Sukses

Isyarat Syaikhona Kholil Bangkalan Usap Kepala Bung Karno di Balik Kemerdekaan RI

Dalam perjalanannya, Bung Karno membutuhkan nasihat-nasihat dari kalangan ulama, di antaranya adalah mahaguru para kiai dari Madura, Syaikhona Kholil Bangkalan.

Liputan6.com, Jakarta - Kemerdekaan adalah sebuah anugerah yang Allah SWT berikan kepada masyarakat Indonesia sejak 78 tahun lalu. Tepat pada 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya.

Indonesia merdeka tidak terlepas sinergitas antara ulama dan umara. Sejak zaman penjajahan, para kiai bersama santrinya ikut berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah.

Ulama tidak bisa berjalan sendirian. Mereka juga membutuhkan pemimpin yang dapat membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia. Salah satu pemimpin yang dipercayakan kala itu adalah Ir. Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama di Indonesia.

Dalam perjalanannya, Bung Karno membutuhkan nasihat-nasihat dari kalangan ulama. Di antaranya adalah mahaguru para kiai dari Madura, Syaikhona Kholil Bangkalan

Mengutip situs Lirboyo.net, Bung Karno sowan kepada Mbah Kholil sebelum menjadi presiden pertama bersama KH Abdul Wahid Hasyim. Momen ini merupakan sepenggal cerita di balik kemerdekaan Indonesia.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Isyarat Mbah Kholil

Saat sowan tersebut, Bung Karno didoakan dan diusap kepalanya oleh Mbah Kholil. Usapan itu menjadi isyarat Mbah Kholil bahwa Bung Karno akan menjadi orang istimewa suatu hari nanti.

Pada waktu itu, apabila Mbah Kholil mengatakan atau melakukan sesuatu yang mengandung sebuah makna biasanya terdapat isyarat tertentu.

Ternyata benar, Bung Karno di kemudian hari menjadi salah satu pahlawan yang berperan besar dalam kemerdekaan Indonesia hingga akhirnya diangkat sebagai presiden pertama.

Kisah ini dikuatkan oleh pemerhati sejarah sekaligus penulis Jombang, Wiji Mulyo Maradianto atau akrab disapa Dian Sukarno. Ia menjelaskan, ketika Bung Karno dan KH Wahid Hasyim bertamu ke Mbah Kholil di Bangkalan, Mbah Kholil mengusap kepala Bung Karno dan menepuk pundak KH Wahid Hasyim.

“Dalam bahasa isyarat itu diartikan sebagai Bung Karno menjadi Presiden RI dan KH Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama RI waktu itu,” jelas Dian Sukarno penulis buku Candradimuka ‘Trilogi Spiritualitas Bung Karno’. Beliau mendapat cerita ini dari Gus Zaki.

3 dari 3 halaman

Didoakan

Dalam cerita lain, cucu Mbah Kholil mengatakan bahwa saat kakeknya masih hidup pernah didatangi oleh Bung Karno. Maksud kedatangan Bung Karno untuk meminta doa ke Mbah Kholil agar orangtuanya diberi kesehatan setelah sakit yang cukup lama.

Saat itu belum ada jembatan Suramadu, sehingga harus menaiki kapal untuk menyeberang Selat Madura. Sesampainya, Bung Karno mengutarakan maksud dan tujuannya.

"Mbah Kholil akhirnya ambilkan sebotol air, dibacakan doa. Lalu Bung Karno disuruh membawanya dan disuruh membuangkan air itu di tengah-tengah perjalannya melewati lautan," kata Kiai Zubair yang juga Pengasuh Pesantren Nurul Kholil, dikutip dari merdeka.com.

Bung Karno menuruti perintah Mbah Kholil, membuang airnya yang diperkirakan saat itu jam dua siang. Setibanya di rumah, orangtua Bung Karno telah meninggal.

"Dan beliau diberitahu juga, kalau orang tuanya meninggal jam dua. Berarti, tepat saat Bung Karno membuang air ke laut itu," tuturnya.

Dari kisah tersebut dapat diketahui bahwa seorang Soekarno memiliki hubungan yang baik dengan para ulama. Sinergitas itu bukan hanya kepada Mbah Kholil saja, tapi juga dengan banyak tokoh-tokoh kiai lainnya. Termasuk juga adalah Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari, KH. Mahrus Ali, dan KH Abdul Wahab Hasbullah.