Sukses

Marah Dianggap Baik Jika Penuhi 3 Syarat Berikut, Muslim Wajib Tahu!

Marah itu tidak selalu buruk, ini 3 syarat marah yang diperbolehkan dalam Islam

Liputan6.com, Jakarta - Tahu kah kamu tidak semua emosi marah memiliki definisi yang buruk? Justru dalam Islam memperbolehkan bahkan menganjurkan untuk marah jika itu menyangkut kecintaan dan pembelaan terhadap Allah SWT.

Dalam Islam menganjurkan untuk marahlah ketika seseorang atau sekelompok orang melanggar perintah-Nya dan menyekutukan Allah SWT.

Sebab kemarahan yang didasari atas pembelaan berhadap hal-hal yang bersifat menghina Allah SWT merupakan pengungkapan marah yang baik dan terpuji.

Meski demikian, agar emosi marah bisa dinilai terpuji dan baik harus memenuhi sejumlah Indikator sehingga kemarahan tersebut dapat terukur. Dimana indikator ini disesuaikan dengan syariat Agama Islam.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Inilah Syarat Marah yang Baik

Dikutip dari muslim.or.id, berikut ini 3 syarat atau indikasi agar marah kita diperbolehkan dalamIslam.

1. Tidak memicu perbuatan yang melanggar aturan syariat (agama).

Misalnya: memukul, main hakim, mencaci-maki, dan lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ

“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am: 108)

2. Bertujuan untuk memberikan nasihat

Ketika seseorang marah karena Allah, maka marah tersebut adalah marah yang membangun dan mendorong kita untuk semakin semangat menyampaikan kebaikan dan kebenaran.

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri bahwa ada petani menemui Rasulullah dan berkata perihal ia memisahkan diri dari salat (dalam riwayat lain memperlambat datang salat) karena si fulan terlalu lama (memanjangkan) bacaan surah pada saat salat. Begitu Rasulullah mendengar petani tersebut, Abu Mas’ud kemudian berkata,

فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ مَا صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ

“Belum pernah kulihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedemikian marahnya seperti ketika beliau menasihatinya.” Lantas, Nabi menegur, “Hai manusia, jangan sampai ada di antara kalian ada yang menjadikan orang lain menjauhkan diri dari (masjid dan ibadah), siapa di antara kalian mengimami orang-orang, lakukanlah secara ringkas (sederhana), sebab di sana ada orang-orang tua, orang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan.” (HR. Bukhari)

Lihatlah, bagaimana ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam marah dan melampiaskannya dengan sesuatu yang positif. Beliau memanfaatkan momen marah tersebut untuk memberikan nasihat kepada para sahabatnya.

3 dari 3 halaman

Marahlah Dengan Tujuan Memberi Efek Jera

3. Bertujuan untuk memberikan hukuman

Hal ini dilakukan agar timbul efek jera bagi pelaku dan peringatan bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,

وما نِيل منْهُ شيء قَطُّ فَيَنتَقِم مِنْ صاحِبِهِ إِلاَّ أَنْ يُنتَهَكَ شَيء مِن مَحَارِمِ اللَّهِ تعالى : فَيَنْتَقِمَ للَّهِ تعالى

“Tidak pernah (Rasulullah) itu terkena sesuatu yang menyakiti, lalu memberikan pembalasan kepada orang yang berbuat terhadapnya, kecuali jikalau ada sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, maka Rasulullah memberikan pembalasan karena mengharapkan keridaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan, Nabi tak segan memotong tangan anaknya sendiri (Fatimah) jika mencuri,

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah (aturan memukul dalam Islam: maksimal 10x, tidak di tempat yang sama, alatnya tidak boleh dari besi/rotan, tidak boleh membekas) mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Lihat Irwa’u Ghalil, no. 247)

Sebuah kemarahan seorang muslim diperbolehkan dan dinilai terpuji jika kemarahan tersebut dapat terukur dan memenuhi 3 syarat atau indikator yang telah dijelaskan diatas.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul