Sukses

Kisah Gus Huda, Gus Iqdam-nya Cilacap yang Berdakwah di Kalangan PSK

Gus Huda adalah sapaan akrab untuk Kiai muda asal Majenang Cilacap, KH Hizbullah Huda. Beliau merupakan kiai yang berani dan berhasil mengubah daerah puncak yang semula menjadi bisnis esek-esek menjadi kawasan agamis. Boleh dibilang Gus Hud adalah Gus Iqdamnya Majenang.

Liputan6.com, Cilacap - Gus Huda adalah sapaan akrab untuk Kiai muda asal Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, KH Hizbullah Huda. Gus Huda merupakan putra dari pasangan suami istri Kiai Imam Mahdy bin KH Maqsudy dan Ibu Nyai Mahabbah Hidayah binti H. Zainuddin Darudy.

Gus Huda merupakan sosok yang ramah, pembawaanya wellcome kepada siapa saja. Meski demikian, tidak lantas mengurangi kewibawaannya sebagai seorang kiai yang alim. Selain pandai masalah agama, beliau juga jago bahasa asing, yakni bahasa Inggris dan Arab. 

Beliau merupakan kiai yang berani dan berhasil mengubah daerah puncak yang semula menjadi bisnis esek-esek menjadi kawasan agamis. Boleh dibilang Gus Huda adalah Gus Iqdamnya Cilacap.

Segmen dakwah Gus Huda ini memang sama dengan Gus Iqdam dan Gus Miftah. Beliau mengambil objek dakwah bagi kaum marginal yang selama ini tidak tersentuh pengetahuan agama Islam.

Perjuangan Gus Huda tidak mudah, semudah membalikan telapak tangan. Banyak rintangan dan hambatan yang kerap beliau hadapi.

Namun, atas kegigihan dan keikhlasannya yang hanya mengharapkan ‘dekengane pusat’ ini, akhirnya beliau berhasil mengubah daerah gelap menjadi terang penuh pancaran cahaya keimanan. Berikut ini kisahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Sekilas tentang Kondisi Puncak Masa Lalu

Dikisahkan oleh Kustiwa (alm) yang merupakan mantan muncikari, perjalanan Gus Huda begitu panjang dan berliku. Belakangan, Kustiwa menjadi salah seorang sahabat terdekat Gus Huda dalam dakwahnya.

Kustiwa telah meninggalkan jauh-jauh kebiasaan terlarang ini dan menjadi penyokong dakwah Islam dan pembangunan lembaga pendidikan agama Islam di Puncak hingga akhir hayatnya. Selain itu, Kustiwa juga merupakan salah satu penggerak mujahadah an-Nahdliyah dan Banser NU Kecamatan Majenang.

Kustiwa bercerita, komplek lokalisasi Puncak Majenang itu sudah ada sejak tahun 1960-an. Ada yang menyebutkan lokalisasi itu merupakan pindahan dari Cigobang, Jenang area Kawedanan Majenang yang sudah ada sejak zaman Jepang, sekitar tahun 1943.

Penyebab pindahnya lokalisasi ini karena penolakan dari masyarakat sekitar. Dari Cigobang, lokasi Puncak ini berjarak kurang lebih tiga kilometer, arahnya berada di timur laut Kota Majenang.

Di Puncak ini hampir 85 persen rumah-rumah yang ada dijadikan tempat untuk berbuat mesum. Jumlah PSK-nya mencapai 300-an.

3 dari 4 halaman

Pendidikan Gus Huda dan Jalan Dakwah yang Berliku

Gus Huda menimba ilmu di beberapa pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Matlabul Anwar Salebu, Majenang, PP An-Nur Cigulingharjo, Padangjaya, Majenang, PP Cijantung, Ciamis dan terakhir PP Attaujieh Al-Islamy, Leler, Kebasen, Banyumas. Saat nyantri di Leler, beliau sembari menempuh studi S-1 dan mengambil jurusan Hukum di Universitas Wijaya.

Setelah mendapat banyak ilmu dan pengalaman, Gus Huda pulang kampung. Ia meneruskan apa yang dilakukan ayahnya, yakni mengajar ngaji di pesantren dan mengembangkan ilmunya dalam dunia pendidikan, baik formal atau non formal.

Keberadaan lokalisasi prostitusi di Puncak Majenang juga menjadi keprihatinan ulama Majenang. Perlahan, di tangan seorang kiai kharismatik bernama Hizbullah Huda, lokalisasi tersebut berhasil diubahnya menjadi kompleks islami dan tempat berseminya pengetahuan agama Islam.

Usaha dakwahnya tidak mudah dan sangat berat, banyak onak dan duri yang ia lalui. Ketika itu beliau sempat menjadi omongan masyarakat sekitar karena dakwah di tempat yang  tidak seharusnya. Namun, ia tetap tegar dan semangat melakukannya. Berkat kegigihan dan keberaniannya, jalan dakwahnya lambat laun diterima kalangan PSK.

Kiai Hud bukanlah warga asli Puncak. Namun sepak terjang dakwahnya hingga sampai di sana. Inilah hebatnya, pejuang gigih dan tulus.

Kedua orangtuanya tinggal di Kampung Baru, Sindangsari, Majenang. Pada tahun 1970, di kampung itulah orangtuanya membuka pesantren dan sekolah, di bawah naungan Lembaga Pendidikan Maarif NU. Di tempat ini juga, Gus Huda lahir dan dibesarkan.

 

4 dari 4 halaman

Gusnya para PSK dan Mucikari

Kalau Gus Iqdam mendapatkan julukan ‘gusnya para garangan’, demikian juga dengan Gus Huda. Beliau mendapatkan julukan ‘gusnya para WTS dan Micikari.’ Gus Huda tidak keberatan dengan julukan yang disematkan kepada beliau ini.

Gus Huda mengisahkan awal mula menjalani dakwah kepada para PSK dan Mucikari ini. Semula ia bersilaturahmi, bertamu kepada salah satu pemilik rumah bordir di kompleks. Di situ, ia mengajak mereka (psk sekaligus micikari) berbagi cerita. Banyak kisah suka dan duka yang mereka ceritakan.

Metode dakwah yang digunakan Gus Huda tidak kaku, beliau menyampaikannya dalam suasana santai dan tidak terkesan formal. Beliau menyampaikan materi-materi dakwah sembari minum kopi bareng. Konsep dakwah yang dibangun duduk sama rendah, berdiri sama tinggi inilah yang membuat mereka merasa tertarik dengan dakwah Gus Huda ini.

Dakwahnya yang mudan dimengerti dan jauh dari kesan menghakimi inilah yang membuat mereka lambat laun menyadari kesalahannya. Kegiatan bersilaturahmi itu sebagai ajang tukar kaweruh juga dilakukan, yang dalam bahasa pesantren disebut mujahadah bil wujuh ini merupakan cara kiai memperbaiki lahir batin santrinya (mantan PSK dan muncikari).

Hari-hari berjalan dan gerakan perjuangan Gus Huda pun terus dilakukan. Kegiatan Mujahadah pun menjadi kegiatan rutinan. Hingga kini Gus Huda bersama jemaahnya memberi nama Mujahadah Istighotsah '@syieq ilalloh.'

Secara etimologi, '@syieq' atau 'asyiq' bermakna rindu atau cinta berat, sementara 'ilalloh' artinya kepada Allah SWT. Dengan demikian 'Asyik ilallah' yang menjadi nama mujahadah Gus Huda dan jemaahnya ini berarti rindu atau cinta berat kepada Allah SWT.

Dakwahnya mendapat respons baik hingga kemudian kawasan puncak yang dikenal sebagai lokalisasi alias pusat prostisi, kini telah berdiri sebuah Madrasah Diniyah Awaliyah dan Wathoniyah. Bahkan lembaga pendidikan formal seperti Madrasah Ibtidaiyah Al-Mahdi.

"Kiprahnya yang gigih dan berani, bukti dakwahnya meneladani, menginspirasi kami untuk meniti jalan kebaikan untuk menggapai ridho illahi," kata Kustiwa, warga puncak, salah seorang saksi sejarah Gus Huda dalam berdakwah di tempat ini.

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul