Sukses

Bacaan Surat Al Imran Ayat 190-191 Arab, Latin, Arti, Tafsir Serta Kandungannya

Berikut ini adalah bacaan surat Al Imran ayat 190-191 lengkap dengan arti dan tafsirnya

Liputan6.com, Jakarta - Surat Al Imran atau Ali Imran adaah surah ketiga dalam Al-Qur'an. Surat Al Imran terdiri dari 200 ayat.

Surat Al Imran merupakan surah Madaniyah. Artinya surat ini turun pada periode Madinah, atau seusai hijrah. Hal itu merujuk dari sejumlah ayat yang menunjukkan perang Badar dan Uhud.

Dinamakan Ali Imran karena memuat kisah keluarga Imran, ayah dari Maryam, yang di dalam kisah itu disebutkan kelahiran Nabi Isa, persamaan kejadiannya dengan Nabi Adam, kenabian dan beberapa mukjizatnya, serta disebut pula kelahiran Maryam binti Imran.

Berikut ini adalah bacaan surat Al Imran ayat 190-191 lengkap dengan arti dan tafsirnya, mengutip laman Quran.kemenag.go.id:

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ

Inna fī khalqis-samāwāti wal-arḍi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la'āyātil li'ulil-albāb(i).

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.

Tafsir Ringkas Kemenag

Setelah menjelaskan keburukan-keburukan orang Yahudi dan menegaskan bahwa langit dan bumi milik Allah, pada ayat ini Allah menganjurkan untuk mengenal keagungan, kemuliaan, dan kebesaranNya. Sesungguhnya dalam penciptaan benda-benda angkasa, matahari, bulan, beserta planet-planet lainnya dan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit dan perputaran bumi pada porosnya yang terhampar luas untuk manusia, dan pergantian malam dan siang, pada semua fenomena alam tersebut terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal yakni orang yang memiliki akal murni yang tidak diselubungi oleh kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan.

Tafsir Tahlili

Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw berkata: “Wahai Aisyah, saya pada malam ini beribadah kepada Allah.” Jawab Aisyah r.a. “Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya.” Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu, tidak jauh dari tempatnya lalu salat. Pada waktu salat beliau menangis sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Setelah salat beliau duduk memuji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah. Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya, “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang?” Nabi menjawab, “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah telah menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata, “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya.” Memikirkan pergantian siang dan malam, mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sabaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Tuhan tidaklah menciptakan semua fenomena itu dengan sia-sia.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Bacaan, Arti dan Tafsir Surat Al Imran Ayat 191

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Al-lażīna yażkurūnallāha qiyāmaw wa qu‘ūdaw wa ‘alā junūbihim wa yatafakkarūna fi khalqis-samāwāti wal-arḍ(i), rabbanā mā khalaqta hāżā bāṭilā(n), subḥānaka fa qinā ‘ażāban-nār(i).

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.

Tafsir Āli ‘Imrān Ayat 191

Tafsir Ringkas Kemenag

Orang-orang berakal yaitu orang-orang yang senantiasa memikirkan ciptaan Allah, merenungkan keindahan ciptaan-Nya, kemudian dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat kauniyah yang terbentang di jagat raya ini, seraya berzikir kepada Allah dengan hati, lisan, dan anggota tubuh. Mereka mengingat Allah sambil berdiri dan berjalan dengan melakukan aktivitas kehidupan. Mereka berzikir kepada-Nya seraya duduk di majelis-majelis zikir atau masjid, atau berzikir kepada-Nya dalam keadaan berbaring menjelang tidur dan saat istirahat setelah beraktivitas, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sebagai bukti kekuasaan Allah yang Mahaagung seraya berkata, “Ya Tuhan kami! Kami bersaksi bahwa tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia melainkan mempunyai hikmah dan tujuan di balik ciptaan itu semua. Mahasuci Engkau, kami bersaksi tiada sekutu bagi-Mu. Kami mohon kiranya Engkau melimpahkan taufik agar kami mampu beramal saleh dalam rangka menjalankan perintah-Mu, dan lindungilah kami dari murka-Mu sehingga kami selamat dari azab neraka.

Tafsir Tahlili

Salah satu ciri khas bagi orang berakal yang merupakan sifat khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai sebagai makhluk yang memiliki keunggulan dibanding makhluk lain, yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu menggambarkan kebesaran Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan dan banyaknya nikmat Allah kepadanya. Ia selalu mengingat Allah di setiap waktu dan keadaan, baik pada waktu ia berdiri, duduk atau berbaring. Tidak ada satu waktu dan keadaan dibiarkan berlalu begitu saja, kecuali diisi dan digunakannya untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Memikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan kesempurnaan alam dan kekuasaan Allah.Dengan berulang-ulang direnungkan hal-hal tersebut secara mendalam, sesuai dengan sabda Nabi saw, “Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah, dan jangan sekali-kali kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat penciptanya, karena bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat Zat-Nya.Akhirnya setiap orang yang berakal akan mengambil kesimpulan dan berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan di akhirat. Mahasuci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan-bukan yang ditujukan kepada Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang-orang yang tidak beriman.Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, sungguh merupakan fenomena yang sangat kompleks, yang terus menerus menjadi obyek penelitian umat manusia, sejak awal lahirnya peradaban manusia. Dalam beberapa surah, antara lain Surah al-A‘rāf/7 ayat 54, disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi berlangsung dalam waktu enam masa (lihat pula Telaah Ilmiah Surah al-A‘rāf/7:54). Begitu kompleksnya penciptaan langit dan bumi yang berlangsung dalam enam masa telah dijelaskan oleh Dr.Achmad Marconi (lihat: Bagaimana Alam Semesta Diciptakan, Pendekatan al-Qur’an dan Sains Modern, Pustaka Jaya, 2003) sebagai berikut: Kata ayyam adalah bentuk jamak dari yaum. Kata yaum dalam arti sehari-hari dipakai untuk menunjukkan keadaan terangnya siang, ditafsirkan sebagai ‘masa’. Sedang bentuk jamaknya: ayyam, dapat berarti ‘beberapa hari’ dan bahkan dapat berarti ‘waktu yang lama’. Dilihat dari penggunaan kata ayyam pada ayat di atas menunjukkan sifat relatif waktu dengan memperbandingkan waktu manusia dengan waktu yang berlaku bagi gerak energi-materi alam semesta. Oleh Abdullah Yusuf Ali, (The Holy Qur’an, Text, Translation and Commentary,1934), kata yaum (bentuk tunggal dari ayyam) disetarakan dengan kata dalam bahasa Inggris age atau aeon. Oleh Abdus Su‘ud, ahli tafsir abad ke-16, kata yaum disetarakan dengan pengertian “peristiwa” atau naubat. Lebih tepat bila kata yaum diterjemahkan sebagai “tahap” atau periode atau masa. Dengan demikian kalimat fī sittati ayyam dalam ayat-54 Surah al-A‘rāf/7 di atas, tepat untuk diterjemahkan sebagai ‘dalam enam masa’. Marconi (2003) menjelaskan keenam masa tersebut adalah: Masa Pertama, Sejak ‘Dentuman Besar’ (Big Bang) dari Singularity, sampai terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya Tunggal (Superforce), ruang-waktu mulai memisah. Namun Kontinuum Ruang-Waktu yang lahir masih berujud samar-samar, di mana energi-materi dan ruang-waktu tidak jelas bedanya. Masa Kedua, massa terbentuknya inflasi Jagad Raya, namun Jagad Raya ini masih belum jelas bentuknya, dan disebut sebagai Cosmic Soup (Sup Kosmos). Gaya Nuklir-Kuat memisahkan diri dari Gaya Elektro-Lemah, serta mulai terbentuknya materi-materi fundamental: quarks, antiquarks, dsb. Jagad Raya mulai mengembang. Masa Ketiga, masa terbentuknya inti-inti atom di Jagad Raya ini. Gaya Nuklir-Lemah mulai terpisah dari Gaya Elektromagnetik. Inti-inti atom seperti proton, netron, dan meson tersusun dari quark-quark ini. Masa ini dikenal sebagai masa pembentukan inti-inti atom (Nucleosyntheses). Ruang, waktu serta materi dan energi, mulai terlihat terpisah. Masa Keempat, elektron-elektron mulai terbentuk, namun masih dalam keadaan bebas, belum terikat oleh inti-atom untuk membentuk atom yang stabil. Masa Kelima, terbentuknya atom-atom yang stabil, memisahnya materi dan radiasi, dan Jagad Raya, terus mengembang dan mulai nampak transparan. Masa Keenam, Jagad raya terus mengembang, atom-atom mulai membentuk aggregat menjadi molekul-molekul, makro-molekul, kemudian membentuk proto-galaksi, galaksi-galaksi, bintang-bintang, tata surya-tata surya, dan planet-planet.Demikian pula silih bergantinya malam dan siang, merupakan fenomena yang sangat kompleks. Fenomena ini melibatkan ‘rotasi bumi’ (yaitu bumi berputar pada sumbunya), seraya ‘mengelilingi matahari dengan sumbu bumi miring’. Dalam fenomena fisika bumi berkitar (precession) mengelilingi matahari. Jadi silih bergantinya malam dan siang terjadi karena adanya gerakan rotasi bumi yang berkitar mengelilingi sebuah bintang, yaitu matahari. Karena gerakannya miring, gerakan perkitaran bumi mengelilingi matahari juga memberikan dampak musim yang berbeda-beda, tergantung dari posisi tempat di bumi terhadap matahari. Selain itu rotasi bumi dalam berkitar mengelilingi matahari, distabilkan oleh bulan yang berputar mengelilingi bumi, dalam istilah astronomi, bulan memberikan rotational dynamic stability pada rotasi bumi yang berkitar mengelilingi matahari. Planet-planet lain yang juga mengelilingi matahari, memberikan pula rotational dinamic stability kepada perkitaran bumi terhadap matahari, Subhanallah! Terbukti bahwa eksistensi bulan sangat diperlukan agar precession (perkitaran) bumi pada sumbunya stabil. Bulan memberikan kestabilan dalam dimensi waktu 10-100 tahun, sedang Venus dan Mars memberikan kestabilan dalam dimensi waktu 100-500 tahun. Sedang planet Jupiter dan Saturnus, juga ikut memberikan rotational dynamic stability terhadap bumi kita ini, selain juga bertindak sebagai shield (perisai) bagi bumi terhadap hamburan meteor yang akan membentur bumi (komunikasi personal dengan Prof. Dr. Ir. Said D. Jenie, pakar Mekanika Benda Langit ITB)(lihat juga Telaah Ilmiah Surah al-An‘ām, ayat 96).Jelaslah, begitu kompleksnya fenomena ciptaan Allah swt. tentang ‘Penciptaan Langit dan Bumi, serta silih bergantinya malam dan siang’ ini. Hanya para ilmuwan dan filosof yang sangat ulung dan tekun serta tawaḍu’, yang akan mampu menyingkap rahasia alam ini. Merekalah yang disebut sebagai Ulil Albāb pada ayat di atas. Penciptaan Langit dan Bumi sangat kompleks, dan baru ‘sedikit’ yang diketahui manusia tentang itu. Silih bergantinya malam pun juga sangat kompleks. Dalam era modern ini, ilmu pengetahuan telah mampu menyingkap bahwa bulan, planet Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus, semuanya memberikan pengaruh berupa rotational dynamic stability pada rotasi bumi dalam berkitar mengelilingi matahari itu. Mereka inilah (para ulil albāb) yang sampai kepada kesimpulan: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

Tim Rembulan