Sukses

Kisah KH Ahmad Hanafiah Melawan Penjajah, Ulama yang Dianugerahi Pahlawan Nasional 2023

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Ahmad Hanafiah dan lima tokoh pejuang lainnya pada peringatan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Ahmad Hanafiah dan lima tokoh pejuang lainnya pada peringatan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2023. 

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini berdasarkan surat Kementerian Sekretariat Negara RI Nomor R-09/KSN/SM/GT.02.00/11/2023 tertanggal 3 November 2023.

KH Ahmad Hanafiah merupakan ulama berpengaruh dari Kota Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Semasa hidupnya ia banyak berkiprah sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia terutama melawan penjajah di tanah Lampung.

Lahir di Sukadana pada 1905, KH Ahmad Hanafiah merupakan putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Iqtishodiyah di Sudana. Pesantren ini merupakan yang pertama di Provinsi Lampung.

KH Ahmad Hanafiah mulai belajar agama sejak kecil kepada ayahnya. Di umur lima tahun ia sudah khatam membaca Al-Qur’an.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Pendidikan Pesantren

Haus akan ilmu, KH Ahmad Hanafiah mengikuti jejak ayahnya menimba ilmu ke berbagai guru. Ia belajar agama ke pesantren di luar negeri seperti Malaysia, Makkah, dan madinah.

KH Ahmad Hanafiah sempat mengabdi menjadi guru agama Islam dari tahun 1920-1925 sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan ke Pesantren Kelantan Malaysia (1925-1930). 

Ia sempat mendalami ilmu tarekat di India saat perjalanannya ke Makkah. Di Tanah Suci ia menuntut ilmu hingga tahun 1936. Selama di Makkah, ia aktif di organisasi seperti menjadi Ketua Himpunan Pelajar Islam Lampung di Kota Makkah selama dua tahun (1934-1936).

Sepulangnya dari Tanah Suci, KH Ahmad Hanafiah aktif sebagai mubaligh di Lampung dan menjadi Ketua Serikat Dagang Islam (SDI) di wilayah Kawedanan Sukadana (1937-1942). Kepiawaiannya mengatur organisasi bukan hanya di tingkatan konsep, melainkan juga manajemen yang rapi hingga ke akar rumput.

 
3 dari 4 halaman

Perjuangan Melawan Penjajah

Mengutip NU Online, Agresi Belanda pada 1947 melancarkan serangan serentak kepada sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Saat itu, Belanda menyerang Lampung yang menjadi bagian dari Karesidenan Sumatera Selatan melalui jalur darat dari Palembang. Mereka sempat mendapat perlawanan dari kesatuan TNI, meskipun akhirnya Kota Baturaja dapat dikuasai Belanda. 

Agresi tersebut memicu perlawanan laskar rakyat bersama TNI terhadap Belanda dalam pertempuran di Kemarung. Kemarung adalah suatu tempat hutan belukar yang terletak di dekat Baturaja ke arah Martapura, Sumatera Selatan. Di sinilah terjadi pertempuran hebat antara laskar rakyat melawan Belanda. 

Perlawanan laskar rakyat tergabung dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah yang bersenjatakan golok. TNI dan Laskar Hizbullah yang berencana menyerang Baturaja telah dibocorkan mata-mata, sehingga personel TNI mundur ke Martapura; sedangkan pasukan Laskar Hizbullah yang tengah beristirahat di Kemarung disergap Belanda dan terjadilah pertempuran hebat. 

Anggota Laskar Hizbullah banyak yang gugur dan tertawan. Sementara KH Ahmad Hanafiah ditangkap hidup-hidup, kemudian dimasukan ke dalam karung dan ditenggelamkan di sungai Ogan. Karena itu hingga sekarang makamnya tidak diketahui. 

 
4 dari 4 halaman

Pemberani dan Disegani

Catatan peristiwa sejarah lainnya mengungkapkan bahwa KH Ahmad Hanafiah dikenal pemberani, ditakuti, dan disegani lawan. Ia dikabarkan kebal peluru. Ia juga sosok komandan Laskar Hizbullah yang rendah hati dan tidak mau menonjolkan diri. Ia selalu berjuang tanpa pamrih.

Ia diakui juga sebagai tokoh agama, ulama, pejuang, politisi, dan komandan perang yang dikenal sebagai laskar bergolok karena mereka selalu bersenjatakan golok ciomas saat bertempur. 

KH Ahmad Hanafiah memiliki sejumlah pengalaman, di antaranya pada masa penjajahan Jepang, ia menjadi anggota Chuo sangi kai di Karesidenan Lampung tahun 1945-1946. Ia pun menjadi Ketua partai Masyumi dan pimpinan Hizbullah Kewedanaan Sukadana. 

Ia lalu menjadi anggota DPR Karesidenan Lampung  pada tahun 1946-1947. Ia Wakil Kepala merangkap Kepala Bagian Islam pada kantor Jawatan Agama Karesidenan Lampung sejak awal 1947. 

Puncaknya, KH. Ahmad Hanafiah gugur di medan perang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI dari aggressor Belanda menjelang malam 17 Agustus 1947 di Front Kamerung, Baturaja, Sumatera Selatan. 

Karya

KH Ahmad adalah ulama sekaligus pejuang yang produktif menulis. Dengan karya ia mewariskan intelektualnya untuk generasi selanjutnya. Beberapa karya beliau yang masih terjaga antara lain kitab Al-Hujjah dan kitab tafsir Ad-Dohri.