Liputan6.com, Jakarta - Umat muslim diwajibkan untuk mengganti ibadah puasa yang tidak dilaksanakan pada bulan Ramadhan sebelumnya. Namun adakalanya utang puasa itu tidak diketahui jumlahnya, karena sudah bertahun-tahun dan tidak langsung diganti (diqadha).
Hal ini juga bisa terjadi misalnya pada seorang perempuan, yang saat bulan Ramadhan ia melahirkan atau menyusui anaknya, dan mengalami hal yang sama pada Ramadhan berikutnya. Ketika hendak mengganti puasanya menjadi bingung karena banyak dan tidak tercatat.
Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat Islam yang memenuhi syarat, karena itu adalah rukun Islam ketiga. Sehingga utang puasa Ramadhan sebanyak apapun itu wajib untuk diqadha.
Advertisement
Baca Juga
Selagi puasa wajib itu belum ditunaikan, maka kewajiban itu masih menjadi tanggungannya. Hal ini dijelaskan oleh Imam Al-Haramain berikut ini sebagaimana dilansir dari laman NU online:
والأمر استدعاء الفعل بالقول ممن هو دونه على سبيل الوجوب. وإذا فعل يخرج المأمور عن العهد
Artinya: "Perintah (Allah) adalah tuntutan melalui ucapan untuk melakukan sesuatu terhadap pihak yang lebih rendah serta bersifat wajib. Bila perintah itu sudah dikerjakan, maka pihak yang diperintah keluar dari beban perintah tersebut".
Saksikan Video Pilihan ini:
Memperbanyak Puasa dengan Niat Qadha Puasa Ramadhan
Syekh Ibnu Hajar melalui fatwanya menarik persoalan puasa ini dari masalah wudhu sebagai keterangan berikut:
وَيُؤْخَذُ مِنْ مَسْأَلَةِ الْوُضُوْءِ هَذِهِ أَنَّهُ لَوْ شَكَّ أَنَّ عَلَيْهِ قَضَاءً مَثَلاً فَنَوَاهُ إِنْ كَانَ وَإِلاَّ فَتَطَوَّعَ صَحَّتْ نِيَّتُهُ أَيْضًا وَحَصَلَ لَهُ الْقَضَاءُ بِتَقْدِيْرِ وُجُوْدِهِ بَلْ وَإِنْ بَانَ أَنَّهُ عَلَيْهِ وَإِلاَّ حَصَلَ لَهُ التَّطَوُّعُ كَمَا يَحْصُلُ فِيْ مَسْأَلَةِ الْوُضُوْءِ إِلَى أَنْ قَالَ: وَبِهَذَا يُعْلَمُ أَنَّ اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التَّطَوُّعِ بِالصَّوْمِ أَنْ يَنْوِيَ الْوَاجِبَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ وَإِلاَّ فَالتَّطَوُّعَ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ إِنْ كَانَ.
Artinya: "Dari masalah wudhu ini (kasus orang yang yakin sudah hadas dan ragu sudah bersuci atau belum, lalu ia wudhu dengan niat menghilangkan hadas bila memang hadas, dan bila tidak maka niat memperbarui wudhu, maka sah wudhunya). Bisa dipahami bahwa jika seseorang ragu punya kewajiban mengqadha puasa misalnya, lalu ia niat mengqadhanya bila memang punya kewajiban qadha puasa, dan bila tidak maka niat puasa sunnah, maka niatnya itu juga sah, dan qadha puasanya berhasil dengan mengira-ngirakan memang wajib mengqadha. Bahkan bila memang jelas wajib mengqadha. Bila tidak (ada kewajiban qadha), maka ia mendapat pahala puasa sunnah seperti halnya dalam masalah wudhu. Dengan demikian diketahui, bahwa orang yang ingin berpuasa sunnah sebaiknya berniat mengqadha puasa wajib bila memang ada kewajiban mengqadha. Bila tidak (ada kewajiban), maka puasanya bernilai puasa sunah. Hal ini dilakukan agar menghasilkan qadha bila memang punya kewajiban qadha".
Dari keterangan penjelasan tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki utang puasa lalu ingin memperbaiki diri di hadapan Allah sebaiknya memperbanyak puasa dengan niat qadha puasa Ramadhan. Jika qadha puasa wajibnya selesai dan ia terus mengqadha puasanya, maka puasa selebihnya bernilai pahala puasa sunnah.
Advertisement