Sukses

Ada yang Masih Chatingan saat Khutbah Jumat? Hati-Hati, Begini Hukumnya

Begini hukum chattingan saat khutbah Jumat berlangsung

Liputan6.com, Jakarta - Masih sering kita jumpai fenomena orang asyik chattingan baik melalui jejaring Facebook, WhatsApp maupun lainnya, di saat pelaksanaan khutbah Jumat. Ini marak terjadi di kota-kota besar hingga pedesaan.

Memang chatting bisa menjadi kegiatan yang asyik dan menyenangkan. Chatting merupakan cara populer untuk berinteraksi dengan teman, keluarga, atau rekanrekan secara cepat dan mudah, terutama dalam dunia yang semakin terhubung secara digital seperti saat ini.

Sebenarnya kita bisa menikmati chatting dan aktivitas digital lainnya di waktu dan tempat yang tepat, sambil tetap menghormati lingkungan di sekitar dan mengikuti etika yang sesuai

Bagaimana hukum chattingan saat khutbah Jumat berlangsung? Semua ulama sepakat bahwa berbicara pada saat khutbah Jumat berlangsung hukumnya adalah makruh.

Hal itu dipertegas oleh pendapat Imam Syafi’i, serta jika ia melakukan perbuatan demikian, maka sama saja ia telah melakukan perbuatan menganggur (tiada guna).

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Kehilangan Keuatamaan Sholat Jumat

Mengutip muslim.or.id perlu diketahui bahwa berbicara pada saat khutbah Jumat berlangsung hukumnya adalah makruh dan sama saja ia telah melakukan perbuatan yang menganggur.

Maksud dari kata menganggur adalah hukum salat Jumatnya tetap sah, namun ia tidak mendapatkan keutamaan-keutamaan salat Jumat.

Hal ini pernah dijelaskan oleh Syaikh Jalaludin As-Suyuthi pada saat beliau menjelaskan redaksi hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:

إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت

Artinya:

”Jika kamu katakan pada temanmu, “Diamlah”, di hari Jumat saat khatib berkhotbah, maka kamu telah melakukan perbuatan menganggur (tiada guna).” (HR. Muslim)

 

3 dari 4 halaman

Apakah Berbeda Bicara dan Chatinggan?

Syaikh Jalaludin As-Suyuthi menjelaskan:

قال نضر بن شميل معناه خبت من الأجر وقيل بطلت فضيلة جمعتك وقيل صارت جمعتك ظهرا قال الحافظ ابن حجر ويشهد للقول الأخير حديث أبي داود من لغا وتخطّى رقاب الناس كانت له ظهرا قال ابن وهب أحد رواته معناه أجزأت عنه صلاة وحرم فضيلة الجمعة

Artinya:

”Nadlr bin Sumair berkata, makna hadis tersebut adalah, kamu merugi dari pahala. Pendapat lain, batal keutamaan shalat Jumat.

Pendapat lain, Jumatmu menjadi dzuhur. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata pendapat terakhir didukung oleh hadistnya Abu Daud,

Barangsiapa yang menganggur dan melangkahi leher manusia, maka Jumat baginya menjadi shalat dzuhur.

Ibnu Wahab salah satu perawi hadist tersebut berkata, tercukupi baginya shalat Jumat dan ia terhalang dari keutamaannya shalat Jumat.” (Syekh Jalaludin As-Suyuthi, Hasyiyah al-Suyuthi ‘ala Sunan An-Nasa’i, Juz. 2)

Melihat dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa berbicara pada saat khotbah berlangsung hukumnya makruh dan perbuatan tersebut dapat menghilangkan keutamaan-keutamaan sholat Jumat.

Sehingga oleh dalam hadits tersebut diibaratkan perbuatan yang tidak ada gunanya.

Namun, pada hadis dan keterangan para ulama di atas konteksnya adalah berbicara menggunakan lisan yang biasa dilakukan manusia pada umumnya dan itu berbeda dengan aktivitas berbicara dengan chattingan menggunakan aplikasi WhatsApp atau Facebook.

4 dari 4 halaman

Apakah Sama Menulis dan Berbicara?

Lantas apakah perbuatan tersebut tetap sama hukumnya dengan aktivitas berbicara menggunakan lisan?

Jawabanya adalah, iya tetap sama. Karena pada dasarnya tujuan dari perintah untuk diam Ketika khotbah Jumat berlangsung adalah agar para jama’ah salat Jumat hendaknya mendengarkan nasehat-nasehat khatib yang selalu mengajak untuk bertakwa kepada Allah SWT.

Maka jika kita berbicara pada saat khotbah Jumat berlangsung itu dapat mengganggu konsentrasi kita ataupun jamaah lain untuk mendengarkan dan mengambil pelajaran dari apa yang disampaikan oleh khatib.

Hal itu sama saja dengan berbicara melalui chatting dengan aplikasi WhatsApp atau Facebook, kesamaannya adalah keduanya sama-sama dapat mengganggu konsentrasi dalam mendengarkan nasihat-nasihat dari khatib.

Dalam kaidah ushul fikih dijelaskan bahwa tulisan kedudukannya sama dengan perkataan.

الكتاب كالخطاب

Artinya: ”Tulisan (aktivitas menulis) sama dengan perkataan.”

Jika mengacu pada kaidah ushul fikih diatas, maka dapat disimpulkan bahwa percakapan tertulis baik melalui aplikasi WhatsApp, Facebook dan sejenisnya, maka dapat dikatakan sama saja dengan percakapan melalui lisan, meskipun itu tidak mengeluarkan suara seperti yang terdapat dalam percakapan menggunakan lisan. Wallahu A’lam.

Penulis: Nugroho Purbo