Sukses

Kisah KH Abdul Karim Dirikan Ponpes Lirboyo di Daerah Wingit, Jin Jadi Santri

KH Abdul Karim mendirikan Ponpes Lirboyo di daerah yang dikenal wingit dan dihuni jin untuk beranak pinak. Tak hanya itu, karena jarang terjamah, tempat tersebut juga menjadi persembunyian bromocorah dan begal

Liputan6.com, Kediri - Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo berdiri pada tahun 1910. Adalah Almaghfurlah KH Abdul Karim sosok pendiri pesantren besar di Kediri, Jawa Timur ini.

Ponpes Liboyo kini menjadi pesantren dengan ribuan santri dan menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia. Gedungnya megah, lagi luas.

Siapa sangka, dahulu, wilayah ini wingit dan ditakuti. Kala itu, digambarkan lokasinya masih berupa belantara.

Konon, tempat ini juga wingit dan dihuni jin untuk beranak pinak. Tak hanya itu, karena jarang terjamah, tempat tersebut juga menjadi persembunyian bromocorah dan begal.

Tak jarang, mereka mencegat saudagar yang lewat. Pendek kata, berkebalikan dengan sekarang, pada masa itu lokasi ini begitu dijauhi oleh masyarakat.

Namun kini Ponpes Lirboyo menjadi dambaan orangtua dan santri-santri dari seluruh penjuru Indonesia. Belasan ribu santri menuntut ilmu di pesantren ini.

KH Abdul Karim mendirikan Ponpes Lirboyo dengan perjuangan yang luar biasa berat. Namun atas kehendak Allah SWT, semuanya bisa terlewati.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Teror Makhluk Kasatmata Maupun Makhluk Gaib

Adalah KH. Abdul Karim, menantu dari KH Sholeh Banjar Melati, sang maha guru, sosok di balik kesuksesan Pondok Pesantren Lirboyo. Manab, nama kecilnya, bukanlah putra kiai terkenal yang sangat disegani, melainkan seorang petani biasa dari Magelang yang menggantungkan hidupnya setiap hari dari sepetak tanah.

Satu kalimat yang terkenal di Lirboyo “Tanpa nasab ilmu pun jadi”.

Dengan berbekal nasi satu bakul, sayur satu mangkuk dan selembar tikar, Kiai Sholeh serta Kiai Asy’ari mengantar Kang Manab menuju Lirboyo pada malam hari. Setelah kedua mertua dan kakak iparnya kembali praktis ia sendirian, sebab Nyai Dlomroh, sang istri, baru menyusul dua hari setelahnya dengan hanya berbekal sedikit beras, kayu bakar dan seekor ayam blorok.

Sebagai pendatang baru di Lirboyo, bukan sambutan hangat yang menyapa, malahan caci maki dan teror yang terus menghampiri Kiai Abdul Karim dan sang istri. Hal ini maklum, sebab dengan hanya terdiri dari 41 keluarga yang masih jauh dari agama Islam, banyak yang tidak suka dengan kedatangan keduanya.

"Teror tidak hanya datang dari mereka yang tampak, para penghuni Lirboyo yang tidak tampak pun turut mengganggu dan meneror," dikutip dari Lirboyo.net.

3 dari 4 halaman

Jin Ikut Ngaji

Akan tetapi, Kiai Abdul Karim kita bukanlah sekedar pendatang biasa. Beliau adalah sang panutan, cerminan bagi berjuta-juta santrinya kelak.

Dengan kedalaman ilmu yang didapatkan selama berpuluh tahun dari gurunya, Syaikhona Kholil Bangkalan, menjadi as-shohib bil al-janmbi, lafadz-lafadz al-Quran dan hadist bukan sekedar bacaan, melainkan telah melekat pada pribadi kekasih Allah Swt. tersebut.

Dalam diamnya, sang kyai dengan lantang berteriak seolah ingin mengajarkan kepada murid-muridnya hadis Rasulullah Saw.

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang kuat bukan mereka yang sering menang gulat, orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya.” (HR. Al-Bukhori)

Kesabaran adalah kemenangan, melawan aliran air hanya akan membuat kita hanyut, dengan sabar KH. Abdul Karim menghadapi tetangga yang memusuhi sembari perlahan-lahan menyampaikan ajaran nabi lewat bahasa laku dan sopan santun.

Bahkan, menurut penuturan KH. Effendi Mursyad, salah satu murid dan khodim KH. Abdul Karim, banyak santri dari bangsa jin yang diajar oleh KH Abdul Karim. Konon oleh beliau jin yang nakal dan sering mengganggu santri, digendongi lalu ditempatkan di dempul.

Demikianlah, dengan kesabaran Lambat laun, sifat antipati menjadi simpati, penolakan menjadi sambutan hangat. Hingga akhirnya Lirboyo bisa seperti sekarang ini.

4 dari 4 halaman

Karomah KH Abdul Karim

Bahkan, menurut penuturan KH. Effendi Mursyad, salah satu murid dan khodim KH. Abdul Karim, banyak santri dari bangsa jin yang diajar oleh KH Abdul Karim. Konon oleh beliau jin yang nakal dan sering mengganggu santri, digendongi lalu ditempatkan di dempul.

Demikianlah, dengan kesabaran Lambat laun, sifat antipati menjadi simpati, penolakan menjadi sambutan hangat. Hingga akhirnya Lirboyo bisa seperti sekarang ini.

Karomah lainnya, adalah kisah KH Abdul Karim berangkat haji. Belum sempurna jika KH. Abdul Karim belum menunaikan rukun Islam kelima, haji.

Karena itu, setelah kebutuhan santri dipenuhi, dia berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji.

Awalnya, dia mau menjual tanah untuk biaya haji, tapi sebelum tanah itu terjual, kabar keberangkatan ternyata sudah tersiar.

Dari kabar itulah, banyak penduduk yang ingin mengucapkan selamat dan memberikan tambahan bekal.

Anehnya, dari uang pemberian itu terkumpul uang banyak dan sudah bisa digunakan pergi haji dengan tanpa harus menjual tanah.

Akhirnya, KH. Abdul Karim pun berangkat ke tanah suci dan sepulang dari tanah suci itu, kiai Manab mengganti namanya menjadi KH Abdul Karim. (Sumber: Lirboyo.net)

Tim Rembulan