Sukses

Top 3 Islami: Kisah Gus Muwafiq Jalan di Atas Laut, Kenapa Orang Muhammadiyah Tidak Tahlilan?

Tanpa disadari, Gus Muwafiq sudah berjalan dan bahkan berlari di atas air laut. Artikel ini mendapat perhatian lebih dari pembaca kanal Islami, bersama dua artikel lainnya, yakni hukum tahlilan menurut Muhammadiyah dan pandangan tentang tahlilan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan

Liputan6.com, Jakarta - Kiai-kiai alim diberkahi karomah. Di Indonesia, beragam kisah karomah kiai populer diperdengarkan di pesantren dan kalangan masyarakat.

Namun, biasanya karomah itu terjadi pada kiai-kiai sepuh, yang diyakini sudah setaraf waliyullah. Jarang kiai muda yang dikisahkan karomahnya, meski tak tertutup kemungkinan juga terjadi.

Salah satunya adalah kisah tatkala Gus Muwafiq berjalan di atas laut. Kala itu, dia hendak mengambil air Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.

Tanpa disadari, Gus Muwafiq sudah berjalan dan bahkan berlari di atas air laut.

Artikel ini mendapat perhatian lebih dari pembaca kanal Islami, bersama dua artikel lainnya, yakni hukum tahlilan menurut Muhammadiyah dan pandangan tahlilan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.

Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.

 

Selengkapnya Baca di Sini:

2 dari 4 halaman

1. Kisah Gus Muwafiq Berjalan di Laut Ambil Air Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani

Percayakah Anda, jika KH Ahmad Muwafiq atau akrab disapa Gus Muwafiq bisa berjalan, bahkan berlari di atas air laut?

Jika menggunakan logika, kisah semacam ini tentu tidak logis. Namun ini nyata terjadi, Gus Muwafiq mengibaratkannya seperti cinta yang tak bisa dilogiskan.

Kisah ini konon terjadi saat rencana pembentukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Muwafiq diminta tirakat mengambil air Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.

Namun yang mengetahui di mana air Syekh Abdul Qodir Jaelani berada hanya ulama sepuh yaitu Mbah Dimyati.

Gus Muwafiq pun kemudian berproses mencari dan menghadap ke Mbah Dimyati. Gus Muwafiq bertanya di mana air Syekh Abdul Qadir Al-Jailani bisa didapatkan.

Selengkapnya baca di sini

3 dari 4 halaman

2. Mengapa Tidak Ada Tahlilan di Muhammadiyah? Simak Penjelasan dan Hukumnya

Tahlilan atau selamatan orang meninggal biasa dilakukan oleh sebagian umat Islam Indonesia. Tahlilan biasanya digelar mulai sehari hingga tujuh hari setelah kematian. Kemudian dilanjut 40 hari dan 100 hari setelah kematian.

Dalam acara tahlilan biasanya dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa untuk memohon ampun agar mendapat rahmat Allah SWT. Selain itu, selama acara tahlilan juga sering diisi dengan pembacaan sholawat dan dzikir.

Dalam praktiknya, tidak semua muslim Indonesia menggelar acara tahlilan saat ada orang yang meninggal dunia. Kebanyakan yang mengadakan tahlilan adalah kalangan Nahdliyin atau umat Islam yang mengamalkan amaliyah organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Bagi warga NU, tahlilan sudah menjadi hal biasa dan sering diamalkan ketika ada orang yang meninggal. Namun berbeda dengan Muhammadiyah. Organisasi Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini tidak mengadakan tahlilan saat ada orang yang meninggal.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, terutama bagi umat Islam yang mengamalkan tahlilan. Mengapa tidak ada tahlilan di Muhammadiyah? Apa dasar hukumnya?

Mari simak penjelasan berikut agar mengetahui pandangan Muhammadiyah tentang tahlilan yang sering dijumpai ketika ada orang yang meninggal dunia.

Selengkapnya baca di sini

4 dari 4 halaman

3. Ternyata KH Ahmad Dahlan Muhammadiyah Tak Persoalkan Tahlilan, Kata UAH

Bagi kalangan Nahdliyin, menyelenggarakan tahlilan saat ada orang meninggal sudah biasa dilakukan. Sebaliknya, warga Muhammadiyah tidak melaksanakan tahlilan ketika ada orang meninggal.

Perbedaan pemahaman ini kerap menjadi bahan diskusi dan perdebatan. Tak sedikit dari mereka yang mempersoalkan ini mempertahankan argumennya dan seolah pendapat dialah yang benar.

Jika ditelisik ke belakang, ternyata kalangan elite Muhammadiyah sendiri tak mempermasalahkan tahlilan. Lebih luasnya lagi, KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama) tak mempersoalkan perbedaan dalam bidang fikih dan akidah.

Hal tersebut disampaikan Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam Simposium Satu Abad NU di Surabaya beberapa waktu lalu. Simposium itu juga dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.

“Ternyata dulu hubungan KH Ahmad Dahlan dengan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari itu tak ada masalah di fikih, akidah. Problem-nya muncul kemudian karena ada irisan-irisan yang sesungguhnya tak ada kaitan langsung dengan fikih,” ungkap UAH dikutip dari tayangan YouTube PAN Jatim, Sabtu (19/8/2023).

Selengkapnya baca di sini