Sukses

Soroti Debat Cawapres, UAH Usul Format Debat Capres-Cawapres Berikutnya Seperti Ini

Ulama kharismarik Ustadz Adi Hidayat atau UAH menyoroti Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 pada Jumat, 22 Desember 2023 lalu. Menurut UAH, debat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) itu masih jauh dari sisi substansial yang diharapkan.

Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik Ustadz Adi Hidayat atau UAH menyoroti debat calon wakil presiden (debat cawapres) 2024 pada Jumat, 22 Desember 2023 lalu. Menurut UAH, debat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) itu masih jauh dari sisi substansial yang diharapkan.

“Tanpa mengurangi kebaikan, kemuliaan, dan kehormatan seluruh paslon. Namun, kita belum bisa mendapatkan gambaran kompherensif tentang tema debat terkait, baik dari strategi ataupun juga implementasi program dari tugas-tugas wapres yang semalam dikemas di bidang-bidang baik itu keuangan, ekonomi kerakyatan, digital, sampai pengelolaan APBN, APBD, infrastruktur, dan sebagainya,” kata UAH dikutip dari YouTube Adi Hidayat Official, Senin (25/12/2023).

“Kita belum melihat secara substansial apa yang kemudian akan dikembangkan di Indonesia ini selama 5 tahun ke depan,” lanjutnya.

Menurut UAH, keterbatasan waktu dan keadaan membuat para cawapres tidak memungkinkan memaparkan secara substansial dengan optimal. Meski demikian, UAH memaklumi jika hal tersebut terjadi dan menjadi catatan yang dapat dievaluasi oleh KPU.

“Dari dasar inilah yang kita jadikan sebagai acuan untuk mengusulkan supaya tidak ada terkesan ewuh pakewuh dalam debat, dalam hal menghadirkan argumentasi atau juga dalam hal saling bertanya dan menjawab,” ujar UAH.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Usul Panelis dari 38 Provinsi

UAH memberikan usulan yang dapat dipertimbangkan KPU untuk format Debat Capres-Cawapres berikutnya. UAH berusul, debat ke depannya menghadirkan panelis-panelis yang mewakili bagian dari provinsi-provinsi di Indonesia yang dipilih secara profesional dan proporsional.

“Kalau kita punya lima atau enam sesi debat, dari 38 provinsi kita bisa hadirkan enam sampai tujuh panelis di setiap sesi yang mewakili bagian dari seluruh provinsi," katanya.

"Dan ini akan sangat fair bila pertanyaan-pertanyaan itu ditujukan langsung oleh yang mewakili setiap provinsinya, membawa kegelisahan di daerahnya, permasalahan yang dihadapi di wilayahnya, lalu ditanyakan (solusi) kepada calon-calon dimaksud,” beber UAH.

3 dari 3 halaman

Mengetahui Permasalahan Sebenarnya

Menurut UAH, dengan format debat seperti itu para capres-cawapres bisa mengetahui permasalahan sebenarnya yang terjadi, sehingga program yang dirancang bukan sekadar sebuah konsepsi yang belum tentu dibutuhkan masyarakat pada umumnya. 

“Sekalipun itu tentu akan memiliki kajian-kajian hukum tersendiri, draf naskah hukum tersendiri yang dipelajari, tapi akan sangat lebih baik jika itu didapatkan dari persoalan real yang hadir di lapangan untuk kemudian didengar visi dan misinya," tutur UAH

"Lantas kemudian akan jadi rekomendasi ketika satu di antara tiga itu terpilih menjadi calon wakil presiden untuk ke depan. Pun demikian dengan konsep calon presiden jika terjadi debat-debat di kemudian waktu,” tambahnya.

UAH menilai, panelis dari berbagai provinsi itu akan lebih ideal, bebas, objektif, dan tepat terhadap sasaran-sasaran materi debat. Publik pun nantinya bisa menangkap secara genuine dan natural bagaimana karakteristik dan cara berpikir secara konseptual capres-cawapres.