Sukses

Kisah Tatkala Para Guru dan Ilmuwan Bergaji Selangit di Masa Khalifah Abbasiyah

Setiap tanggal 25 November setiap tahunnya kita memperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hal ini merupakan salah satu bentuk penghargaan atas jasa-jasa para guru yang telah ia berikan.

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hal ini merupakan salah satu bentuk penghargaan atas jasa-jasa para guru yang telah ia berikan.

Guru juga dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sebab ia telah rela berkorban tanpa memikirkan timbal balik atas apa yang telah ia lakukan.

Sejarah mencatat, pemberian penghargaan yang tinggi atas guru telah dilakukan pada masa keemasan peradaban Islam pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah.

Pemerintah pada masa itu telah memberikan penghargaan yang tinggi atas profesi guru dan ilmuwan. Salah satunya imbalan gaji guru atau tunjangan yang tinggi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Sekilas tentang Daulah Abbasiyah

Mengutip kanal Islami Liputan 6.com, masa keemasan Islam terjadi pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah. Daulah Abbasiyah adalah dinasti yang didirikan Abu al-Abbas pada tahun 750 M. Daulah Abbasiyah berhasil mencapai masa keemasan peradaban Islam ketika dipimpin oleh Harun al-Rasyid dan al-Makmun.

Masa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari pendirian perpustakaan, pemberian gaji kepada para ilmuwan, penerjemahan buku, dan penjaminan keterbukaan serta kebebasan akademik.

Sebagian para ilmuwan pada masa Dinasti Abbasiyah telah memulai karir keilmuannya pada usia yag sangat muda. Hal inilah yang pada akhirnya mengantarkan peradaban Islam menuju masa keemasannya, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.

3 dari 4 halaman

Era Keemasan Islam dan Besarnya Tunjangan untuk Guru

Keberhasilan Al-Yazidi dalam mendidik calon khalifah itu terlihat ketika di usia menginjak remaja, Al-Ma’mun tidak saja memiliki minat belajar besar dalam ilmu agama, tetapi juga filsafat Yunani hingga ia menjadi pakar cabang ilmu yang kemudian banyak mendapat kritik banyak ulama ini, terutama dari kalangan Sunni.  

Ibnu Katsir melaporkan, Al-Ma’mun menguasai lintas disiplin ilmu pengetahuan, mulai dari fiqih, kedokteran, syair, ilmu waris, teologi, gramatika bahasa Arab, hadits, hingga astronomi

Al-Ma’mun resmi menduduki kursi kekhalifahan pada 198 H dalam usianya yang ke-28 tahun. Ia menjabat selama 20 tahun lebih 5 bulan. Mendapat posisi politik penting seperti ini dimanfaatkannya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung minat kuat intelektualnya. Pada masa pemerintahannya inilah diresmikan Baitul Hikmah, sebuah pusat penerjemahan buku-buku penting dan tempat riset para ilmuwan dari latar belakang bidang yang beragam. 

 

4 dari 4 halaman

Gajinya Selangit

Tidak tanggung-tanggung, kepada para peneliti yang dipekerjakan, Al-Ma’mun menggajinya dengan besaran yang sangat tinggi. Diketahui, anggaran riset Baitul Hikmah saat itu jika diilustrasikan setara dengan dua kali lipat dana Medical Research Centre di Inggris saat ini. Sementara gaji para ilmuwan dan pengajar atau guru yang dipekerjakannya setara dengan gaji atlet profesional saat ini seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. 

Pada masa pemerintahan Al-Ma’mun inilah Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya, terutama dalam bidang sains. Jika pada masa khalifah sebelum-sebelumnya ilmu pengetahuan terbatas pada diskursus keagamaan, pada masa Al-Ma’mun ilmu pengetahuan tidak saja sebagai penguat doktrin agama tetapi juga sebagai kajian serius lintas disiplin. Sebuah terobosan yang sangat layak diacungi jempol.

Terlepas dari kontroversi Al-Ma’mun soal peristiwa Al-Mihnah, kita sangat mengapresiasi dedikasinya kepada ilmu pengetahuan. Dengan ambisi intelektualnya, sang khalifah melakukan beragam terobosan dan upaya baik dengan mendirikan pusat penelitian, mempekerjakan ilmuwan dari lintas bidang, hingga membiayai riset dan menggaji peneliti dengan dana yang cukup tinggi.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul