Liputan6.com, Jakarta - Sosok Soekarno dan Fatmawati tak asing bagi masyarakat Indonesia. Soekarno adalah presiden Indonesia pertama, sedangkan Fatmawati adalah ibu negara pertama.
Jasa kedua pahlawan nasional ini juga sangat besar bagi bangsa Indonesia. Soekarno adalah proklamator kemerdekaan Indonesia. Ada riwayat panjang perjuangannya demi kemerdekaan.
Advertisement
Baca Juga
Sementara, Fatmawati adalah penjahit bendera merah putih, yang kita kita kenal sekarang dengan bendera pusaka.
Namun, tak banyak yang mengetahui aktivitas lain keduanya sebelum menikah. Keduanya, diketahui adalah aktivis Muhammadiyah.
Soekarno aktif di persyariakatan Muhammadiyah saat di Bengkulu. Sementara, Fatmawati memang lahir dari keluarga Muhammadiyah.
Beranjak remaja, Fatmawati menjadi aktivis Aisyiyah. Dari forum-forum diskusi aktivis Muhammadiyah-Aisyiyah inilah, Soekarno bertemu dengan belahan hatinya, Fatmawati.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Pertemuan Soekarno dan Fatmawati
Istri pahlawan proklamasi Soekarno, Fatmawati adalah putri dari pasangan Hasan Din dan Siti Chadijah. Keduanya merupakan tokoh Muhammadiyah dan Aisyiyah di Bengkulu.
Fatmawati merupakan istri ketiga Soekarno, setelah Siti Oetari Tjokoraminoto dan Inggit Ginarsih. Dua istri pertama telah diceraikan ketika Bung Karno menikahi Fatmawati.
Fatmawati lahir di kampong Pasar Malabero Bengkulu pada 5 Februari 1923. Dia dibesarkan dalam lingkungan yang taat beragama. Hasan Din adalah seorang Konsul Muhammadiyah Bengkulu.
Dia juga seorang pegawai perusahaan milik Belanda di Bengkulu (Borneo Sumatera Maatschappij). Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan terbesar milik Belanda di Indonesia saat itu. Sedangkan Ibu Siti Chadijah adalah aktivis ‘Aisyiyah Cabang Bengkulu.
Sejak kecil, Fatmawati telah belajar agama Islam antara lain membaca dan menulis Al-Qur'an pada sore hari kepada datuknya dan kepada seorang guru agama Islam. Sejak kecil sudah kelihatan bakat seninya terutama seni membaca Al-Qur'an dan sangat supel dalam bergaul.
Kepintarannya membaca Al-Qur'an pernah ditunjukkan pada pembukaan Kongres Muhammadiyah di Palembang tahun 1936. Di bidang lainnya, Fatmawati tertarik pada filsafat Islam dan gender dalam Islam. Terlebih setelah Fatmawati menjadi aktivis Aisyiyah, sebuah organisasi dalam naungan Muhammadiyah.
Advertisement
Bung Karno Kesengsem
Mengutip umy.ac.id, Ketika beliau berumur 6 (enam) tahun , ia masuk Sekolah Gedang (sekolah rakyat), namun kemudian pindah ke HIS (Hollandsche Inlance School), sekolah berbahasa Belanda (1930).
Ketika duduk di kelas 3 (tiga), Fatmawati dipindahkan lagi oleh ayahnya ke HIS Muhammadiyah. Fatmawati sejak remaja sudah aktif di Muhammadiyah melalui Nasyi’atul Aisyiah/NA Bertemu Bung Karno Fatmawati bertemu dengan Bung Karno dimulai tahun 1938.
Saat itu, Bung Karno dipindahkan oleh Kolonial Belanda dari Pengasingan di Ende (Flores) ke Bengkulu. Bersamaan itu, keluarga Hasan Din pindah ke Bengkulu setelah 3 (tiga) tahun tinggal di Curup. Kepindahan ini karena hasrat Hasan Din untuk mengenal lebih dekat pada Bung Karno yang sangat dikaguminya itu.
Bung Karno ketika di Bengkulu aktif di Persyarikatan Muhammadiyah, bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Bagian Pengajaran. Dalam melaksanakan kegiatannya di Muhammadiyah inilah maka persahabatan keluarga Hasan Din dan Bung Karno semakin akrab.
Mereka saling berkunjung dan Fatmawati sering diajak ayahnya untuk bersilaturrahmi dengan Bung Karno. Pada masa itu, Bung Karno ditemani isterinya bernama Inggit Garnasih, wanita berasal dari Bandung dan anak angkatnya bernama Ratna Juami.Â
Seperti disebut, Fatmawati adalah sosok aktivis perempuan yang telah mempelajari hukum, filsafat, hingga gender dalam perspektif Islam. Karena itu, Fatmawati kerap diajak berdiskusi. Dari saling silaturrahmi yang semakin akrab inilah, lama kelamaan Bung Karno tertarik pada Fatmawati.
Menjadi Ibu Negara dan Ibu 5 Orang Anak
Dari sini Bung Karno ingin memperistri Fatmawati. Namun Fatmawati berkeberatan karena Bung Karno telah beristri Inggit Garnasih. Sedangkan Inggit Garnasih yang telah menikah 18 tahun belum ada tanda-tanda hamil.
Dalam perkembangannya dengan berbagai pertimbangan, Fatmawati menerima lamaran Bung Karno dengan syarat tidak mau dimadu. Maka secara baik-baik, Inggit diceraikan dan diserahkan kepada orang tuanya di Bandung. Akhirnya Fatmawati menikah dengan Bung Karno di Bengkulu tanggal 1 Juni 1943.
Sebagai isteri seorang pejuang, Fatmawati mendampingi Bung Karno yang sedang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Ketika Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan Bung Karno dan Bung Hatta tanggal 17 Agustus 1945, Fatmawati telah dikaruniai putra pertama yang diberi nama Guntur yang kemudian dikenal dengan Guntur Sukarno Putra.
Para petinggi Jepang saat itu menyambut gembira atas kelahiran putra pertama itu. Bahkan Jendral Yamamoto menyebut Guntur dengan nama Osamu. Saat itu, Fatmawati menyaksikan bendera Merah Putih berkibar pertama kali di bumi pertiwi. Bendera itu dijahit sendiri oleh Fatmawati.
Ketika secara resmi Bung Karno diangkat sebagai Presiden RI yang pertama, maka otomatis Fatmawati menjadi Ibu Negara yang harus mendampingi Bung Karno dalam berbagai kegiatan resmi kenegaraan.
Dari pernikahan keduanya, lahirlah lima anak, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Fatmawati meninggal dunia pada 14 Mei 1980. (sumber: library.umy.ac.id dan literatur lainnya)
Tim Rembulan
Advertisement