Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) selalu menjadi primadona dalam konstelasi politik lima tahun sekali, termasuk Pemilu 2024 nanti.
Dengan lebih dari 50 juta anggota aktif, NU menjadi lumbung suara terbesar di Indonesia dan menjadi barometer kekuatan aktor politik. Maka tak jarang NU diseret-seret, diatasnamakan, bahkan diperdaya oleh para politikus.
Advertisement
Baca Juga
Inilah yang diwaspadai oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Bahkan, dengan ucapan sedikit sarkas, Gus Yahya menyebut tak ingin NU diseret-seret layaknya kerbau.
Gus Yahya berupaya keras menarik garis demarkasi NU dengan politik praktis, sebagaimana khitah 1926, bahwa NU bukan partai politik. Namun, NU tetap jadi rebutan.
Hal ini bisa dilihat dari sejumlah nama yang beredar sebagai bacawapres yang sebagian besarnya adalah manifestasi NU.
Bagaimana NU dalam Pilpres 2024, selengkapnya mari simak Top 3 Islami.
Simak Video Pilihan Ini:
1. Duet Anies-Cak Imin, Bagaimana Suara NU?
Sekretaris Umum (Sekum) Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Nasyirul Falah Amru atau Gus Falah meyakini bahwa suara warga nahdiyin tidak otomatis mendukung duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar karena ada PKB dalam koalisi.
“Suara NU di PKB berapa sih, hanya 10 persen. Jumlah itu tidak akan berpengaruh sama sekali apalagi capresnya Anies Baswedan, warga NU pasti mikir,” kata Gus Falah di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, warga NU cerdas dalam menentukan pilihan politik sehingga tidak memilih hanya pada satu partai politik.
Dia mengatakan PBNU tidak pernah menginstruksikan para nahdiyin untuk memilih salah satu parpol, misalnya PKB.
Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menegaskan bahwa PBNU memberikan kebebasan kepada nahdiyin untuk menentukan pilihan politiknya sesuai hati nurani dan pilihan terbaik untuk bangsa serta negara.
Gus Falah meyakini bahwa koalisi Anies-Cak Imin tidak akan menggerus suara Ganjar di basis suara NU. Ganjar menurut dia, sebagai warga NU dan Nyai Siti Atikoh (istri Ganjar) yang merupakan putri ulama NU, pasti menggunakan strategi warga NU untuk menggaet suara nahdiyin.
Advertisement
2. Tegas! Ketum PBNU Gus Yahya Minta Capres-Cawapres Tak Mengatasnamakan NU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf meminta bakal calon presiden dan calon wakil presiden tak mengatasnamakan Nahdlatul Ulama dalam Pemilihan Presiden 2024.
“Jangan ada calon mengatasnamakan NU. Kalau ada calon mengatasnamakan (NU), kredibilitasnya atas nama perilakunya sendiri-sendiri, bukan atas nama NU,” ujar Gus Yahya, sapaan akrabnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan secara struktural, NU maupun kiai-kiai NU juga tidak akan memberikan dukungan kepada calon tertentu.
“Kalau ada klaim, kiai-kiai NU merestui, itu sama sekali tidak betul. Selama ini tidak ada pembicaraan terkait calon presiden atau wakil presiden,” katanya, dikutip Antara.
3. Bagaimana NU dan Jokowi Pengaruhi Kemenangan Capres 2024?
Pakar sosiologi politik sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi menyebut Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpotensi untuk menentukan kemenangan calon presiden (capres) 2024.
Kuskridho mengatakan hal itu melihat survei berbagai lembaga yang menyatakan jarak keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berselisih tipis dan masih masuk dalam batas galat (margin of error).
“Data dari lembaga survei kredibel menunjukkan bahwa jarak Pak Prabowo dan Pak Ganjar masih dalam rentang margin of error. Kalau dengan Mas Anies memang agak jauh jaraknya, jadi kita coba menganalisis yang jaraknya dekat dulu, antara Pak Ganjar dan Pak Prabowo,” kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis, dikutip Antara.
Dengan hasil survei yang masih dalam rentang batas galat, kata dia, maka apabila survei Ganjar Pranowo ditambah 2 persen dan Prabowo dikurangi 2 persen atau sebaliknya; diperlukan suara tambahan 5–7 persen bagi Prabowo maupun Ganjar untuk memenangkan Pilpres 2024.
“Ketika 5 sampai 7 persen itu dibutuhkan, NU sebagai basis massa terbesar di Indonesia, saya kira sangat bisa,” ujar Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010–2019 itu.
Advertisement