Liputan6.com, Jakarta - KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah Presiden ke-4 Republik Indonesia. Dia juga merupakan ketua umum PBNU tiga kali berturut-turut.
Dari sisi nasab, Gus Dur adalah putra KH Wahid Hasyim dan cucu pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari. Memang, Gus Dur adalah NU darah biru.
Advertisement
Baca Juga
Banyak yang mengakui kecerdasannya. Gus Dur juga berpandangan luas, dan futuristik, alias jauh ke depan melampaui zamannya.
Gus Dur juga diyakni bukan ulama biasa. Dia adalah seorang wali.
Lazimnya wali, Gus Dur memiliki karomah, yakni sebuah keistimewaan untuk orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Seringkali, karomah sulit dijelaskan secara nalar.
Seorang santri Ponpes Ploso, Kediri, membuktikan sendiri karomah Gus Dur. Melansir laman NU, berikut kisahnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Santri Kehabisan Ongkos di Jakarta
Dalam sebuah forum Gusdurian, seorang santri asal pesantren Ploso Kediri mengaku kepada Allisa Wahid, putri Gus Dur, bahwa ia pernah menguji kewalian Gus Dur.
Santri yang memiliki sikap kritis ini mengisahkan, suatu hari ia datang ke Jakarta untuk suatu keperluan. Hajatnya di Jakarta pun berjalan baik, sayangnya ada masalah baru, yaitu kehabisan uang saku untuk kembali ke Kediri.
Ia pun berfikir untuk menemui KH Said Aqil Siroj di Ciganjur Jakarta Selatan untuk menyampaikan persoalannya ini, tetapi sesampai di sana ternyata Kang Said sedang pergi. "Wah bisa gawat ini kalau sampai ngak bisa pulang,“ pikiranya dalam hati.
Ia pun terdiam, berusaha mencari solusi lain bagaimana agar bisa pulang ke Pesantren. Tiba-tiba terbersit pikirannya, “Mengapa ngak bersilaturrahmi ke Gus Dur di rumah sebelah. Katanya orang-orang, beliau kan wali, coba saja ah, diuji sekalian, benar apa ngak dia seorang wali, mumpung lagi dekat”
Advertisement
Kereta Bisnis
Ia pun segera memutar langkahnya menuju rumah Gus Dur yang jaraknya hanya sepelemparan batu saja dari rumah Kang Said. Beruntung, Gus Dur sedang di rumah dan ia segera antri untuk bisa bertemu Gus Dur yang hari itu sedang banyak tamu.
Ketika sudah tiba gilirannya, ia pun masuk, mencium tangan Gus Dur sebagaimana etika seorang santri kepada kiainya. Menyampaikan bahwa ia santri dari Ploso Kediri, ingin bersilaturrahmi sebelum pulang, tapi ia tak menyampaikan sedang tak punya ongkos.
Gus Dur rupanya tahu persoalan yang sedang dialaminya, begitu pamit, ia diberi ongkos yang cukup untuk membeli tiket kereta api kelas bisnis. Ia pun senang sekali, karena ketika berangkat hanya naik kereta kelas ekonomi.
Barulah ia percaya kalau Gus Dur itu seorang wali. Tentu hal ini diluar dugaannya.
Semula, dia menduga paling pol hanya akan mendapat ongkos pulang pas-pasan saja. Namun, ternyata yang didapatnya justru melebihi ekspektasi. (Sumber: nu.or.id)
Tim Rembulan