Sukses

Lupa Mandi Junub Langsung Sholat, Apakah Sah?

Macam-macam perilaku yang kita lakukan sebab munculnya sifat lupa ini, seperti lupa melaksanakan sholat padahal masih dalam kondisi junub dan belum mandi besar. Lalu jika hal ini terjadi apakah sholah yang kita lakukan ini sah?

Liputan6.com, Jakarta - Lupa merupakan salah satu sifat yang dimiliki manusia. Macam-macam perilaku yang kita lakukan sebab munculnya sifat lupa ini, seperti lupa melaksanakan sholat padahal masih dalam kondisi junub dan belum mandi besar.

Sifat ini melekat karena memang manusia ini tempatnya salah dan lupa. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan.

ألإِنْسِانُ مَحَلُّ الخَّطَاء وَالنِّسْيَان

Artinya: “Manusia tempatnya salah dan lupa.”

Perihal sifat lupa atau khilaf ini, Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.

Artinya, “Setiap manusia memiliki kesalahan. Orang bersalah yang paling baik adalah orang yang bertaubat.” (H.R Ibn Majjah)

Lalu jika lupa mandi junub lantas sholat, apakah sholat yang kita lakukan ini sah?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Apakah Sholatnya Sah?

Mengutip laman muisulsel.or.id, Thaharah merupakan syarat sahnya shalat, jadi shalat yang dilakukan tanpa taharah tidak sah baik disengaja maupun tidak disengaja. Allah Berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا

"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub)."

Rasulullah SAW bersabda:

لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ

“Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian jika berhadas hingga ia berwudhu.”(HR. Bukhari no. 6440).

Jadi orang yang lupa mandi junub kemudian dia melaksanakan shalat wajib, harus mengulangi shalatnya dan memperbanyak istigfar.

Kemudian segera mandi lalu shalat meskipun sudah lewat waktunya, berdasarkan sabda nabi shallallahu alaihi wasallam:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ

“Barangsiapa lupa suatu shalat, maka hendaklah dia melaksanakannya ketika dia ingat. Karena tidak ada tebusannya kecuali itu." (HR. Bukhari no 562)

3 dari 3 halaman

Sholat tapi Belum Mandi Junub Sah, Jika...

Mengutip laman NU.or.id, kalau sholatnya dengan tayamum, di tempat-tempat yang diperbolehkan tayamum, maka tidak wajib qadha. Tetapi kalau sembahyangnya dengan wudhu atau di tempat yang tidak diperbolehkan tayamum, maka wajib qadha.

Keterangan, dalam kitab: Hasyiyah al-Bajuri [1]

أَلَيْسَ عَجِيْبًا أَنَّ شَخْصًا مُسَافِرًا * إِلَى غَيْرِ عِصْيَانٍ تُبَاحُ لَهُ الرُّخَصُ إِذَا مَا تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ أَعَادَهَا * وَلَيْسَ مُعِيْدًا لِلَّتِيْ بِالتُّرَابِ خُصَّ وَأَجَابَ بَعْضُهُمْ: لَقَدْ كَانَ هَذَا لِلْجِنَابَةِ نَاسِيًا * وَصَلَّى مِرَارًا بِالْوُضُوْءِ أَتَى بِنَصٍّ قَضَاءُ الَّتِي فِيهَا تَوَضَّأَ وَاجِبٌ * وَلَيْسَ مُعِيدًا لِلَّتِي بِالتُّرَابِ خُصَّ كَذَاكَ مِرَارًا بِالتَّيَمُّمِ يَا فَتَى * عَلَيْكَ بِكُتُبِ الْعِلْمِ يآ خَيْرَ مَنْ فَحَص لِأَنَّ مَقَامَ الْغُسْلِ قَامَ تَيَمُّمٌ * خِلاَفُ وُضُوْءَ هَاكَ فَرْقًا بِهِ تُخَصُّ

"Bukankah aneh, ada seseorang bepergian bukan bertujuan maksiat yang boleh melakukan rukhshah. Ketika ia wudhu untuk shalat, maka ia harus mengulangi shalatnya kembali, dan ia tidak perlu mengulang shalat kembali ketika tayamum dengan debu saja? Sebagian ulama menjawab: Hukum ini adalah untuk orang junub yang lupa, lalu shalat berkali-kali dengan berwudhu.

Maka sangat jelas, bahwa mengadha shalat yang bersucinya dengan wudhu itu wajib dan ia tidak perlu mengulang shalat kembali ketika tayamum dengan debu saja. Begitulah ia tayamum berulangkali wahai pemuda. Bacalah buku-buku ilmu pengetahuan wahai orang yang terbaik penelitiannya.

Karena kewajiban mandi (junub) bisa digantikan tayamum, berbeda dengan wudhu dalam kasus tersebut, karena adanya pembeda tertentu (antara keduanya) sehingga kasus junub tersebut mempunyai hukum khusus. [1] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.), Jilid I, h. 95-96

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul