Sukses

Menguak Sisi Lain Gus Iqdam, Ternyata Anak Racing dan Nakal

Membuka sisi lain Gus Iqdam yang ternyata anak racing

Liputan6.com, Jakarta - Segala hal tentang Gus Iqdam selalu menarik disimak. Salah satunya, masa mudanya.

Selayaknya anak muda dan gus lainnya, seperti pengakuannya, ternyata Gus Iqdam juga nakal dibanding dengan saudara-saudaranya yang lain. Dia menyebut dirinya sebagai anak racing.

Anak racing merupakan salah satu sebutan bagi anak-anak yang suka balap motor. Pendiri Majelis Ta'lim Sabilu Taubah (ST) sampai sekarang pun masih suka main motor, namun waktunya sangat terbatas sehingga hanya even tertentu saja ia main motor.

Pemilik nama Muhammad Iqdam Kholid itu terakhir menjadi joki drag motor adalah saat membuka kegiatan Kangean Drag Championship 2023 di Kanigoro, Kabupaten Blitar.

Bahkan, Gus Iqdam yang mengenakan jaket hoodie hitam dan berpeci hitam, berani mencoba trek balap lurus dengan menggunakan sepeda motor Ninja merahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Disuruh Mondok Bapaknya agar Pantas Cucu Kiai

Mengutip jombang.nu.or.id, saat MTs, Gus Iqdam menyebut dirinya anak paling nakal karena ia mempunyai hobi racing. Kala itu ia masih belum sadar bahwa panggilan 'Gus' pada dirinya dianggap hanya guyonan semata.

Gus Iqdam merasa menjadi anak yang paling nakal di keluarganya. Ia menerangkan, ketiga saudaranya masing-masing sukses dalam kehidupannya. Saudara pertama merupakan hafidhoh, orang yang hafal Al-Qur'an. Saudara kedua kuliah di Universitas Brawijaya Malang sambil mondok di Malang dan diambil menantu oleh Kiainya. Sedangkan saudara yang ketiga mempunyai suami alumni pondok yang juga hafal Al-Qur'an.

"Saya bingung besok mau jadi apa, akhirnya bapak saya bilang begini: le mondok o, ngkok mondok gae pantes-pantesan putune mbah yai. Mosok putune mbah yai ora tau mondok? (Nak, mondoklah, nanti mondok buat pantas-pantasan cucunya Kiai. Masa cucunya Kiai tidak pernah mondok?)," jelas Gus Iqdam.

Pada awalnya, Gus Iqdam tidak mau mondok karena hobinya cinta dengan motor. Namun setelah dibujuk oleh abahnya, Gus Iqdam pun mondok tidak lama, hanya pantas-pantasan saja, tidak diniati mencari ilmu.

"Akhirnya ya sudah, saya setelah mondok harus dituruti apa saja. Setelah saya mengetahui abah saya memondokkan akhirnya saya kagum, saya kira abah saya ya ssperti kiai kampung biasa. Saya tidak menyangka abah mempunyai trik untuk memondokkan anaknya. Akhirnya saya mondok tenanan, pertama di Queen Al-Falah Ploso Kediri, ini muassisnya Kiai Munif Dzajuli," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Ini Alasan Gus Iqdam Dipanggil Gus

Seperti diketahui, pengajian rutinan yang digelar Gus 'Dekengan Pusat' itu bertempat di Pondok Pesantren Mambaul Hikam II Karanganyar Blitar yang dilaksanakan setiap Senin malam Selasa. Rutinan itu diiringi pembacaan shalawat grup hadrah Sabilu Taubah. Jamaah yang hadir pun bangga menyebut dirinya 'ST Nyell'.

Ia dipanggil dengan sebutan 'Gus', karena ia juga merupakan cucu dari Kiai. Kiai itu bernama Romo Kiai Zubaidil Abdul Ghofur. Ia (Kiai Zubaidil Abdul Ghofur) ialah putra dari Kiai Ghofur yang merupakan pendiri Pesantren Mambaul Hikam Mantenan Blitar, salah satu pesantren tertua di Blitar barat sekaligus Mursyid Thoriqoh. "Jadi itulah silsilah saya kenapa seorang Iqdam itu dipanggil Gus, padahal rumahnya juga di desa, di pelosok Karanganyar, tidak masyhur," katanya.

Dari situ, Gus Iqdam menjelaskan bahwa Kiai Abdul Ghofur mempunyai seorang putri. Putri itu tidak lain adalah ibu dari Gus Iqdam. Ia sendiri merupakan anak terakhir yang terlahir dari ibunya.

"Lha karena saya ini dipanggil Gus, karena saya juga tahu seorang Gus itu harus bisa memantaskan diri bagaimana. Masa dipanggil Gus tapi tidak bisa ngaji? Malah malu. Sudah di mana-mana dipanggil Gus itu harus bagaimana? Saya mikir begitu," ujarnya.

Gus Iqdam kemudian berusaha memantaskan diri agar panggilan 'Gus' itu tidak hanya panggilan semata. Menurutnya, seorang 'Gus' dalam hidupnya minimal mempunyai kesibukan mengaji, paling tidak berjuang untuk umat. Akhirnya, sedikit-sedikit Gus Iqdam memperdalam ilmu agama. Ia pun tidak menyebutkan secara persis kapan ia mulai menimba ilmu di pesantren. Yang jelas, ia mulai mondok sejak lulus dari Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Penulis: Nugroho Purbo

Â