Liputan6.com, Jakarta - Mengalami mimpi menjadi suatu yang wajar bagi seseorang ketika tidur. Terkadang banyak yang mengartikan mimpi tersebut dengan beberapa hal yang akan terjadi.
Bermimpi adalah proses yang sangat emosional dari amigdala (pusat emosional di otak), yang aktif selama tidur. Mungkin kita pernah terbangun dari mimpi yang sangat meresahkan atau aneh, kemudian bertanya-tanya, mengapa bisa memimpikan hal-hal tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Banyak juga mimpi yang berkaitan dengan kematian yang menjadikannya mimpi buruk. Mimpi tentang tersebut terjadi atas beberapa hal seperti bermimpi tentang kematian dirinya sendiri, orang lain, maupun orang terdekatnya.
Mengenai arti dari mimpi-mimpi tersebut sudah ada beberapa ulama Islam yang ahli dalam bidang tafsir mimpi yang menterjemahkannya. Dilansir dari laman NU online, ada enam perincian tafsir mimpi meninggal dunia yang dirangkum dalam kitab at-Ta’bir fi ar-Ru’ya karya Abi Sa’id Nasr bin Ya’qub ad-Dinawari.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tafsir Mimpi Meninggal Dunia
Pertama, jika ia bermimpi dirinya meninggal dan ia menyaksikan tanda-tanda kematiannya seperti sakit, menangis, maka mimpi ini menunjukkan bahwa ia sedang dalam kondisi buruk dalam menjalankan ajaran agamanya. Tafsir mimpi demikian disandarkan pada ayat:
أَوَ مَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ
“Apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan?” (QS. Al-An’am: 122).
Para ulama tafsir Al-Qur’an mengartikan “orang yang sudah mati” dalam ayat di atas sebagai orang musyrik yang memiliki ajaran agama yang tidak benar. Berdasarkan arti ayat di atas, saat seseorang mengalami mimpi dirinya mati dan disertai tanda-tanda kematiannya, maka itu menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan tidak baik dalam menjalankan ajaran agamanya.
Kedua, jika bermimpi dirinya meninggal, namun tidak disertai tanda-tanda kematian sebelumnya, maka hal demikian menunjukkan arti bahwa dirinya akan memiliki umur yang panjang.
Ketiga, jika seseorang bermimpi dirinya telah meninggal lalu hidup kembali maka mimpi tersebut menunjukkan bahwa ia telah melakukan dosa namun ia langsung bertaubat atas dosa tersebut. Tafsir mimpi ini berdasarkan ayat:
رَبَّنَآ أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا
“Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami.” (QS. Ghafir: 11).
Kematian seseorang yang berkaitan dengan hidup kembali yang dialami oleh dirinya, berkaitan erat dengan pertobatan atau pengakuan terhadap dosa, maka mimpi mati lalu hidup kembali diarahkan pada makna sebagaimana ayat di atas.
Advertisement
Lanjutan Tafsir Mimpi Meninggal Dunia
Keempat, jika seseorang hanya bermimpi dirinya dalam keadaan sekarat, maka mimpi tersebut menunjukkan kalau dirinya sedang menzalimi dirinya sendiri atau menzalimi orang lain. Tafsir ini berdasarkan ayat:
وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِى غَمَرَاتِ الْمَوْتِ
“Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakaratul maut.” (QS. Al-An’am: 93).
Pada ayat di atas, antara sifat zalim dan sekarat dihubung-hubungkan menjadi satu ayat, maka berdasarkan hal ini, para ulama tafsir mimpi mengartikan bahwa saat seseorang bermimpi ia dalam kondisi sekarat maka itu menunjukkan kalau dia sedang berbuat zalim.
Kelima, jika seseorang bermimpi dirinya meninggal dan ia mengetahui adanya orang-orang yang berkumpul di sekitarnya, atau melihat orang-orang menyiapkan alat mandi, kafan, keranda dan lainnya. Maka mimpi ini memiliki arti bahwa ia dalam keadaan buruk dalam menjalankan ajaran agamanya namun ia berada dalam kondisi baik dalam hal dunianya.
Keenam, jika seseorang bermimpi dirinya meninggal di atas tanah dalam keadaan tidak berpakaian apa pun (telanjang) maka itu menunjukkan bahwa ia akan menjadi orang fakir miskin. Jika ia meninggal di atas karpet atau permadani maka itu menunjukkan bahwa ia akan diberi kelapangan dalam urusan dunia. Jika ia meninggal di atas dipan atau ranjang (arab: sarir) maka itu menunjukkan ia akan diberi kenaikan pangkat atau derajat yang luhur. (Abi Sa’id Nasr bin Ya’qub ad-Dinawari, at-Ta’bir fi ar-Ru’ya, juz 2, hal. 520-521).