Sukses

Saat Buya Yahya Meradang Dapati Warga Tak Hormati Wali Tersembunyi

Ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif atau akrab disapa Buya Yahya merasa kecewa terhadap perlakuan kiai kampung yang tak diistimewakan. Buya Yahya menyebut kiai kampung adalah wali tersembunyi yang telah mengajarkan banyak hal untuk masyarakat di wilayah tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif atau akrab disapa Buya Yahya merasa kecewa terhadap perlakuan kiai kampung yang tak diistimewakan. Buya Yahya menyebut kiai kampung adalah wali tersembunyi yang telah mengajarkan banyak hal untuk masyarakat di wilayah tersebut.

Fenomena kiai kampung yang kurang diistimewakan ini disaksikan langsung oleh Buya Yahya. Saat itu Buya Yahya memenuhi undangan mengisi ceramah di suatu kampung.

Sebelum naik ke panggung, Buya Yahya diarahkan ke suatu rumah dekat tempat acara. Buya Yahya meminta panitia untuk dipanggil apabila sudah gilirannya.

“Pak, kalau sudah waktunya (saya) cepat naik. Memang saya begitu nggak mau lama-lama kasian jemaah,” kata Buya Yahya dikutip dari unggahan Facebook Muhammad Syukron, Jumat (8/9/2023).

“Belum Buya, nunggu pak kiai,” ujarnya.

Buya Yahya bangga ketika orang-orang di kampung masih menunggu kiai. Sambil menunggu, Pengasuh LPD Al Bahjah ini menikmati cemilan yang disediakan. Ia juga beberapa kali melayani orang yang ingin bersalaman.

Tak lama kemudian, Buya Yahya dipanggil untuk naik ke panggung. Ia kaget karena sebelumnya disampaikan sedang menunggu kiai.

“Sudah (datang) itu buya,” kata seseorang mengabarkan jika kiai yang ditunggu tadi sudah ada.

Buya Yahya akhirnya menyadari bahwa kiai kampung tersebut datang tak ada yang menghormati. Kiai kampung itu juga tak dikenalkan kepadanya. 

Buya Yahya juga masih ingat betul ketika kiai kampung turun dari motor sendiri, lalu mengeluarkan kopiah dari dalam jasnya untuk digunakan. Dikira bukan siapa-siapa, ternyata kiai di kampung tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Kiai Kampung Banyak Berjasa

Buya Yahya membandingkan perlakuan dirinya dengan kiai kampung itu. Ia merasa emosi karena orang-orang keroyokan ingin menyalami Buya Yahya yang masih muda dan jarang ke tempat itu, sementara kiai kampungnya datang tak ada yang menyambutnya.

“Padahal saya baru ketemu sekali. (Kalau) mbahnya mati bukan saya yang mengurusi, ngurusi dia (kiai kampung). Mbahnya sakit (yang) ngurusi dia. Neneknya sakit ngurusi dia,” cerita Buya Yahya.

Menurut Buya Yahya, cara berpikir seperti ini harus diubah. Seharusnya lebih menghormati kiai kampung yang banyak berjasa untuk mereka. Kiai kampung telah banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama yang menjadi amalan sehari-hari, seperti wudhu, sholat, dan lainnya.

“Saya belajar wudhu dari kiai kampung. Itu (kiai kampung) orang hebat, wali tersembunyi. Makanya peduli kepada mereka, hebat mereka itu. Justru mereka yang menyelamatkan, kami tuh hanya sifatnya memberikan motivasi, semangat. Jarang ketemu,” tutur Buya Yahya.

Buya Yahya menegaskan, kiai kampung itu harus dihormati dan jangan direndahkan. Mereka memang tidak meminta disanjung, tapi sebagai orang yang pernah mendapat ilmu darinya seharusnya tahu diri.