Sukses

Kisah Abu Nawas Menjual Rajanya untuk Dijadikan Budak, Lucu dan Bermakna Mendalam

Kisah lucu Abu Nawas yang berani menjual baginda raja untuk dijadikan budak sebagai balasan atas perbuatan raja terhadap dirinya

Liputan6.com, Jakarta - Terkadang untuk menunjukkan sesuatu kepada sang raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus benar-benar mengetahuinya dengan mata kepalanya sendiri.

Ketika itu Baginda Raja Harun Al Rasyid merasa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktik jual beli budak di kalangan masyarakat kerajaan.

Namun, tak terduga, dengan tekad bulat Abu Nawas malah berencana untuk menjual baginda raja. Karena menurut Abu Nawas hanya baginda raja yang paling patut untuk dijual. 

Bukankah selama ini baginda raja selalu mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang gilirannya yang sengsara.

Kisah ini menjadi salah satu dari kumpulan cerita 'Kisah 1001 Malam'. 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 3 halaman

Abu Nawas Menjual Rajanya pada Pedagang Budak

Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al Rasyid.

“Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada paduka yang mulia” kata Abu Nawas 

“Apa itu wahai Abu Nawas?” tanya Baginda langsung tertarik, ‘

“Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak paduka yang mulia,” kata Abu Nawas meyakinkan. ‘

“Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya,” kata Baginda Raja tanpa rasa curiga sedikitpun. “Tetapi Baginda ,” kata Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya. “Tetapi apa?” tanya Baginda tidak sabar.

“Bila baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu,” kata Abu Nawas.

Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.

Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke sebuah hutan.

Setibanya di hutan Abu Nawas mengajaknya. Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan memohon agar sang raja menunggu di situ. Sementara itu Abu Nawas menemui seorang Badui yang pekerjaannya menjual budak. 

Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk melihat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman dekatnya dan  Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan matanya. 

Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu.

Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak menghampirinya. Ia belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.

“Siapa engkau?” tanya raja kepada pedagang budak.

“Aku adalah tuanmu sekarang,” kata pedagang budak kasar.

Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun AI Rasyid dalam pakaian yang amat sederhana.

“Apa maksud perkataanmu tadi?” tanya baginda raja dengan wajah merah padam. .

“Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya,” kata pedagang budak dengan kasar.

Abu Nawas menjual diriku kepadamu?” kata baginda makin murka. “Ya!” bentak pedagang budak.

“Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?” tanya baginda geram.

‘Tidak dan itu tidak perlu,” kata pedagang budak seenaknya.

3 dari 3 halaman

Raja Merasakan Penderitaan Sebagai Rakyat Miskin

Lalu ia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu. Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah Badui itu sehingga memandangnya saja Sultan Harun AI Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya. 

“Ayo kerjakan!” bentak Badui itu. Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si Badui melihat cara Sultan Harun AI Rasyid memegang parang merasa aneh.

“Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali!” seru Badui itu marah. 

Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. Ia mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si Badui.

“Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih dahulu. Wah lama-Iama aku tak tahan juga,” gumam Sultan Harun Al Rasyid.

Si Badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran hingga ia pun menjadi marah karena merasa rugi membeli budak yang bodoh. “Hai Badui! Cukup hentikan semua ini, aku tak tahan,” kata sang Sultan.

“Kurang ajar, kau budakku harus patuh kepadaku!” kata Badui itu sembari memukul baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang, ia menjerit keras saat dipukul kayu. 

“Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun AI Rasyid,” kata Baginda sambil menunjukkan tanda kerajaannya. Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal baginda raja. Ia pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah padanya. Baginda raja mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.