada Allah SWT yang sangat tinggi tersebut, tak mengherankan jika dirinya diberikan beberapa karomah, yang bisa kita kenang sampai saat ini. Karomah sendiri berarti "anugerah ilahi" atau "berkah."
Dalam konteks spiritualitas Islam, hal ini mengacu pada kejadian atau kemampuan luar biasa atau gaib yang dipercayai diberikan oleh Allah SWT kepada individu yang saleh. Kejadian-kejadian ini dianggap sebagai tanda kedekatan spiritual dengan Allah dan sering kali diatribusikan kepada orang-orang suci, ulama, atau individu yang sangat taat.
Mengutip nu.or.id, soal ajaran cinta (mahabbah), selain Jalaluddin Rumi, Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang sufi yang mengusung mazhab cinta. Cintanya kepada Allah begitu dalam dan kuat. Sehingga ia tidak mampu mencintai yang lainnya karena cintanya hanya untuk Allah.
Â
Advertisement
Menyembah Allah SWT dengan Dasar Cinta
Rabi’ah menyembah Allah SWT dengan dasar cinta (hubb), bukan karena takut atau harap (roja’ dan khauf) sebagaimana kebanyakan orang. Karena saking cintanya kepada Allah, Rabi’ah pernah berujar bahwa ia tidak mendambakan surga dan tidak takut kalau dimasukkan neraka.
Rabi’ah dikenal sebagai sebagai hamba yang sangat patuh dan taat kepada Allah. Bahkan, setiap hembusan nafasnya selalu diiringi dengan dzikir kepada Allah. Dalam urusan beribadah kepada Allah, ia adalah orang sangat istiqomah. Ketaatan yang begitu tinggi kepada Allah membuatnya dikenal sebagai waliyullah (wali Allah).
Memang, ada ungkapan bahwa hanya wali Allah yang mengetahui wali Allah lainnya (la ya’riful wali illa wali). Tapi sebagaimana yang dikemukana oleh Syekh Zarruq, setidaknya ada tiga sifat yang dimiliki seorang wali; mengutamakan Allah, (hatinya) berpaling dari makhluk-Nya, dan berpegang teguh pada syariat Nabi Muhammad SAW dengan benar. Jika merujuk pada indikator ini, maka Rabi’ah adalah memang seorang waliyullah.
Selain ketiga tanda tersebut, seorang waliyullah ‘biasanya’ memiliki karomah (sesuatu yang berbeda dari sewajarnya). Dalam hal ini, Rabi’ah juga memiliki cerita dan kisah yang menggambarkan karomahnya.
Berikut adalah sejumlah karomah yang dimiliki oleh Rabi’ah al-Adawiyah sebagaimana yang tercantum dalam buku Rabi’ah; Pergulatan Spiritual Perempuan karya Margaret Smith.
Â
Karomah Rabi'ah al-Adawiyah
Pertama, ketika Rabi’ah sedang jalan-jalan di sebuah pegunungan, ada banyak binatang buas yang mendekatinya. Anehnya, binatang-binatang tersebut tidak menyerang Rabi’ah dan sangat jinak kepadanya.
Mereka bermain bersama. Tiba-tiba, Hasan al-Basri muncul dan mendekati Rabi’ah. Seketika binatang-binatang buas tersebut menampakkan wajah buasnya dan pergi meninggalkan Hasan al-Basri.
Kedua, suatu hari Rabi’ah melakukan perjalanan haji ke baitullah Mekkah dengan menaiki unta. Di tengah jalan, unta yang dinaiki tersebut mati. Langsung saja, Rabi’ah berdoa kepada Allah. Tidak lama setelah itu, untanya hidup kembali.
Rabi’ah pun melanjutkan perjalanan hingga sampai ke baitullah dan pulang dengan menaiki unta yang sama, unta yang pernah mati itu.
Ketiga, suatu malam ada dua orang teman Rabi’ah yang datang kerumahnya. Mereka hendak melakukan diskusi bersama dengan Rabi’ah. Na’asnya, rumah Rabi’ah tidak memiliki lampu penerang.
Lalu Rabi’ah meniup ujung jari-jarinya hingga kemudian mengeluarkan cahaya yang terang dan menerangi seluruh rumahnya sepanjang malam. Dengan demikian, mereka bisa berdiskusi hingga pagi hari.
Â
Advertisement
Maling Bingung dan Sajadah Terbang
Keempat, pada suatu malam rumah Rabi’ah didatangi oleh tamu yang tidak diundang. Tamu tersebut hendak mencuri pakaian Rabi’ah. Ketika sudah mengangkut semua baju Rabi’ah dan hendak kabur, pencuri tersebut bingung karena tidak menemukan pintu keluar.
Namun, ketika sang pencuri meletakkan barang curiannya tersebut, ia menemukan ada pintu keluar. Sang pencuri mengulang perbuatannya itu –mengambil dan meletakkan barang Rab’iah- sebanyak tujuh kali.
Hingga akhirnya sang pencuri mendengar ada hatif (suara tanpa rupa) yang mengatakan; Wahai manusia, jangan engkau persulit dirimu sendiri. Perempuan ini telah mempercayakan dirinya kepada Kami selama bertahun-tahun. Setan pun tidak berani mendekatinya.
Mendengan suara itu, pencuri tersebut lari terbirit-birit tanpa membawa secuil barangpun dari rumah Rabi’ah.
Kelima, suatu hari Hasan al-Basri mengajak Rabi’ah al-Adawiyah untuk salat di atas air. Rabi’ah merespons ajakan Hasan itu dengan sebuah jawaban yang ketus. Bagi Rabi’ah, adalah tidak perlu menunjukkan kemampuan spiritual untuk mencari kepopuleran duniawi.
Tidak hanya itu, Rabi’ah kemudian melemparkan sajadahnya dan terbang di atasnya. Ia mengajak Hasan untuk naik di atas bersamanya sehingga lebih banyak orang yang mengetahuinya, daripada hanya sekedar salat di atas air. Hasan tahu jawaban yang diutarakan Rabi’ah itu adalah sindirian. Mendengar hal itu, Hasan hanya terdiam.
Selain kelima cerita di atas, tentu masih banyak lagi kisah-kisah yang menceritakan tentang karomah Rabi’ah al-Adawiyah. Namun satu yang perlu diketahui bahwa karomah yang diberikan kepada Rabi’ah adalah tanda bahwa Allah memberkahinya. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo