Sukses

Sebenarnya Dajjal Makhluk Fiktif atau Nyata

Dajjal Dalam Islam, Sosok yang Sangat Menakutkan, Sekedar Cerita atau Makhluk Nyata?

Liputan6.com, Jakarta - Dalam banyak cerita, penggambaran Dajjal adalah tentang sosok yang sangat menakutkan dalam kepercayaan Islam.

Dajjal digambarkan sebagai sosok yang licik dan manipulatif, mampu mempengaruhi orang-orang dengan kata-kata dan tindakannya.

Kemunculan Dajjal merupakan salah satu tanda kiamat yang disebut oleh Nabi Muhammad SAW.

Sebenarnya, banyak deskripsi yang menggambarkan Dajjal sebagai makhluk yang memiliki kekuatan besar, mampu melakukan mukjizat atau keajaiban yang menyesatkan.

Dajjal sering dijelaskan memiliki satu mata yang buta atau bermasalah, atau bahkan dipercayai memiliki satu mata palsu yang menyebabkan ketidakseimbangan dan kesesatan. Kisah-kisah juga menyebutkan bahwa ia akan muncul di akhir zaman untuk mencoba menggoda umat manusia dari jalan yang lurus. 

Namun adapula yang berkembang sebuah pertanyaan, Dajjal adalah makhluk fiktif atau nyata.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hadis Mengenai Dajjal

Mengutip bincangsyariah.com, dalam beberapa hadis nabi secara eksplisit disebutkan seseorang bernama Dajjal. Bisa dikatakan keberadaannya sampai saat ini belum diketahui. Pasalnya, dalam beberapa hadis nabi diceritakan banyak sahabat juga seolah-olah melihatnya. Bahkan ia malah dikenal dengan nama Ibn al-Shiyyad. Padahal itu belum tentu orang yang sama seperti dimaksud Nabi.

Sebenarnya bagaimana Dajjal diceritakan dalam hadis nabi? Sosok tersebut sering kali dipersonifikasikan sebagai musuh terbesar umat Islam. Hadis-hadis yang berbicara tentang Dajjal lebih sering bersifat eskatologis. Banyak sekali hadis menceritakan bahwa keberadaan Dajjal sudah dikenal sejak zaman sebelum Nabi Muhammad SAW.

Hadis-hadis yang berbicara tentang Dajjal cukup banyak terdapat dalam Kutub al-Tis’ah (Sembilan kitab-kitab Hadis). Di antaranya Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Sunan Abi Daud, Sunan Abi Daud.

Para ulama Mukhariul Hadis mengategorikan hadis-hadis Dajjal dalam bab al-Fitan wa Asyrath al-Sa’at (Kekacauan dan Tanda-tanda hari Kiamat). Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Dajjal adalah sosok yang hadir di akhir zaman. Ia muncul saat banyaknya kekacauan yang terjadi di atas muka bumi.

Di antara hadis yang populer menyebut keberadaan Dajjal

قال عبد الله بن عمر : قام رسول الله صلى الله عليه وسلم في الناس فأثنى على الله بما هو أهله ثم ذكر الدجال فقال : ” إني أنذركموه وما من نبي إلا وقد أنذر قومه لقد أنذر نوح قومه ولكني سأقول لكم فيه قولا لم يقله نبي لقومه تعلمون أنه أعور وأن الله ليس بأعور ” . متفق عليه

Dalam hadis ini secara tekstual, disebutkan bahwa keberadaannya sudah diperingatkan sejak zaman nabi Nuh As. Nabi juga menyebut bentuknya sebagai orang yang buta sebalah matanya. Ia awalnya mendaku sebagai nabi, lalu mendaku sebagai Tuhan.

Dari beberapa hadis tentang Dajjal, banyak para ulama berbeda pemahaman. Ada yang berpendapat keberadaannya benar dan ia sebagaimana bentuk dan sifatnya. Ia mampu menghidupkan orang yang telah dibunuhnya, buta dan seterusnya. Ia adalah pribadi yang diilustrasikan dalam hadis nabi. Pendapat ini dijelaskan oleh an-Nawawi dalam Syarh Muslim. Dajjal adalah personal (syakhsun bi ‘ainihi).

3 dari 3 halaman

Ini Jika Dilihat dari Sudut Terminologis

Secara terminologis, Dajjal diartikan sebagai orang yang menutupi sesuatu. Karena ia disebut dalam hadis sebagai A’war. Ia dianggap telah menutupi kebenaran, dan orang yang paling berdusta. Pemaknaan literal seperti ini pernah terjadi dalam sejarah Islam. Para pendusta atas nama agama, sering disebut sebagai Kadzab.

Imam Malik bin Anas, salah seorang Ahli Fikih dan Ahli Hadis abad 2 H pernah men-jarh­salah seorang perawi hadis yang sering berdusta atas nama hadis nabi. Karena ia sering meriwayatkan hadis dengan dusta pada nabi. Ia di-jarh dengan Dajjal.

Ada yang berpendapat bahwa ia ada, akan tetapi wujudnya belum bisa dipastikan. Pendapat ini diperkuat oleh Badruddin al-‘Aini dalam Syarh Sunan Abi Daud, bahwa identifikasi fisiknya dalam hadis Nabi merupakan tamsil atas meninggi dan meningkatnya kejahatan, kerusakan di bumi.

Pemahaman ini didapatkan dari pernyataan ulama Sunni, bahwa Dajjal adalah fitnah terbesar umat Islam. Jika agama Islam membawa rahmat dan kasih sayang, maka fitnah terbesar ini hanya akan muncul jika tidak ada lagi kasih sayang di antar umat manusia. Sebagaimana ini implementasi dari Islam sebagai Rahmatan lil Alamin. Sebagai mana juga fungsi agama sebagai pembawa kebajikan di antara umat manusia.

Penafsiran ini sedikit banyak beririsan dengan pandangan Mu’tazilah. Bagi Mu’tazilah, personifikasi yang digambarkan hadis Nabi, ditafsirkan tidak secara literal, karena ia bukan personal. Akan tetapi, ia adalah karakter utama dari keburukan dan kejahatan itu sendiri.

Jika kita telusuri lebih jauh, narasi tentang dajjal tidak saja berada dalam Islam. Ia memiliki banyak versi. Dalam banyak literatur, selain ia dinisbatkan sebagai tanda bagi akhir dari dunia. Kemampuannya untuk memanipulasi pandangan kasat mata orang-orang, menunjukkan tidak ada lagi peran agama dan kebaikan pada waktu itu. Wallahu A’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul