Sukses

Sering Sholat Dhuha tapi Tetap Melarat? Ini yang Harus Dibenahi Kata Gus Baha

Dalam realitanya, orang yang sering sholat dhuha ada saja hidupnya yang masih melarat. Mereka kemudian membandingkan dengan orang yang jarang bahkan tidak pernah sholat dhuha tapi rezekinya selalu lancar. Ini yang harus dibenahi menurut Gus Baha.

Liputan6.com, Jakarta - Sholat dhuha adalah ibadah sunnah. Sebagian muslim mengamalkan sholat dhuha karena ingin mengharapkan kelancaran rezeki. 

Namun dalam realitanya, orang yang sering sholat dhuha ada saja hidupnya yang masih melarat. Mereka kemudian membandingkan dengan orang yang jarang bahkan tidak pernah sholat dhuha tapi rezekinya selalu lancar.

Menurut ulama kharismarik KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, cara berpikir seperti itu harus dibenahi dan mulai menggunakan logika nubuwwah.

Mengutip jurnal.ar-raniry.ac.id, logika nubuwwah adalah cara berpikir khas para nabi agar orang tidak salah dalam menyembah Allah, tidak salah dalam memandang hakikat dunia dan dalam menjalani kehidupan. 

Singkatnya, logika nubuwwah adalah cara berpikir kenabian. Logika nubuwwah ini perlu diterapkan termasuk dalam perkara orang yang rajin sholat dhuha tapi masih melarat. 

Gus Baha mengatakan, orang yang biasa sholat-sholat sunnah seperti tahajud, witir, dan dhuha terkadang oleh Allah memang tidak diberi kaya. Sebab, Allah lebih suka pada sujudnya orang tersebut.

“Bukan malah kok ditransaksional. ‘Gusti, saya sudah lama tahajud dan dhuha tapi kok masih tetap miskin? Dan yang tidak pernah sholat dhuha kok kaya?’. Orang kok bodohnya bukan main,” imbuh Gus Baha, mengutip YouTube Santri Gayeng, Kamis (18/1/2024).

Menurut Gus Baha, orang yang menggunakan cara berpikir nubuwwah di akhir zaman ini sangat sedikit. Oleh karenanya muslim masa kini harus terus dilatih cara berpikir nubuwwah agar tidak salah kaprah.

“Inilah yang saya khawatirkan pada kalian, makanya ngaji. Agama sejak dulu itu sering ndak masuk akal. Cara berpikir agama itu berbeda dengan logika keadilan,” katanya.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Cara Berpikir Nubuwwah Abu Bakar

Dalam kesempatan yang sama, Gus Baha mengisahkan cara berpikir nubuwwah Abu Bakar As-Siddiq ketika menjadi khalifah.

Gus Baha berkisah, orang yang ikut perang Badar, dengan Abu Sufyan yang baru masuk Islam ketika Fathu Makkah, itu sahamnya sama. 

Kemudian diprotes oleh Umar, “Kenapa harus sama? Padahal mereka itu pernah lama memusuhi nabi dan masuk Islam setelah Fathu Makkah.”

Abu Bakar menjawab, “Orang orang yang ikut berperang Badar itu karena Allah, jadi biarkan dibalas oleh Allah. Buat apa saya balas di dunia? Jika dibalas di dunia maka sama, dibalas.”

“Ini adalah cara berpikir nubuwwah. Cara berpikiran nubuwwah itu begini,” tutur Gus Baha.

3 dari 3 halaman

Kisah Anshar yang Protes ke Rasulullah SAW

Gus Baha juga mengisahkan sebagian orang Anshar yang protes ke Rasulullah SAW. Itu karena orang yang baru masuk Islam saat Fathu Makkah banyak diberi harta oleh Rasulullah SAW. Sementara, orang-orang Anshar yang selalu menolongnya tidak diberi sama sekali.

“Ada satu, dua orang Anshar yang masih muda bilang gini. ‘Ternyata Rasulullah itu tidak adil, kita yang menolong sejak lama tidak diberi, dan orang yang baru masuk Islam malah diberi,” Gus Baha mengisahkan.

Singkat cerita, Rasulullah SAW mendengar protes itu dan memberi penjelasan.

"Kamu itu sudah bisa jadi pahlawan, ya sudah jadi pahlawan terus saja. gampangnya gitu. Orang yang bisa heroik oleh nabi disuruh istiqomah saja, bermental memberi. Jangan sampai orang yang sudah lama memberi kemudian bermental tamak, menerima dan ingin mendapat. Ini kan turun pangkat dari mental memberi kemudian menerima,” demikian gambaran yang disampaikan nabi, dituturkan Gus Baha.

“Orang-orang yang baru masuk Islam itu saya kasih kambing, unta terus pulang Jadi pulang dengan membawa tadi. Kalau hidupmu, membawaku. Nanti kamu pulang membawaku, Muhammad Rasulullah,” jelas Rasulullah ke kaum Anshar.

“Setelah orang-orang saya beri harta pada pulang. Kalau kalian, pulang membawa saya. Kalian pilih mana, pulang membawa kambing atau saya? ‘Ya memilih Anda’. Akhirnya pada menangis,” lanjut Gus Baha mengisahkan.

Kata Gus Baha, itu sama halnya, ada kiai besar yang punya orang ndalem. Saat ada tamu, orang ndalem itu masak masakan yang enak. 

Tamu yang sowan ke kiai tersebut diberi makan. Sementara, orang ndalem-nya tidak kebagian, padahal yang masak.

“Tapi para tamu yang sowan sesudah makan kan pulang. Dan orang ndalem bertemu kiai terus, jadi mendapat ilmu ketika beliau mengajar semestinya pasti ridha. Kalau orang-orang yang hanya dapat makanan, kalau kamu dapat kiainya. Itulah cara berpikir nubuwwah,” pungkas Gus Baha.