Sukses

Hukum Rebonding atau Meluruskan Rambut dalam Islam, Apakah Termasuk Mengubah Ciptaan Allah?

Rebonding atau meluruskan rambut yang keriting sudah menjadi trend di kalangan para remaja, orang tua. Hal ini kebanyakan dilakukan oleh kaum hawa agar terlihat cantik dan mempesona di depan lelaki dan suaminya.

Liputan6.com, Cilacap - Rebonding atau meluruskan rambut yang keriting sudah menjadi tren di kalangan remaja hingga orang tua. Hal ini kebanyakan dilakukan oleh kaum hawa agar terlihat cantik mempesona di depan lelaki atau suaminya.

Memang anggapan bagi sebagian orang, rambut indah itu jika mereka memiliki rambut yang lurus dan tergerai. Demi hal ini, mereka rela merogoh kocek dalam-dalam untuk keinginannya ini.

Dalam kaitannya dengan rebonding ini, ada acara yang membuat rambut lurus secara permanen melalui proses kimiawi dan ada pula yang tidak permanen.

Oleh sebab banyaknya mereka yang melakukan rebonding atau meluruskan rambut, pertanyaannya ialah bagaimana hukum rebonding dalam Islam, apakah ini termasuk mengubah ciptaan Allah?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Apakah Termasuk Mengubah Ciptaan Allah

Menukil pecihitam.org, kaidah Hukum meluruskan rambut dalam islam berputar pada istilah, apakah meluruskan rambut merupakan taghyitul khaliqah atau tidak. Taghyirul khaliqah adalah perbuatan yang menjadikan penciptaan dasar allah SWT berubah.

Kitab Adh-Dhawabith Asy-Syariyah fi Umliyati at-Tajmiliyah karya syaikh Hani bin Abdullah Al-Jubair mengatakan pengertian taghyirul Khaliqah bahwa;

وتغيير خلق الله هو تحويل الشيئ عن صفاته حتى كأنه شيئ آخر أو إزالته عنها

Artinya; “Merubah Ciptaan Allah yakni menjadikannya berubah dari bentuk asli dari segi sifat sampai menjadikannya hilang karakter sifat aslinya”

Kategori taghyirul khaliqah dalam kitab tersebut adalah menjadikan anggota tubuh menjadi berubah sifat dasarnya dan tidak dikenali lagi bentuk aslinya. Atau dengan membuang sifat dasar dan menjadikan sifat baru menggantikan sifat lama.

Ancaman bagi orang yang melakukan perubahan atas ciptaan Allah diterangkan dalam Hadis Rasulullah SAW sebagai berikut;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لعن الله الواشمات والمستوشمات والنامصات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله – رواه أحمد والبخاري ومسلم عن ابن مسعود

Artinya; “Allah Melaknat orang-orang yang suka merubah-rubah Keindahan Ciptaan Allah” (HR Ahmad dan Muttafaqun Alaih)

Praktek rebonding yang masuk kategori taghyirul khaliqah yakni dengan cara merubah struktur protein dalam rambut dan menjadikannya hilang. Kehilangan struktur protein dalam rambut menjadikan rambut berubah dari sifat asalnya. Maka hukum meluruskan rambut dalam islam menurut praktek ini dilarang.

Merubah struktur protein dalam praktek rebonding bisa dilakukan dengan mengaplikasikan zat kimiawi kepada rambut. Zat kimiawi ini bertindak sebagai zat pemertahan dalam proses meluruskan rambut supaya tidak kembali ke bentuk asal, keriting atau ikal.

Jelas bilamana dalam meluruskan menggunakan zat kimiawi masuk dalam kategori merubah ciptaan Allah SWT sebagaimana dalam hadits di atas. Meluruskan rambut yang diperbolehkan menurut pendapat Syaikh Hani bin Abdullah al-Jubiar adalah dengan menggunakan Roll sederhana pelurus rambut.

Beliau berpendapat bahwa penggunaan Roll pelurus rambut sekedar menjadikan Tazayyun atau menghias diri bukan merubah penciptaan Allah, Taghyirul Khaliqah.

3 dari 3 halaman

Hukumnya

Pendapat Syaikh Hani Al-Jubair yang merinci jenis taghyirul khaliqah dengan sangat detail. Hukum meluruskan rambut dalam Islam dalam pandangan beliau, selama menggunakan zat kimiawi dilarang, sedangkan dengan menggunakan roll sederhana diperbolehkan.

Akan tetapi beberapa ulama lainnya tidak membedakan antara penggunaan zat kimiawi atau tidak. Fatwa Ulama lainnya hanya membahasa illat dalam meluruskan rambut.

Alasan rebonding atas permintaan suami menjadikan Hukum meluruskan rambut dalam Islam diperbolehkan. Sedangkan jika tujuan utama rebonding untuk sekedar besolek dihadapan pacar atau gebetan dengan tegas dilarang.

Pembolehan hukum meluruskan rambut dalam Islam terkhusus bagi wanita yang sudah bersuami dengan seizin suaminya (bi idzni zaujatiha). Kalau tidak dengan seizin suami maka jelas terlarang. Apalagi hukum meluruskan rambut dalam Islam bagi mereka yang belum bersuami, jelas tidak boleh.

Ketidak bolehan memodifikasi rambut menyerupai orang-orang fasik sebagaimana mewarnai, memotong model Punk dan Skinhead karena beralasan Tasyabbuh bil Fusuk. Menyerupai dandanan orang Fasik memang dilarang karena akan menjadikan pelabelan tidak baik.

قال الطبري : لا يجوز للمرأة تغيير شيء من خلقتها التي خلقها الله عليها بزيادة أو نقص التماس الحسن لا للزوج ولا لغيره  وقال النووي : يستثنى من النماص ما إذا نبت للمرأة لحية أو شارب أو عنفقة فلا يحرم عليها إزالتها بل يستحب . قلت : وإطلاقه مقيد بإذن الزوج وعلمه وقال بعض الحنابلة : إن كان النمص أشهر شعارا للفواجر امتنع وإلا فيكون تنزيها ، وفي رواية يجوز بإذن الزوج إلا إن وقع به تدليس فيحرم

“Imam Thabrani menjelaskan bahwa tidak diperkenankan bagi wanita untuk merubah ciptaan Allah SWT dengan cara menambah, atau mengurangi anggota badan baik untuk alasan (menyenangkan suami) atau alasan lain. Praktek menambah rambut bagi yang pendek atau membuat-buat rambut. Dalam pandangan Imam Thabrani dilarang.

Pandangan Imam Nawawi, bahwa meluruskan Rambut yang Keriting dalam Islam diperbolehkan selama dengan Izin Suaminya. Jika tidak maka pembolehannya tertolak.

Sementara dalam pandangan sebagian Ulama Hanbali, jika merubah rambut dengan motif seperti orang Fajir (sejenis Fasik) maka dilarang. Dan jika motifnya dengan Izin suami maka dibenarkan dan dibolehkan.

Simpulan Hukum meluruskan rambut dalam Islam melihat alasan dalam meluruskan. Jika alasan utama adalah untuk menyenangkan suami dan ia menyetujuinya maka diperbolehkan. Sedangkan Hukum meluruskan rambut dalam Islam terlarang bagi mereka yang belum bersuami.

Pandangan Syaikh Hani al-Jubair membedakan meluruskan rambut kedalam taghyirul khaliqah atau tidak. Jika menggunakan zat kimiawi maka hukum meluruskan rambut dalam Islam terlarang. Diperbolehkannya meluruskan rambut jika menggunakan roll sederhana. 

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul