Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam dianjurkan melaksanakan puasa Ayyamul Bidh. Hukumnya adalah sunnah muakadah, atau sunnah yang utama.
Puasa Ayyamul Bidh dilaksanakan pada pertengahan bulan dalam kalender Hijriyah, termasuk pada bulan Muharram. Waktunya adalah tiga hari, antara tanggal 13-15 tiap bulan, terkecuali pada bulan Ramadhan yang terdapat ibadah puasa wajib dan 13 Dzulhijah yang merupakan hari Tasyrik.
Advertisement
Baca Juga
Berikut adalah jadwal puasa Ayyamul Bidh pada bulan Muharram 1445 Hijriyah, Juli-Agustus 2023:
- 13 Muharram 1445 H/Senin, 31 Juli 2023
- 14 Muharram 1445 H/Selasa, 1 Agustus 2023
- 15 Muharram 1445 H/Rabu, 2 Agustus 2023
Berikut ini adalah niat puasa Ayyamul Bidh dan keutamaannya.
Adapu niat puasa Ayyamul Bidh yakni,
نَوَيْتُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيْضِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ayyâmil bîdl lilâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa Ayyamul Bidh (hari-hari yang malamnya cerah), karena Allah ta’âlâ.”
Simak Video Pilihan Ini:
Dalil, Tata Cara dan Keutamaan Puasa Ayyamul Bidh
Puasa Ayyamul Bidh dilakukan sama seperti puasa lainnya, yakni dimulai dari fajar hingga terbenamnya matahari.
Berbeda dengan puasa fardhu, niat puasa Ayyamul Bidh tidak mesti dilakukan pada malam hari sebelum puasa keesokan harinya. Niat puasa bisa dilakukan pada pagi hingga siang hari, selama belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
Keutamaan Puasa Ayyamul Bidh
Bagi yang melaksanakan puasa ayyamul bidh akan meraih keutamaan luar biasa, di antara keutamaannya seperti puasa sepanjang tahun. Keutamaan ini berdasarkan hadis riwayat Bukhari nomor 1979.
“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun,” demikian sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ’As. Wallahu’alam.
Dalil Puasa Ayyamul Bidh
Kesunnahan puasa Ayyamul Bidh terdapat dalam hadis, "Diriwayatkan Qatadah bin Milhan “Diriwayatkan dari Qatadah bin Milhan ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw telah memerintahkan untuk berpuasa pada hari-hari yang malamnya cerah, yaitu tanggal 13, 14, dan 15’.” (HR Abu Dawud). (An-Nawawi, Riyâdhus Shâlihîn, juz II, h. 81 dikutip dari NU Online).
Tim Rembulan
Advertisement