Sukses

Siapa Penemu Buku Iqro yang Melegenda di Indonesia? Ini Sosoknya

Buku Iqro sangat melegenda, tahukah anda siapa foto laki-laki di buku Iqro tersebut?

Liputan6.com, Jakarta - Romantisme tahun 1990an, buku kecil bertuliskan 'Iqro' ini viral kala itu. Semua anak anak mengaji membawa buku ini. Terkadang tak harus beli, bisa didapatkan secara gratis

Iqro yang dimaksud adalah buku teks yang digunakan Muslim di Indonesia dan Malaysia, serta beberapa negera sekitar untuk belajar membaca huruf Arab dan melafalkan bahasa tersebut.

Menurut Kementerian Agama RI, metode Iqro adalah cara cepat belajar membaca Al-Qur’an yang menekankan langsung pada latihan membaca. Buku Iqro sendiri terdiri dari 6 jilid dimulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna.

Iqro sendiri terdiri dari 6 jilid dimulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna. Bagi Anda yang masih pemula dan baru pengenalan bacaan huruf Hijaiyah perlu memulainya dari Iqro jilid 1.

Dalam Iqro jilid 1 terdiri dari huruf Hijaiyah dari Alif hingga Ya. Bahkan dalam buku ini juga semua huruf Hijaiyah sudah dilengkapi dengan tanda bacaan fathah, kasrah, dan damah.

Selain itu, jika sudah menguasai Iqro jilid 1, maka Anda bisa lanjut pada pengenalan huruf Hijaiyah bersambung yang terdapat pada Iqro jilid 2-6. Sebenarnya siapa penemu metode Iqro ini?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 6 halaman

Sosok Foto Pria di Buku Iqro

Dalam sampulnya, terdapat gambar seorang lelaki tua berkacamata dengan paras kurus memakai jas hitam dan peci sebagai latar buku tersebut. Lantas siapakah lelaki itu?

Mengutip Muhammadiyah.id, nama orang tersebut adalah KH As’ad Humam (almarhum). Pria asal Selokraman, Kotagede, Yogyakarta kelahiran tahun 1933. Nama ‘Humam’ merujuk kepada ayahnya, Humam Siradj yang merupakan pedagang sukses di pasar Bringharjo.

Sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara di lingkungan Muhammadiyah, As’ad Humam terbuka dalam belajar. Mitsuo Nakamura dalam The Crescent Arises over the Banyan Tree (2012) mencatat As’ad Humam menempuh pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Kleco, SMP Negeri di Ngawi, dan pendidikan SMA di Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.

Hanya saja di Mu’allimin, As’ad Humam yang berhenti di kelas II. Pasalnya, kecelakaan yang dia alami saat memanjat pohon pada tahun 1963 mengakibatkan dirinya mengalami pengapuran tulang belakang dan harus dirawat setengah tahun.

Lehernya tidak bisa digerakkan dan untuk berjalan, As’ad mesti menggunakan tongkat sebagaimana yang nampak dalam posenya di sampul buku Iqro’. As’ad juga sempat belajar di pondok pesantren Al-Munawir Krapyak milik Nahdlatul Ulama selama dua tahun.

“Dalam keseharian, salatnya pun harus dilakukan dengan duduk lurus, tanpa bisa melakukan posisi ruku ataupun sujud. Bahkan untuk menengok pun harus membalikkan seluruh tubuhnya,” tulis Heni Purwono dalam artikel bertajuk “K.H. As’ad Humam, Pahlawan Pemberantasan Buta Huruf Alquran”.

3 dari 6 halaman

KH As'ad Humam sang Revolusioner

Metode Iqra’ ditemukan di pusat kebudayaan Muhammadiyah, Kotagede, Yogyakarta. Dalam menemukan metode Iqra’, almarhum As’ad Humam ditemani oleh pegiat Muhammadiyah lainnya, yaitu Jazir Asp yang kini masih aktif menjadi sosok sentral di Masjid Jogokariyan Yogyakarta.

Menurut Mitsuo Nakamura, meskipun metode Iqra berasal dari pegiat Muhammadiyah, gerakan Iqra’ berdiri mandiri dan tidak terkait dengan Muhammadiyah.

Di Indonesia, perkembangan Taman Pendidikan Alquran (TPA/TPQ) sejatinya mulai bangkit di akhir era 1980-an dengan munculnya tokoh Kiai Dahlan Salim Zarkasyi asal Semarang yang menemukan metode Qiroati dan menyebarluaskannya melalui pendirian TK Alquran Mujawwidin di Semarang tahun 1986.

Kala itu, Kiai As’ad Humam yang ikut mengajarkan Qiroati untuk anak-anak di Kotagede menyimpulkan bahwa metode tradisional Baghdadi tidak efektif karena membutuhkan 2-3 tahun untuk penguasaannya.

Sementara itu, metode Qiroati dianggap As’ad memiliki celah yang bisa disempurnakan. Akan tetapi, saran dari As’ad Humam ditolak oleh Kiai Dahlan Salim Zarkasyi karena menganggap metode Qiroati sudah baku.

Menemui jalan buntu, As’ad Humam pun berhenti mengajarkan Qiroati dan berusaha menemukan metode baru. Di bawah pohon jambu sebelah rumah, As’ad Humam terus mencari formula yang tepat.

“Saya sebagai kawan dan anaknya cuma menyediakan kertas dan peralatan tulis. [Jika kertas-kertas itu terbang], kami anak-anaknya, mengumpulkannya kembali. Ini dilakukan bapak selama bertahun-tahun,” ujar Erweesbe Maimanati, anak kedua As’ad, seperti ditulis Majalah Gatra edisi 19 Februari 1996.

 

4 dari 6 halaman

Kisah Perjuangan Buku Iqro

Penemuan metode Iqra’ pun kemudian  menjadikan Kiai Dahlan Salim Zarkasyi merenggangkan persaudaraannya dengan Kiai As’ad Humam.

Pada 1990, Usep Fathudin yang bekerja di Departemen Agama sampai bolak-balik Semarang-Yogyakarta karena diutus oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Andi Lolong Tonang untuk menyelesaikan perseteruan itu.

“Untuk ‘mendamaikan’ keduanya, yang saat itu agak memanas, khususnya dari pihak Semarang,” tulis Usep dalam Majalah Gatra edisi 11 Maret 1993.

Setelah menemukan metode Iqra’, Kiai As’ad Humam bersama Jazir Asp dan dibantu oleh Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola (AMM) Yogyakarta mendirikan TK Alquran AMM Yogyakarta pada 16 Maret 1986.

Ahmad Zayadi, dkk dalam Buku Putih Pesantren Muadalah (2020) menulis pendirian TK Alquran AMM itu mendapatkan momentumnya di tengah masyarakat sehingga kemudian mereka juga mendirikan Taman Pendidikan Alquran AMM, Ta’limuq Quran Lil Aulad AMM, dan kursus Tartilil Quran AMM.

 

5 dari 6 halaman

Ini Penjelasan Singkat Metode Iqro

Tahun 1988, di tempat tinggalnya di Kampung Selokraman, Kotagede, didirikan Taman Kanak-kanak Alquran (TKA) untuk anak usia 4-6 tahun, dan setahun kemudian didirikan Taman Pendidikan Alquran (TPA) untuk anak usia 7-12 tahun. Dari sini awalnya Iqro’ menyebar dengan cepat sehingga banyak digunakan di banyak tempat.

Ditemukannya Iqro’ jauh memudahkan cara pembelajaran Alquran dasar menjadi lebih efektif dibandingkan dengan metode lama seperti Baghdadiyah yang harus mengeja antara huruf, bunyi, dan harakat.

Berbeda dengan metode tersebut, Iqro yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem (suku) kata. Mula-mula dipilih kata-kata yang akrab dan mudah bagi anak-anak, seperti “ba-ta”, “ka-ta”, “ba-ja”, dan sebagainya.

Setelah itu dilanjutkan dengan kata yang lebih panjang, kemudian kalimat pendek, lalu mempelajari kata yang ada di dalam surat-surat pendek. Semuanya disajikan dengan sederhana sehingga yang belajar, terutama anak-anak bisa mudah mempelajarinya.

Metode Iqro’ terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang menarik minat anak kecil. Menurut Kiai Humam sendiri buku Iqro’ memiliki 10 sifat yaitu bacaan langsung, membuat santri menjadi aktif, dapat diajarkan privat/klasikal, tersedia modul, asistensi, praktis, sistematis, variatif, komunikatif, dan fleksibel. Demikian tulis As’ad Humam dalam Buku Iqra: Cara Cepat Belajar Membaca Alquran, (2000).

 

6 dari 6 halaman

Penyebaran Buku Iqro

Metode Iqro’ kemudian menyebar pasca digelarnya Munas DPP BKPMI di Surabaya yang menjadikan TK Alquran dan metode Iqro’ sebagai program utama perjuangannya. Selain harga terjangkau, buku Iqro’ dapat diajarkan oleh siapapun dan otodidak sehingga buku ini semakin tak terkendali dan nyaris tidak terkontrol, demikian tulis Doni Putra dalam Belajar Tadabbur Ilmu Karakter pada Lebah, Burung Gagak dan Singa (Kajian Tafsir Ayat-ayat Fauna), (2020).

Amal Jariyah Kiai As’ad HumamSetelah berbagai eksperimen Kiai As’ad Humam berhasil di Kotagede, sistem Iqro’ berkembang di Gresik dan Semarang. Tahun 1988, metode Iqro’ mendapatkan pengakuan dari Menteri Agama sehingga didistribusikan secara nasional pada tahun 1992.

Bukan saja jaringan masjid dan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama ikut berjasa dalam mengenalkan metode ini secara luas, demikian tulis Anna M. Gade dalam Perfection Makes Practice Learning, Emotion, and the Recited Qurʼān in Indonesia (2004).

Menurut Anna, pemerintah Malaysia mengadopsi metode Iqro’ secara resmi di akhir 1990-an. Sementara itu pasca wafatnya Kiai As’ad Humam pada Jumat, 2 Februari 1996, Agus Basri dan Khoiri Akhmadi dalam sebuah obituari di Majalah Gatra edisi 19 Februari 1996 menyebut bahwa metode Iqro’ telah menyebar di Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, Eropa, dan Amerika.

Tak kurang, sedikitnya 160 ribu TPA dan TPQ lahir atas inspirasi Kiai As’ad Humam di seluruh Indonesia, demikian tulis Arif Maftuhin dalam Interkoneksi Islam dan Kesejahteraan Sosial Teori, Pendekatan, dan Studi Kasus (2012).

“Lewat sistem Iqro yang diciptakannya, KH As’ad Humam telah menyelamatkan masyarakat dari kebutaan terhadap Quran. Beliau adalah pahlawan penyelamat Qur'an,” kata Menteri Agama Tarmizi Taher dalam upacara pemakaman Kiai As’ad Humam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul