Liputan6.com, Bangkalan - Salah satu momen langka di Majelis Ta’lim Sabilu Taubah alias ST Pusat ini ialah ketika Gus Iqdam kerawuhan alias kedatangan cicit Syaikhona Kholil Bangkalan.
Baca Juga
Advertisement
Syaikhona Kholil Bangkalan ini merupakan sosok waliyullah dan gurunya para Kiai di Nusantara. Tercatat nama murid beliau merupakan seorang yang ‘alim allamah seperti: Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH R As'ad Syamsul Arifin. Ketiga murid Kiai Kholil ini dianugerahi gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional.
Mbah Kholil, populer dengan sebutan Syekh Kholil Bangkalan, karena memang lahir di Bangkalan, Madura pada abad ke-19.
Melihat sosok Syaikhona Kholil ini, maka ketika salah satu cicit beliau hadir di ST Pusat, Gus Iqdam tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini dengan meminta ijazah doa kepadanya. Adapun namanya ialah Abdullah Zubair
“Alhamdulillah kerawuhan Lora Abdullah. Ya Lora Abdullah Zubair beliau ini masih canggah dari Mbah Kholil Bangkalan,” terang Gus Iqdam dikutip dari tayangan YouTube Wong Sambi New, Selasa (31/10).
Orang Madura menyebut Gus dengan sebutan Lora. Sebutan ini untuk seorang putra kiai besar, khususnya kiai yang punya atau mengasuh pesantren. Namun, terkhusus sebutan gus, tetap digunakan untuk merujuk putra kiai-kiai yang tak punya pesantren.
Simak Video Pilihan Ini:
Saling Mengijazahkan Amalan dan Doa
Lora Abdullah menceritakan pengalaman belau ketika mengamalkan ijazah dari Gus Iqdam ini. Ia mengaku merasa tenteram dan mendapatkan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
"Alhamdulillah saya merasakan sangat sangat-sangat adem tentrem. Saya sampaikan, saya mengamalkan amalan yang dari jenengan, Masya Allah yaitu membaca Lailahaillallah almalikul haqqull mubin yang diakhiri Muhammad Rasulullah sodiqul wa'dul amin 100 kali tiap hari. Alhamdulillah Rezeki itu bisa lancar Gus, min haitu la yahtasib dari jalan yang tidak disangka-sangka betul," terangnya.
Gus Iqdam pun meminta doa agar dia dan jamaahnya selalu Istoqamah. Lora Abdullah Zubair ini kemudian mengijazahkan shalawat ilmu dari Syaikona Kholil agar diberikan ilmu yang manfaat serta memperoleh kemudahan dalam menuntut ilmu.
Adapun lafal dari shalawat ilmu adalah sebagai berikut,
اَللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تَجْعَلُنَا بِهَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا وَتَحْشُرُنَا بِعِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ فِي دُنْيَانَا وَأُخْرَانَا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
Allâhumma shalli ‘ala Sayyidinâ Muhammadin shalâtan taj’alunâ bihâ min ahlil ‘ilmi dhâhiran wa bâthinan wa tahsyurunâ bi’ibâdikas shâlihîna fî dunyânâ wa ukhrânâ wa ‘alâ alihî wa shahbihi wa sallim.
Artinya, “Ya Allah, limpahkanlah rahmat atas tuan kami Nabi Muhammad saw, rahmat yang dengannya Engkau jadikan kami menjadi bagian dari ahli ilmu lahir dan batin, Engkau kumpulkan kami dengan hamba-hamba-Mu yang saleh di dunia dan akhirat, dan (limpahkanlah juga) untuk keluarga Nabi saw, para sahabat, dan limpahkanlah salam (atas mereka semua).”
"Qabiltu ijazah, qabiltu ijazah, nggih niku kulo tampi," jawab Gus Iqdam.
Advertisement
Sekilas tentang Syaikhona Kholil
Nama beliau adalah Al-'Aalim Al-'Allaamah Asy-Syekh Al-Haajji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi'i atau lebih dikenal dengan nama Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil.
Mengutip wikipedia, beliau Lahir di Kemayoran, Bangkalan, Bangkalan, sekitar tahun 1835 Masehi atau 9 Shofar 1252 Hijriyah, wafat di Martajasah, Bangkalan, Bangkalan, sekitar tahun 1925 Masehi adalah seorang Ulama kharismatik dari Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Di masyarakat santri, Syaikhona Kholil juga dikenal sebagai Waliyullah. Seperti cerita Wali Songo, banyak cerita kelebihan di luar akal atau karamah Syekh Kholil terkisah dari lisan ke lisan, terutama di lingkungan masyarakat Madura.
Syekh Kholil al-Bangkalani berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Buyut beliau Syarifah Khodijah putri Sayyid Asror Karomah bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman Kanigoro Mojoagung.
Sedangkan ayah Kiai Abdul Latif Adalah Kiai Hamim bin Muharram bin Abdul Karim[3]. Pada usia 24 tahun, Syekh Kholil menikahi Nyai Azzah, putri Lodra Putih dan dikaruniai 2 orang anak yakni Nyai Khotimah dan Kiai Muhammad Hasan.
Syekh Kholil dididik dengan sangat ketat oleh ayahnya. Mbah Kholil kecil memiliki keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu Fikih dan nahwu. Bahkan ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.
Setelah dididik, orang tua Mbah Kholil kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.
Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surat Yasin.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Nurul Huda 1 Cingebul