Liputan6.com, Cilacap - Uwais al-Qarni ialah pemuda biasa dan miskin. Bahkan ia memiliki penyakit kulit atau gudik. Meskipun demikian, namanya begitu populer di kalangan penduduk langit. Beliau berasal dari Yaman dan hidup sezaman dengan Rasulullah SAW.
Baca Juga
Advertisement
Secara bahasa, ‘Uwais’ artinya pemberian dan ‘al-Qarni’ berarti penghuni langit. Uwais Al-Qarni ini bukan sahabat Nabi SAW, melainkan dari golongan tabi’in. Sebab meskipun hidup semasa Nabi SAW, namun ia tidak pernah bertemu Rasulullah SAW.
Penyebabnya ia begitu populer di langit karena ketakwaan dan keimanannya kepada Allah SWT. Selain itu karena baktinya kepada ibunya yang telah buta dan lumpuh.
Berikut ini kisahnya yang dapat bisa kita ambil hikmah dan pelajaran.
Miskin dan Memiliki Penyakit Kulit
Uwais Al-Qarni bukan pemuda terkenal. Dia miskin dan memiliki penyakit kulit. Namun, ia pernah disebut Rasulullah SAW sebagai pemuda yang sangat dicintai Allah dan terkenal di langit.
Dikisahkan, Uwais al Qarni sehari-hari mencari nafkah dengan berdagang dan menggembala kambing milik orang lain. Dia masuk Islam setelah beberapa sahabat yang diutus Rasulullah SAW berdakwah di Yaman.
Mengutip Journal of Research and Thought of Islamic Education, Uwais Al Qarni adalah orang biasa yang sangat patuh kepada Allah dan berbakti kepada ibunya. Dia tidak pernah meninggalkan ibunya sendirian ditengah kondisi lumpuh dan buta.
Suatu saat, Uwais Al Qarni terlambat pulang dan ibunya bertanya kepadanya:“Mengapa kau terlambat pulang nak?”, Uwais menjawab “Aku sedang melaksanakan ibadah kepada Allah agar dapat menikmati taman surga, kemudian datanglah seseorang yang menyampaikan kepadaku surga itu ada di bawah telapak kaki ibu”.
Advertisement
Gendong Anak Sapi Untuk Mewujudkan Mimpi Ibunya
Oleh karena itu Uwais mengetahui bahwa hak ibunya ada pada dirinya,maka dirawatlah ibunya dengan baik. Ada satu permintaan ibunya yang sulit untuk dikabulkan oleh Uwais Al Qarni yakni ibunya ingin naik haji. Mendengar permintaan ibunya Uwais Al Qarni pun termenung. Perjalanan dari Yaman menuju Makkah sangatlah jauh dan ia tidak memiliki biaya.
Uwais pun terus berfikir dan mencari jalan keluar untuk dapa mewujudkan permintaan ibunya. Kemudian Uwais membeli seekor anak sapi dan membuatkan kandangnya di atas bukit.
Setiap pagi ia menggendong anak sapi itu naik turun bukit. Kelakuan Uwais memang sangat aneh, sampai masyarakat Yaman mengira bahwa Uwais telah gila.
Semakin hari anak sapi itu semakin besar. Maka semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan Uwais untuk menggendong anak sapi itu. Namun karena dilakukan setiap hari maka beratnya anak sapi itu tidak terasa lagi oleh Uwais al-Qarni.
Setelah beberapa waktu berlalu, tiba lah waktunya musim haji dan berat anak sapi itu sudah mencapai 100 Kg, begitu juga otot Uwais yang main kuat. Ternyata barulah diketahui maksud Uwais menggendong anak sapi setiap hari adalah latihan untuk menggendong ibunya melaksanakan haji.
Uwais menggendong ibunya dari Yaman menuju Mekkah. Dia rela melakukan perjalanan jauh dan sulit demi memenuhi keinginan ibunya.
Sembuh Penyakit Kulitnya
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.“Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan. Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuksurga.
Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya.
Advertisement
Sahabat Ali dan Umar Menemuinya atas Perintah Nabi SAW
Lalu, Nabi pun menerangkan tentang Uwais Al Qarni, kepada sahabatnya.
“Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengkuknya.”
Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Tak lama Nabi meninggal, dua sahabat Nabi segera menjumpai Uwais di Yaman, dan meminta ampun terhadap dosa-dosanya.
Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul