Liputan6.com, Jakarta - Seorang koordinator pengemis kedapatan mengenakan perhiasan emas puluhan gram. Tak hanya itu, pengemis ini juga memiliki uang 50 juta.
Peristiwa koordinator pengemis tajir itu terjadi di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Si koordinator pengemis itu ditangkap oleh Satpol PP setempat.
Advertisement
Baca Juga
Belakangan diketahui, dia mempekerjakan orang sebagai pengemis, dan bahkan merekrut dua anak di bawah umur untuk mengemis. Ada pula yang disuruh mengamen.
Bagi masyarakat Indonesia, peminta-minta alias mengemis adalah pemandangan sehari-hari. Mereka berkeliaran di lampu merah, ruang publik, dan bahkan meminta-minta ke rumah-rumah.
Sebagian masyarakat, ada rasa jengah dan tak percaya dengan para pengemis tersebut. Pasalnya, sebagian pengemis berbadan sehat, dan tak pantas hidup dengan cara meminta-minta.
Pertanyaan yang kemudian muncul, bagaimana Islam memandang fenomena mengemis ini, apa hukum mengemis dan memberi kepada pengemis dalam Islam?
Simak Video Pilihan Ini:
Fatwa MUI Sulsel tentang Pengemis
Jauh hari sebelum peristiwa ini terjadi, MUI Sulsel telah telah menerbitkan fatwa tentang pengemis.
Memang, tiap daerah selalu memiliki permasalahan dengan pengemis. Nyaris tiap kota terdapat pengemis yang beraksi di ruang-ruang publik.
Fatwa nomor 01 tahun 2021 itu bertajuk Eksploitasi dan Kegiatan Mengemis di Jalanan dan Ruang Publik diumumkan ke publik melalui jumpa pers oleh Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Bakri Lc MA di Warkop Walet, Makassar, pada November 2021 lampau.
Dalam lembar keputusan fatwa setebal tujuh halaman itu, menetapkan tiga ketetatapan hukum:
1. Haram mengeksploitasi orang untuk meminta-minta
2. Bagi pemberi, haram memberi kepada peminta-minta di jalanan dan ruang publik karena mendukung pihak yang mengeksploitasi pengemis serta tidak mendidik karakter yang baik,” jelas KH Muammar.
3. Dari fatwa tersebut memutuskan bagi pengemis, hukumnya haram jika yang bersangkutan mengemis padahal memiliki fisik yang utuh dan sehat serta karena faktor malas bekerja, Dan makruh jika yang bersangkutan meminta di jalanan/tempat publik yang bisa membahayakan dirinya.
4. Wajib bagi pemerintah untuk menyantuni, memelihara dan membina dengan sebaik-baiknya.
“Jika ada pengemis di jalan maka berdosa pemerintah. Harusnya tidak ada pemandangan peminta-minta di jalanan,” ujar KH Muammar Bakri, Imam Besar Masjid Al Markaz Makassar tersebut.
Advertisement
Rekomendasi MUI Sulsel
Terkait dikeluarkannya fatwa tersebut, MUI Sulsel juga merekomendasikan agar lembaga pengelola zakat dan lembaga kemanusiaan lainnya perlu bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan pembinaan kepada para pengemis.
“Sedangkan bagi penegak hukum agar menindak pihak yang mengeksploitasi orang karena dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan,” tegasnya. Isi lengkap fatwa tersebut dapat dibaca melalui website muisulsel.com untuk mengetahui rinci pertimbangan, dalil quran dan hadits, hingga pendapat ulama mazhab.
Fatwa ini juga dibahas setelah menerima laporan masyarakat dan pengamatan yang telah dilakukan tim Komisi Fatwa MUI Sulsel.
“Kegiatan mengemis atau minta-minta dijalanan sangat meresahkan kita semua karena menggnggu ketertiban umum di jalan. Selain itu pelaku pengemis juga masih tergolong anak-anak yang rawan terhadap bahaya di jalanan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa anak-anak yang meminta di jalanan biasanya sengaja dieksploitasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan tertentu.
“Kami juga akan berupaya untuk bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengungkap pelaku yang tega mengeksploitasi anak,” tegasnya.
Sebenarnya aturan atau larangn memberi di jalan sudah ditetapkan oleh perda Kota Makasaar Nomor 2 tahun 2008 tentang larangan memberi uang kepada pengemis jalanan karena dapat mengganggu ketertibaban lalu lintas.
Namun pada kenyataan tidak terlaksana dengan baik sehingga MUI Sulsel mengeluarkan fatwa sebagai dukungan kepada pemerintah untuk lebih serius lagi menangani masalah ini karena pemerintah mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab terhadap anak jalanan.
Tim Rembulan