Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini ramai di media sosial, unggahan gambar semangka sebagai simbol solidaritas membela Palestina. Ada yang menggambarkan dalam bentuk karya seni, atau diunggah melalui emoji.
Diketahui, ini bukanlah suatu hal yang baru. Simbol ini pertama kali muncul setelah Perang Enam Hari pada 1967, ketika Israel menguasai wilayah tepi barat dan Gaza, serta mencaplok bagian timur Yerusalem.
Pada saat itu, pemerintah Israel menetapkan pelanggaran pidana sebab mengibarkan bendera Palestina di Gaza dan wilayah tepi barat. Oleh karena itu, agar terlindung dari konsekuensi hukum, warga Palestina mulai menggunakan semangka sebagai simbol negara mereka.
Advertisement
Baca Juga
Ada makna dibalik penggunaan simbol buah semangka tersebut. Ketika dibelah, buah tersebut memiliki warna yang persis dengan bendera nasional negara Palestina yaitu merah, hitam, putih, dan hijau.
Lalu bagaimana simbol tersebut bisa kembali muncul saat ini bahkan tidak hanya sebatas identitas negara tapi bukti solidaritas dunia untuk mendukung kebebasan Palestina? Berikut ulasannya mengutip dari laman merdeka.com.
Â
Saksikan Video Pilihan ini:
Israel Mencabut Larangan Penggunaan Bendera Palestina
Pemerintah Israel tidak hanya menindak tegas penggunaan bendera Palestina. Seniman Sliman Mansour mengatakan pada The National tahun 2021 bahwa pejabat Israel pada 1980 menutup pameran di 79 galeri di Ramallah yang menampilkan karyanya dan karya seniman lain, termasuk Nabil Anani dan Issam Badrl.
"Mereka mengatakan pada kami bahwa melukis bendera Palestina itu dilarang, (memakai) warnanya juga dilarang. Maka Issam berkata, 'Bagaimana jika saya membuat bunga berwarna merah, hijau, hitam, dan putih?' dan petugas itu menjawab dengan marah, 'Ini akan disita. Bahkan jika Anda mengecat semangka, itu akan disita,'" kata Mansour pada publikasi tersebut.
Israel mencabut larangan penggunaan bendera Palestina pada 1993 sebagai bagian dari Perjanjian Oslo. Ini mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina, juga merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Bendera tersebut dianggap mewakili Otoritas Palestina, yang akan mengelola Gaza dan wilayah tepi barat. Setelah perjanjian tersebut, New York Times mengulas peran semangka sebagai simbol selama pelarangan bendera.
"Di Jalur Gaza, di mana para pemuda pernah ditangkap karena membawa irisan semangka yang menunjukkan warna merah, hitam, putih, dan hijau, tentara hanya berdiam diri, dengan sikap bosan, saat prosesi pengibaran bendera yang pernah dilarang berlangsung," tulis jurnalis Times, John Kifner.
Pada 2007, tepat setelah Intifada Kedua, seniman Khaled Hourani menciptakan "kisah semangka" untuk sebuah buku berjudul Atlas Subjektif Palestina. Pada 2013, ia mengisolasi satu cetakan dan menamakannya Warna Bendera Palestina, yang kemudian dilihat orang-orang di seluruh dunia.
Advertisement
Muncul Kembali pada Tahun 2021
Penggunaan semangka sebagai simbol muncul kembali pada 2021, menyusul keputusan pengadilan Israel bahwa keluarga Palestina yang tinggal di wilayah Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur akan diusir dari rumah mereka untuk dijadikan pemukiman warga mereka.
Pada Januari 2023, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memberi polisi wewenang menyita bendera Palestina. Hal ini kemudian diikuti pemungutan suara pada Juni 2023 mengenai rancangan undang-undang yang melarang orang mengibarkan bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara, termasuk universitas.
Saat itu, Zazim, sebuah organisasi komunitas Arab-Israel, meluncurkan kampanye untuk memprotes penangkapan dan penyitaan bendera. Gambar semangka terpampang di 16 taksi yang beroperasi di Tel Aviv, dengan teks bertuliskan, "Ini bukan bendera Palestina."
"Pesan kami pada pemerintah jelas: kami akan selalu menemukan cara untuk menghindari larangan yang tidak masuk akal dan kami tidak akan berhenti memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi," kata direktur Zazim Raluca Ganea.
Amal Saad, warga Palestina dari Haifa yang terlibat dalam kampanye Zazim, mengatakan pada Al Jazeera bahwa mereka memiliki pesan yang jelas, Â
"Jika Anda ingin menghentikan kami, kami akan mencari cara lain untuk mengekspresikan diri."