Sukses

Mengenal KH Mahrus Aly, Ulama Kharismatik Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri

Indonesia memiliki banyak ulama yang telah melahirkan santri-santri di seluruh pelosok negeri. Salah satu ulama kharismatik yang sangat dihormati adalah KH Mahrus Aly, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki banyak ulama yang telah melahirkan santri-santri di seluruh pelosok negeri. Salah satu ulama kharismatik yang sangat dihormati adalah KH Mahrus Aly, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.

KH Mahrus lahir di Dusun Gedongan, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon pada 1906. Ia merupakan putra dari pasangan KH Aly bin Abdul Aziz dan Hasinah binti Kiai Sa’id. 

Sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara, KH Mahrus sejak kecil banyak diasuh oleh kakak-kakaknya, terutama Kiai Afifi. Di samping itu, ia juga belajar agama sejak kecil kepada ayahnya sendiri di surau pesantren milik keluarga.

Masa kecil KH Mahrus dikenal dengan nama Rusydi. Sifat kepemimpinan Rusydi sudah tampak sejak kecil. Siapa sangka, Rusdy ternyata tumbuh menjadi seorang ulama yang sangat dihormati terutama oleh kalangan Nahdliyin.

Saat berusia 18 tahun, KH Mahrus menimba ilmu di Pesantren Panggung, Tegal, Jawa Tengah yang kala itu diasuh oleh kakak iparnya sendiri, Kiai Mukhlas. Di sana kepandaiannya dalam belajar ilmu Nahwu semakin teruji.

Selain belajar ilmu agama, KH Mahrus juga belajar silat ke Kiai Balya, seorang ulama jawara pencak silat asal Tegal Gubug, Cirebon. Kemudian pada 1927 saat masih mondok di Tegal ia menunaikan ibadah haji ke Baitullah.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Diangkat Jadi Pengurus Pondok Lirboyo

Mengutip Lirboyo.net, pada 1929 KH Mahrus melanjutkan perjalanan menimba ilmunya ke Pesantren Kasingan, Rembang, Jawa Tengah asuhan KH Kholil selama lima tahun.

Kemudian sekitar tahun 1936 KH Mahrus berpindah ke Pesantren Lirboyo, Kediri. Awalnya KH Mahrus hanya berniat tabarukan di Pesantren Lirboyo, namun karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni ia malah diangkat menjadi Pengurus Pondok dan ikut membantu mengajar. 

Selama nyantri di Lirboyo, ia dikenal sebagai santri yang tak pernah letih mengaji. Jika waktu libur tiba, ia akan menggunakannya untuk tabarukan dan mengaji di pesantren lain, seperti Pondok Pesantren Tebuireng Jombang asuhan KH Hasyim Asy’ari, Pondok Pesantren Watucongol Magelang asuhan Kiai Dalhar, dan juga pondok pesantren di daerah lainnya seperti Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Sarang dan Lasem di Rembang.

KH Mahrus tidak begitu lama nyantri di Lirboyo, hanya sekitar tiga tahun. Pada 1938 ia dijodohkan dengan putri KH Abdul Karim yang bernama Zaenab pada 1938. 

Pada 1944, KH Abdul karim mengutus KH Mahrus untuk membangun kediaman di sebelah timur Komplek Pondok. Sepeninggal KH Abdul Karim, KH Mahrus bersama KH Marzuqi Dahlan meneruskan tambuk kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo. 

Pesantren Lirboyo berkembang pesat di bawah asuhan KH Mahrus dan KH Marzuqi. Banyak santri berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan berkah dari KH Mahrus dan KH Marzuqi. Bahkan di tangan KH Mahrus lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) pada 1966.

3 dari 3 halaman

Kiprah dan Wafat

KH Mahrus termasuk tokoh pejuang kemerdekaan. Ia mengirimkan 97 santri pilihan Pesantren Lirboyo guna menumpas sekutu di Surabaya. Peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya.

Selain itu, KH Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) di sekitar Kediri.

Di organisasi Islam, KH Mahrus mempunyai andil besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan ia diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa Timur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mustasyar PBNU pada 1985.

KH Mahrus harus kehilangan sang istri pada 4 Maret 1985. Nyai Hj. Zaenab berpulang ke Rahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama diderita. 

Sejak ditinggalkan sang istri, kesehatan KH Mahrus mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat pengasuh Pesantren Lirboyo itu terus menerus larut dalam kedukaan. Banyak yang menyarankan agar KH Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan ia menolaknya. 

Hingga puncaknya yakni pada Sabtu, 18 Mei 1985 sore, kesehatan KH Mahrus benar-benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bhayangkara Kediri, ia dirujuk ke RS Dr. Soetomo, Surabaya.

Delapan hari setelah dirawat di Surabaya dan tepatnya pada hari Ahad malam Senin, 6 Ramadhan 1405 H/26 Mei 1985, KH Mahrus berpulang ke Rahmatullah. Beliau wafat di usia 78 tahun. 

Itulah sepenggal kisah perjalanan KH Mahrus Aly. Semoga kita mendapat berkahnya. Aamiin.