Sukses

Istri Sedang Hamil, Bolehkah Berhubungan Intim? Begini Pandangan Islam

Ada perbedaan pandangan ulama mengenai berhubungan intim saat hamil, begini perbedaannya

Liputan6.com, Jakarta - Di masyarakat umum, beredar kepercayaan atau mitos yang melarang keras bagi suami istri berhubungan seks saat istri sedang hamil.

Ada juga yang mengatakan pamali bagi istri yang sedang hamil digauli suaminya. Bisa-bisa anak dalam kandungannya bisa meninggal.

Memang, ada sebagian besar orang yang beranggapan dan percaya jika berhubungan intim di masa kehamilan berbahaya bagi janin dan bisa menimbulkan keguguran, sehingga tidak boleh dilakukan.

Mitos yang berkembang seperti ini umumnya terkait larangan yang tak boleh dilakukan. Uniknya, tiap daerah biasanya akan memiliki mitos tertentu yang berkembang dan dipercaya oleh masyarakatnya.

Lalu bagaimana dengan pandangan Islam, untuk kasus hubungan intim saat istri hamil?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 5 halaman

Alasan Pemeriksaan Kesehatan saat Hamil

Dalam Islam, Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19, bahwa suami harus menggauli istrinya dengan cara yang baik. Oleh sebab itu, seks tidak dilakukan apabila memberatkan salah satu pihak.

Mengutip Hidayatuna.com, bukan hanya memperhatikan sang istri tapi juga calon buah hati yang sedang dikandung. Di awal kehamilannya, biasanya ibu hamil belum begitu mengalami “nikmatnya” menjadi calon ibu.

Di usia kehamilan yang menginjak trimester kedua-lah ibu hamil mulai merasakan morning sickness, tapi tidak semua ibu hamil pasti merasakannya. Ada yang sama sekali tidak merasakannya.

Terkadang morning sickness ini membuat si ibu hamil tidak bergairah untuk berhubungan suami-istri. Ada pula yang karena kondisi si jabang bayi sehingga mengharuskan si ibu hamil dan calon ayah mengurangi intensitas berhubungan. Atau bahkan tidak sama sekali sesuai anjuran dokter kandungan yang menangani.

Lalu dalam Islam sendiri bagaimana hukum berhubungan suami-istri saat kondisi istri hamil, apakah diperbolehkan?

Ulama memperbolehkan hubungan intim saat istri sedang hamil, tetapi hukumnya makruh. Apalagi jika ada kekhawatiran akan bahaya pada janinnya, bahkan menjadi haram jika yakin akan membahayakan kondisi si janin.

Itulah salah satu alasan pentingnya memeriksakan kehamilan sejak awal, agar bisa diketahui bagaimana perkembangan janin. Hal itu akan berdampak pada aktivitas yang dilakukan si ibu, termasuk aktivitas seksual seperti berhubungan intim suami dan istri.

3 dari 5 halaman

Perlakukan Wanita Hamil dengan Baik

Sementara mengutip nu.or.id, wanita hamil, sebagaimana ibu kita pada umumnya kadang mengalami berbagai kepayahan saat kehamilannya. Dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 14 diterangkan kepayahan ibu hamil ini dengan diksi wahnan ’ala wahnin sebagaimana berikut:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya, “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”

Merujuk penafsiran Imam Al-Qurthubi, maksud kata wahnan ’ala wahnin adalah ibu yang sedang hamil setiap hari semakin lemah. (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Quran, juz XIV, halaman 63).

Dari sini dapat kita pahami bahwa sudah semestinya perempuan hamil diperlakukan secara lebih baik karena pada umumnya setiap hari semakin lemah.

Lalu apakah hal ini juga mencakup ketidakbolehan berhubungan intim dengan istri yang sedang hamil?

4 dari 5 halaman

Pedoman Ulama yang Memakruhkan Hubungan Intim saat Hamil

Dalam hal berhubungan intim dengan istri yang sedang hamil ulama berbeda pendapat. Sejumlah ulama memakruhkan, sedangkan mayoritas ulama membolehkannya.

Ulama yang memakruhkan menggauli istri saat hamil berpedoman pada hadits riwayat Asma binti Yazid bin As-Sakan:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: لاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ سِرًّا، فَإِنَّ الْغَيْلَ يُدْرِكُ الْفَارِسَ فَيُدَعْثِرُهُ عَنْ فَرَسِهِ. (رواه أبو داود

Artinya, “Diriwayatkan dari Asma binti Yazid bin As-Sakan, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Jangan kalian bunuh anak-anak kalian secara rahasia. Sungguh perbuatan ghail (menggauli istri saat menyusui atau hamil) menemui seorang penunggang kuda, lalu ia menjatuhkannya dari kudanya.” (HR Abu Dawud).

Al-Mula Ali Al-Qari menjelaskan, maksud hadits ini adalah bahwa ketika perempuan disetubuhi dalam kondisi hamil, maka air susunya rusak (tidak berkualitas), dan bila anak tumbuh dengan asupan air susu seperti itu maka akan berpengaruh buruk pada tubuhnya. Kemudian ketika ia dewasa dan naik kuda maka akan jatuh karenanya. Maka hal itu seperti membunuhnya. (Al-Mula Ali Al-Qari, Mirqatul Mafatih, juz X, halaman 137-138).

 

5 dari 5 halaman

Pedoman Ulama yang Membolehkan Hubungan Intim saat Hamil

Sementara ulama yang membolehkannya berpedoman pada dua hadits berikut:

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ أَخْبَرَ وَالِدَهُ سَعْدَ بْنَ أَبِى وَقَّاصٍ أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: إِنِّى أَعْزِلُ عَنِ امْرَأَتِى. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: لِمَ تَفْعَلُ ذَلِكَ؟ فَقَالَ الرَّجُلُ أُشْفِقُ عَلَى وَلَدِهَا أَوْ عَلَى أَوْلاَدِهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: لَوْ كَانَ ذَلِكَ ضَارًّا ضَرَّ فَارِسَ وَالرُّومَ. (رواه مسلم

Artinya, “Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bahwa Usamah bin Zaid mengabari ayahnya, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash, sungguh ada seorang lelaki mendatangi Rasulullah saw dan berkata: “Aku meng-’azl (mengeluarkan sperma di luar rahim) dari istriku”. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa kamu lakukan itu?” Lelaki itu menjawab: “Aku menyayangi anaknya atau anak-anaknya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Andaikan hal itu membahayakan, niscaya sudah membahayakan orang Persi dan Romawi.” (HR Muslim).

Menurut Imam Abu Ja’far At-Thahawi dalam hadits ini terdapat kebolehan menggauli para istri yang sedang hamil. (At-Thahawi, Ma’anil Atsar, juz VI, halaman 85-87).

عَنْ جُدَامَةَ بِنْتِ وَهْبٍ أُخْتِ عُكَّاشَةَ قَالَتْ حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى أُنَاسٍ وَهُوَ يَقُولُ: لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الْغِيلَةِ فَنَظَرْتُ فِى الرُّومِ وَفَارِسَ فَإِذَا هُمْ يُغِيلُونَ أَوْلاَدَهُمْ فَلاَ يَضُرُّ أَوْلاَدَهُمْ ذَلِكَ شَيْئًا

Artinya, “Diriwayatkan dari Judamah binti Wahb saudari ’Ukasyah, ia berkata: “Aku mendatangi Rasulullah saw saat bersama orang banyak, saat beliau bersabda: “Sungguh Aku bermaksud melarang dari perbuatan ghilah (menggauli wanita yang sedang menyusui atau hamil), lalu aku melihatnya pada bangsa Romawi dan Persia. Kemudian mereka melakukannya pada anak-anak mereka dan itu tidak membahayakan mereka sedikit pun.” (HR Muslim)

Merujuk penjelasan Al-Hafidh Al-Munawi, andaikan menyetubuhi istri atau istri menyusui saat hamil membahayakan, niscaya hal itu membahayakan anak-anak bangsa Romawi dan Persia. Karena mereka telah melakukannya padahal banyak dokter di sana. Andaikan hal itu membahayakan niscaya para dokter itu akan mencegahnya. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz V, halaman 357).

Di antara ulama mazhab Syafi’i yang membolehkannya secara terang-terangan adalah Al-Khatib As-Syirbini. Ia menegaskan:

ولا يحرم وطء الحامل والمرضع

Artinya, “Dan tidak haram menyetubuhi perempuan hamil dan menyusui.” (As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, juz III, halaman 139). Dari uraian ini dapat dipahami bahwa hukum menyetubuhi istri saat hamil ada dua pendapat, pertama makruh, dan kedua menurut mayoritas ulama adalah boleh dan tidak makruh sama sekali.

Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul