Sukses

Top 3 Islami: Amal yang Pertama Kali Dihisab pada Hari Kiamat, Hukum Islam Penggunaan Karmin

Topik kiamat kembali menjadi sorotan di kanal Islami Liputan6.com, Kamis (28/9/2023). Kali ini tenang amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat

Liputan6.com, Jakarta - Topik kiamat kembali menjadi sorotan di kanal Islami Liputan6.com, Kamis (28/9/2023). Kali ini tenang amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.

Ulasan mengenai sholat yang akan dihisab pada yaumul hisab kiamat ini menjadi artikel terpopuler. Sholat juga menjadi tolak ukur alias barometer untuk amalan-amalan lainnya.

Artikel kedua populer adalah mengenai hukum penggunaan karmin, bahan pengawet alami yang berasal dari serangga. Ada 2 pendapat berbeda, menurut MUI dan bahtsul masail NU Jatim.

Sementara, artikel ketiga yakni polemik tentang review makanan yang berisi celaan, penjelasan Buya Yahya.

Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

1. Amal yang Pertama Dihisab pada Hari Kiamat dan Jadi Tolak Ukur Amalan Lainnya

Pada hari kiamat, umat manusia akan dibangkitkan dan dikumpulkan di Padang Mahsyar, sebuah dataran yang luasnya tak terperi.

Kiamat juga disebut pula dengan hari penghakiman. Pada hari itu, semua perbuatan manusia akan dihitung, dipertimbangkan dan akan mendapat balasannya dengan adil.

Yaumul Hisab adalah momen yang menakutkan sekaligus menegangkan. Umat manusia khawatir, dosanya melebihi alam kebaikan yang dilakukannya semasa hidup di alam dunia.

Perlu diketahui, ada satu amalan penting yang pertama kali dihisab dan akan memengaruhi amalan lainnya, yakni sholat. Dalil mengenai hisab pertama ini termaktub dalam hadis Rasulullah SAW yang diririwayatkan Tirmidzi, yang artinya:

“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman: ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi)

Mengutip laman Kemenag, dari hadis ini dapat kita pahami bahwasannya sholat adalah amalan pertama yang akan dipertanyakan dari seorang muslim pada hari kiamat nanti, kemudian kita pahami juga bahwasanya sholat adalah semacam ‘tolak ukur’ untuk mengetahui kualitas seorang muslim, karena dikatakan bahwa jika sholatnya baik, maka baiklah ia, demikian pula sebaliknya.

Selengkapnya baca di sini

3 dari 4 halaman

2. Berasal dari Serangga, Ini Hukum Karmin Sebagai Pewarna Menurut MUI dan NU Jatim

Ada berbagai pewarna alami dalam industri makanan dan kosmetik. Lazimnya, pewarna ini berasal dari tumbuhan maupun hewan.

Salah satunya adalah karmin, yang dihasilkan dari tubuh betina serangga Cochineal yang telah dikeringkan dan dihancurkan.

Mengutip kanal Hot Liputan6.com, pewarna ini mengandung senyawa yang disebut asam karminat, yang memberikan warna merah cerah yang umumnya digunakan untuk memberi warna pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti permen, minuman ringan, yogurt, es krim, dan produk-produk lainnya.

Karakter warna merah atau merah muda yang dihasilkan oleh karmin, membuat salah satu pewarna alami ini sering juga digunakan sebagai pewarna kosmetik, terutama lipstik. Karmin adalah salah satu dari beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam banyak regulasi makanan internasional, termasuk oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Sebagai umat Islam, selain berkiblat pada kelayakan sebuah produk, maka yang perlu diperhatikan adalah kehalalan produk tersebut. Pertanyaannya, bagaimana hukum penggunaan karmin sebagai pewarna alami dalam Islam?

Berikut ini adalah hukum Islam tentang penggunaan karmin sebagai pewarna alami menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahlatul Ulama (NU) Jatim.

Selengkapnya baca di sini

4 dari 4 halaman

3. Viral Review Makanan Berisi Celaan, Bagaimana Hukumnya dalam Islam? Ini Penjelasan Buya Yahya

Hari-hari ini, sejumlah food vloger, sedang berseteru di aplikasi berbagi video pendek Tiktok. Seteru ini berawal dari review seorang food vlogger pada sebuah warung.

Dia mengomentari semua hal tentang warung itu. Mulai dari tempat yang kotor, harga yang mahal, hingga soal makanan yang dihidangkan tidak dalam keadaan hangat.

Belakangan, setelah 'review jujur' itu diposting dan viral. Si pemilik warung marah besar karena merasa dirugikan.

Peristiwa ini memantik food vlogger lain ikut berkomentar. Ada yang mendukung si pemilik warung, tapi banyak pula yang mendukung sang vloger.

Lantas bagaimanakah Islam melihat aktivitas mereview makanan yang didalamnya sering terdapat ucapan atau ungkapan pujian tetapi terkadang juga terdapat celaan? Berikut ini adalah penjelasan Buya Yahya atau KH Yahya Zainul Maarif, pengasuh Al Bahjah.

Selengkapnya baca di sini