Liputan6.com, Jakarta - Agar persahabatan tak putus, pinjam dulu seratus, candaan ini menjadi sangat akrab akhir-akhir ini. Ini sebenarnya sindiran buat orang yang suka pinjam uang.
Entah darimana asalnya kalimat tersebut, siapa pula yang membuat candaan ini, belum diketahui sampai saat ini. Tapi banyak yang merasa paham atau relate dengan ucapan ini, bahkan candaan ini berseliweran di WA kita.
Sering kita saksikan biasanya peminjam uang ini membuat basa-basi untuk menanyakan kabar dan pada akhirnya meminjam uang.
Advertisement
Baca Juga
Namun, para peminjam ini suka enggan mengembalikan pinjamannya. Entah pura-pura lupa atau memang belum punya uang untuk mengembalikannya. Kita sering jengkel dengan kasus semacam ini, begitu susah menagih utang.
Di masyarakat juga beredar ucapan, menagih uang sendiri sulitnya bukan main, bahkan lebih galak pengutang daripada yang punya uang. Lalu, bagaimana cara menagih utang sesuai syariat Islam?
Simak Video Pilihan Ini:
Utang Sekecil atau Sebesar Apapun Wajib Dibayar
Mengutip Muhammadiyah.or.id dalam ajaran Islam, kewajiban membayar utang atau hutang dianggap sebagai amanah yang harus dipenuhi dengan penuh tanggung jawab.
Prinsip-prinsip etika yang terkandung dalam Islam memandang hutang sebagai ikatan moral. Karenanya, umat Islam diajak untuk mengikuti pedoman-pedoman yang ditetapkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, uutang sebesar apapun wajib dibayar. Dalam hadis disebutkan: “Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: “Siapa yang mengambil harta manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak harta orang itu. (HR al-Bukhari).
Islam juga mendorong agar utang segera dilunasi. Dari Abu Hurairah RA berkata; Nabi SAW bersabda: “Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezaliman”. (HR al-Bukhari). Dalam hadis lain disebutkan: “Menunda-nundaan orang kaya (dalam pembayaran hutangnya) menjadi sebab pembolehan menjatuhkan kehormatannya dan pemberian sanksi terhadapnya. (HR Abu dawud, al-Nasa’iy, al-Bukhari, dan Ibn Hibban).
Advertisement
Prinsip Menagih Utang sesuai Syariat Islam
Meskipun Islam menegaskan pentingnya membayar hutang, prinsip menagih hutang juga menekankan perlunya menggunakan cara yang baik dan etis. Dalam hadis, Rasulullah SAW mengajarkan, “Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya” (HR. Ibnu Maja). Sikap baik dan cara berbicara yang lembut adalah kunci dalam menyelesaikan urusan hutang.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menyebutkan, “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih haknya (hutangnya).” (HR. Bukhari no. 2076). Sikap yang mudah dan baik dalam menagih hutang menjadi nilai yang ditekankan, menciptakan lingkungan saling menghormati dan memahami keadaan satu sama lain.
Selain itu, penagihan hutang tidak boleh dilakukan dengan ancaman atau tindakan menipu. Rasulullah SAW secara tegas menyampaikan dalam hadis, “Barangsiapa yang mengangkat senjata (memerangi dan mengancam) kepada kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita (kaum Muslimin). Dan barangsiapa yang mengelabui (menipu) kita, maka ia pun bukan termasuk golongan kita.” (HR Muslim). Sikap yang bersahabat dan jujur diutamakan dalam menyelesaikan masalah hutang, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai keislaman.
Dengan merangkum prinsip-prinsip ini, kita dapat menyimpulkan bahwa menagih hutang dalam Islam bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga melibatkan niat yang baik, sikap yang santun, dan kepatuhan terhadap etika Islam. Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka kerja yang kokoh untuk menyelesaikan masalah keuangan dengan cara yang memperkuat tali persaudaraan dan keadilan sosial dalam masyarakat Islam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul