Liputan6.com, Jakarta - Pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menganugerahi enam tokoh yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara semasa hidupnya sebagai Pahlawan Nasional.
Dari enam tokoh tersebut satu di antaranya adalah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Jawa Barat, yakni KH Abdul Chalim. KH Abdul Chalim akan mendapat anugerah Pahlawan Nasional berdasarkan surat Kementerian Sekretariat Negara RI Nomor R-09/KSN/SM/GT.02.00/11/2023 tertanggal 3 November 2023.
KH Abdul Chalim lahir di Leuwimunding, Majalengka, pada 2 Juni 1898. Ia adalah putra dari pasangan Kedung Wangsagama dan Satimah.
Advertisement
Baca Juga
Kakeknya adalah seorang Kepala Desa Kertagama, putra Buyut Liuh yang merupakan putra seorang Pangeran Cirebon. Jika ditelisik, silsilah KH Abdul Chalim bersambung kepada Sunan Gunung Djati, salah satu walisongo yang berdakwah di Jawa Barat.
Sejak usia remaja, KH Abdul Chalim sudah mendalami pendidikan agama. Setelah menamatkan pendidikan setara SD di Hollandsch Inlandsche School (HIS), KH Abdul Chalim belajar ke beberapa pesantren di wilayah Leuwimunding dan Rajagaluh.
KH Abdul Chalim pernah nyantri di Pondok Pesantren Banada, Pondok Pesantren al-Fattah Trajaya, dan Pondok Pesantren Nurul Huda al Ma’arif Pajajar hingga tahun 1913. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Makkah.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Peran KH Abdul Chalim di NU
Dilansir dari laman resmi Pemprov Jabar, sepulangnya dari Makkah, KH Abdul Chalim dengan temannya KH Abdul Wahab yang berkomitmen memerdekakan Indonesia. Ia membantu menangani dan mengelola organisasi-organisasi yang dirintis Mbah Wahab seperti Nahdlatul Wathan yang kemudian menjadi Syubbanul Wathon.
KH Abdul Chalim turut serta membentuk Komite Hijaz bersama Mbah Wahab. Komite ini dibentuk dengan tujuan mengorganisasikan ulama-ulama di Jawa dan Madura demi mencapai kemerdekaan Indonesia.
KH Abdul Chalim menulis surat undangan kepada seluruh ulama pesantren di Jawa dan Madura untuk hadir pada pertemuan yang diselenggarakan Komite Hijaz pada 31 Januari 1926. Isi surat yang menekankan pada tujuan kemerdekaan Indonesia mendapat respons yang luar biasa dari para ulama sehingga sebanyak 65 ulama hadir dalam pertemuan tersebut.
Komite Hijaz ini pada akhirnya mendorong tercapainya kesepakatan di antara para ulama untuk mendirikan Nahdlatul Ulama dengan KH Hasyim Asy'ari sebagai Rais Aam dan KH Abdul Wahab Hasbullah sebagai Katib awal. KH Abdul Chalim sendiri merupakan Katib Tsani (sekretaris kedua) pada kepengurusan PBNU periode pertama.
Advertisement
Dedikasi KH Abdul Chalim untuk Bangsa dan Negara
Semasa hidupnya, KH Abdul Chalim mendedikasikan diri untuk membangun pendidikan bangsa. Salah satunya melalui gerakan lembaga pendidikan sosial dan politik bernama Taswiful Afkar (kebangkitan pemikiran).
Dalam perjuangannya melawan penjajah, KH Abdul Chalim menjadi pembina kerohanian organisasi semi militer Hizbullah. Ia mendirikan organisasi tersebut untuk wilayah Majalengka dan Cirebon.
KH Abdul Chalim menjadi pejuang Hizbullah di beberapa medan pertempuran yaitu Cirebon, Majalengka, dan Surabaya. Semangat dan perjuangannya yang tinggi sampai-sampai ia dikenal sebagai Muharrikul Afkar yang artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan.
Tokoh NU Jawa Barat ini juga pernah mendapat sebutan “Mushlikhu Dzatil Bain” yang artinya pendamai dari kedua pihak yang berselisih. Hal ini karena ia sering mendamaikan para ulama yang bersitegang.
Dalam perjalanan hidupnya, KH Abdul Chalim juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Wafat
KH Abdul Chalim wafat pada 11 April 1972 M kemudian dimakamkan di Kompleks Pesantren Sabilul Chalim di Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Atas jasa dan dedikasi semasa hidupnya, KH Abdul Chalim dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023 oleh Presiden Jokowi.