Sukses

Cerita Kiai Thoifur Soal Karomah Mbah Moen: Tegur Orang Melalui Mimpi

Kisah hidup KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) tak pernah habis untuk dikupas. Sosok yang dekat dengan semua kalangan ini memiliki keilmuan yang tak habis dialap (diambil) oleh muhibbin-nya (pecintanya). Termasuk kisah karomahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kisah hidup KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) tak pernah habis untuk dikupas. Sosok yang dekat dengan semua kalangan ini memiliki keilmuan yang tak habis dialap (diambil) oleh muhibbin-nya (pecintanya). Termasuk kisah karomahnya.

Baru-baru ini juga terdapat kisah tentang Mbah Moen yang menghebohkan, setelah dimakamkan selama empat tahun jenazahnya diketahui masih utuh di Ma'la Makkah.

Salah satu kisah tentang Mbah Moen dikisahkan oleh KH Muhammad Thoifur Mawardi sosok kyai kharismatk asal Purworejo Jawa Tengah.

Kiai Thoifur lahir pada 8 Agustus 1955.Ia adalah putra dari KH R Mawardi, Dzuriyah KH R Imam Maghfuro (R Hasan Benawi) keturunan Joko Umbaran trah Sultan Agung yang di Karesidenan Kedu terkenal sebagai tokoh ulama Islamisasi Bagelen.

Kiai Thoifur melanglang buana dalam menuntut ilmu di Jawa seperti di Pondok Sugihan Kajoran Magelang, Pondok Lasem Rembang dan yang masyhur di Rushoifah di tempat “Imam Ahlussunnah wal jama’ah Abad 21” Al Qutb Al Irsyad wadda’wah Assayyid Muhammad bin ‘Alawi Almaliki Alhasani dari tahun 1976 – 1988.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Karomah Setelah Wafat Melebihi Sebelum Wafatnya

Kiai Thoifur mengisahkan salah satu karomah Mbah Moen saat mengenang 100 hari wafatnya Mbah Moen. Diantaranya menegur seseorang melalui mimpi, dan mengungguli keutamaannya semasa hidup.

Mengutip staialanwar.ac.id pada malam Jum`at menjelang wafatnya Mbah Moen di Makkah Kiai Thoifur banyak mengabiskan waktu dengan Mbah Moen, diantarnya makan bersama satu sufroh (nampan), salat isya’ berjamaah dan salat ighlaqul a’da’ sejajar dengan Mbah Moen. Ia juga sempat berbincang lama dengan mbah Moen di tempat Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki.

Saat terdengar kabar wafatnya Mbah Moen, Kiai Pengasuh pesantren Darut Tauhid 8 Kemiri ini kaget luar biasa. Baru saja malam Jum’at mengobrol untuk memberi wejangan dan menasehati dirinya, malam selasa Mbah Moen sudah wafat. Sebelumya, Kyai Toifur juga pernah bermimpi ditegur Mbah Moen tentang cara dakwahnya di Indonesia. “Mbah Moen memang sosok guru dhohiron wa bathinan, sampai mimpipun diperhatikan,” katanya.

“Saya baru melihat, kyai muqim di Jawa meninggal di Makkah tapi yang bertakziah luar biasa, itu mbah Moen, dari dulu ada kiai meninggal saat musim haji yang takziah tidak ada yang seperti Mbah Moen. Memang karomah setelah wafat melebihi sebelum wafatnya. Tanda qobul ‘ind Allah.” Qosidah sa’duna sangat cocok dengan potret Mbah Moen, mulia dunia akhirat,” jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Kiai Thoifur Mencontoh Sayyid Alawi Al Maliki dan Dua Sahabatnya

Kiai Thoifur juga ikut mensholati jenazah Mbah Moen, namun tidak bisa menjumpai proses pemakamannya, karena harus menuju Ma’la hanya berjalan kaki. Meskipun begitu, dirinya tetap membacakan surah Yasin di Ma’la, sesuai tindak lampah yang dicontohkan guru-guru di Madinah, Sayyid Alawi Al Maliki dan dua sahabatnya.

Kiai Thoifur menceritakan bahwa Sayyid Alawi Al Maliki bersama dua sahabatnya, Syekh Ahmad Nadhirin dan Syekh Hasan Masad sepakat akan menghadiahkan bacaan Surah Yasin ketika salah satu diantara mereka wafat terlebih dahulu.

Ternyata yang mendahului wafat adalah Syekh Hasan Masad. Oleh karena itu, dua sahabatnya melunasi perjanjiannya, setelah itu mereka pulang ke rumah. Dalam tidurnya, keduanya bermimpi Syekh Hasan Masad datang untuk menyampaikan pesan terimakasihnya atas berkah bacaan Surah Yasin (Syeikh Hasan Masad) bisa mendapat kenikmatan kubur. Hal ini disebabkan karena iman mereka berdua sangat kuat dan benar-benar يرفهع الله الذين امنوا منكم sebab yang pertama diangkat itu orang yang yakin dan iman.

“Karakteristik Mbah Moen juga mencocoki ayat tersebut. Kekuatan imannya sing mboten nguati (yang luarbiasa). Soalnya saya pernah salah ditegur beliau lewat mimpi.” jelas Kiai Thoifur.

Beberapa tahun setelahnya Sayyid Alawi menyusul ke-rahmatullah. Berbondong-bondong orang bertakziyah, saking penuhnya sampai putra beliau, Sayyid Muhammad tidak bisa mendekati makam. Namun bagi Sayyid Hasan Masad, perjanjian tersebut mampu menerobos keramaian. Padahal lebih tua dibanding Sayyid Alawi. Akhirnya ia juga bermimpi sama, Sayyid Alawi menyampaikan rasa terima kasihnya lewat alam ruh, karena ketenangan yang diberkahi oleh surah yasin. Ini adalah bukti nyata iman yang rufi’.

“Putra-putra Mbah Moen alim-alim semua, itulah contoh bahwa Mbah Moen betul-betul mencontohkan إنما يخشي الله من عباده العلماء. Semua putranya dididik menjadi ulama’. Bagaimana tidak alim, setiap malam Mbah Moen tak pernah absen salat tahajud meskipun dalam keadaan lelah. Mbah Moen juga menyedikitkan tidur. Semoga panjenengan semua bisa mengikuti jejak beliau.” tandas Kyai Thofur.

Di akhir mauidhohnya, disebutkan bahwa keutamaan yang dimiliki Mbah Moen. Sosok kiai yang Berwatak dermawan juga ringan bersedekah. Juga memiliki karomah mendatangi seseorang melalui mimpi. Wallahu A'lam.

Penulis: Nugroho Purbo