Sukses

Amalan Pembuka Rezeki dari Mbah Moen Agar Terhindar Utang, Baca Setiap Ba’da Maghrib dan Subuh

Kiai Izzuddin pernah mendapat ijazah amalan pembuka rezeki dari Mbah Moen agar terhindar utang. Santri pertama Mbah Moen ini sampai sekarang masih mengamalkan ijazah dari gurunya itu.

Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen kerap memberikan ijazah amalan kepada para santrinya. Salah satu santri yang mendapat ijazah berupa wirid adalah Pengasuh Pesantren An Nur Kendal, KH Izzuddin Abdussalam.

Kiai Izzuddin pernah mendapat ijazah amalan pembuka rezeki dari Mbah Moen agar terhindar utang. Santri pertama Mbah Moen ini sampai sekarang masih mengamalkan ijazah dari gurunya itu.

“Dulu saya diijazahi Mbah Moen. Sudah saya amalkan mulai saya umur 20 tahun sampai umur 75 tahun masih saya amalkan,” katanya dikutip dari YouTube NU Online, Selasa (23/1/2024).

“Ini dilaksanakan, ibarat hikmahnya daripada utang mending mengutangi,” tuturnya.

Kiai Izzuddin mengungkapkan, selama mengamalkan ijazah tersebut ia tidak pernah punya utang. Ia dan keluarganya selalu diberikan kecukupan rezeki.

“Semenjak saya berkeluarga sampai sekarang nggak punya utang. Insya Allah cukup, padahal saya nggak punya lahan sawah, nggak punya,” katanya.

“Boleh, boleh. Itu boleh, boleh,” kata Kiai Izzuddin saat ditanya apakah boleh ijazah ini diamalkan oleh pemirsa YouTube NU Online.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Bacaan Wirid dari Mbah Moen

Berikut ini amalan wirid agar dimudahkan rezeki dan terhindar dari utang yang diijazahkan Mbah Moen kepada Kiai Izzuddin lengkap dengan jumlah bacaannya. Wirid ini dibaca setiap ba’da Maghrib dan Subuh.

1. يَالَطِيْفُ

(Ya lathifu) dibaca 129 x

2.  ٱللَّهُ لَطِيفٌۢ بِعِبَادِهِۦ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْعَزِيزُ

(Allāhu laṭīfum bi'ibādihī yarzuqu may yasyā`, wa huwal-qawiyyul-'azīz) [Q.S. Asy-Syura 18] dibaca 9x.

3.  اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ 

(Allahumma Sholli ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa’ala Ali Sayyidina Muhammad) dibaca 1x

4. اللّٰهُمَّ وَسِّعْ عَلَيَّ رِزْقِى اللّٰهُمَّ عَطِّفْ عَلَيَّ خَلَقَكَ اللّٰهُمَّ كَمَ صُنْتَ وجْهِيْ عَنْ الْسُّجُوْدِلِغَيْرِ ك فَصُنْهُ عَنْذُلِّ السُّؤالِ لِغَيْرِكَ بِرَحمَتِك يَااَرحْمَ الرَّحِميْنَ

(Allahumma wasi’ ‘alay ya rizqi, Allahumma ‘atif ‘alayya khalaqaka, Allahumma kama shunta wajhi 'anis sujuudi lighoirika fashunhu ‘an dzullis su-aali lighairik, birohmatika ya arhamar raahimin) dibaca 1x.

3 dari 3 halaman

Keberkahan dari Guru dan Ulama

Kiai Izzuddin bercerita, dulu pada 1994 saat mau berangkat haji harga sawah siring Rp3.000.000 dan selupit Rp6.000.000. Sementara, biaya haji pada zaman itu Rp6.900.000.

Ketika itu, Kiai Izzuddin ditawarkan oleh seseorang untuk membeli sawahnya. Menurut sang penjual, sawah tersebut lahannya bagus. Musim kemarau maupun penghujan pun bisa ditanami. Airnya pun lancar.

“Minta Rp7.000.000. Kok mahal banget Rp7.000.000? Siring saja 3.000.000,” kata Kiai Izzuddin.

“Itu bagus tempatnya, tapi harganya bisa digoyang,” ujar penjual sawah.

Kiai Izzuddin sempat bimbang, beli sawah atau bayar haji. Kalau haji hanya bisa mampu untuk sendiri, tidak bareng istri.

“Akhirnya saya pilih haji, tidak beli sawah. Sampai sekarang tidak punya sawah-sawah,” ungkapnya.

Meski demikian, Kiai Izzuddin diberi kecukupan rezeki oleh Allah SWT. Ia bisa menyekolahkan anaknya, juga memberangkatkan anaknya ke pesantren.

“Mungkin barokah dari guru-guru saya. Jadi, orang yang dengan guru, dengan ulama dekat, insya Allah berkah. Yang membawa berkah itu ulama,” katanya.

“Allah memberi keyakinan kepada kita bahwa barokah itu bersama orang-orang besar (akaabir). Akabir itu yang dimaksud ulama,” lanjutnya.

Kiai Izzuddin mengatakan, orang yang sowan kepada ulama akan mendapat berkah. Begitu pun ketika rumah kedatangan ulama akan datang keberkahan. 

“Jadi sering sering lah sowan kepada ulama. Itu kalau ingin mendapat barokah. Saya ke tempat guru saya kan setahun minimal 3 kali, di Sarang (Rembang, Jawa Tengah),” pesan Kiai Izzuddin.

“Ini kalau ibarat HP kan ngecas (nge-charge). Makanya kalau santri kuno senang kalau rumahnya dikunjungi ulama. Jadi dekat ulama,” pungkasnya.