Sukses

2 Rahasia Karomah Gus Iqdam, Usia Muda Jemaahnya Capai Jutaan Orang

Jemaah Gus Iqdam juga meyakini, kalau sosok pengasuh Majelis Ta’lim Sabilu Taubah ini, meskipun memiliki usia yang masih sangat muda, namun memiliki banyak karamah.

Liputan6.com, Blitar - Muhammad Iqdam Kholid alias Gus Iqdam merupakan mubaligh muda NU yang memiliki jumlah pengikut mencapai ratusan ribu bahkan jutaan orang. Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia.

Dalam usianya yang masih tergolong muda ini, Gus Iqdam mampu meraih kesuksesan dan mencapai puncak popularitasnya. Suatu hal yang tidak kita temukan pada para da’i tanah air lainnya.

Jemaah Gus Iqdam juga meyakini, kalau sosok pengasuh Majelis Ta’lim Sabilu Taubah ini, meskipun memiliki usia yang masih sangat muda, namun memiliki banyak karomah.

Sehingga tak sedikit dari para jemaahnya yang hadir ini meminta keberkahan doa dan ijazah amalan darinya.

Tentu saja banyak yang belum mengetahui, mengapa Gus Iqdam memiliki banyak kemuliaan dan keutamaan disamping memiliki banyak jemaah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Tirakat Puasa

Perihal karomah yang ia miliki sudah barang tentu tidak diperoleh dengan cara-cara yang instan. Semua butuh tirakat dan perjuangan yang tidak mudah. Tirakatnya ia mulai semasa menimba ilm di pesantren Al-Falah Ploso, Kediri.

Sebagaimana kita ketahui Gus Iqdam mengalami perjalanan cukup panjang sehingga ia mampu mencapai puncaknya saat ini.

Selama di pesantren, Gus Iqdam merasakan bagaimana tersiksanya dirinya karena memang sedari awal ia tidak ingin nyantri.

Hal ini terpaksa ia lakoni karena keinginannya mendapatkan sepeda motor bahkan mobil Panther impiannya yang dijanjikan ayahnya ketika itu, jika dirinya bersedia mesantren. Niat di pesantren tidak untuk mencari ilmu tapi untuk mendapatkan hadiah menggiurkan dari sang ayah.

Rupanya, selama 3 tahun nyantri di Ponpes Al-Falah Ploso belum membuatnya merasa kerasan sedikitpun. Namun ketika gurunya, KH Munif Djazuli (Mbah Yai Munif) meninggal dunia, ia mulai merasakan datangnya hidayah yang menyadarkan hatinya.

Sepeninggal gurunya, hari-harinya dipenuhi rasa bersalah dan menyesal. Salah satunya, karena selama mesantren, ia sama sekali belum pernah sowan kepada Mbah Yai Munif ini. Ia pun merasa khawatir kalau-kalau dirinya tidak mendapatkan keberkahan di pesantren.

Perasaan-perasaan bersalah dan takut ini ia ungkapkan kepada kakaknya, Gus Dalhar. Dengan bijak, Gus Dalhar pun menasehatinya. Meskipun belum sempat sowan ke Mbah Yai Munif, namun silaturahmi ini bisa disambungkan lewat putra-putrinya. Dan dengan cara ini, menurut Gus Dalhar, Gus Iqdam tetap mendapatkan keberkahan.

Inilah puncak perubahan hidupnya. Keinginan menebus kesalahannya, selain mengaji ia pun rajin melakukan tirakat puasa hingga memasak sendiri. Bahkan ketika pulang, ia enggan membawa uang. Ia cukup membawa bahan-bahan untuk dimasak sendiri.

Hati-hari di pesantren ia lakoni tidak sebagaimana dulu. Dia jauh sekali dari hidup manja. Bahkan keinginan awal hadiah motor dan mobil ayahnya seketika itu juga sirna. Keinginannya hanya satu, di pesantren ia ingin menjadi orang yang berguna dan mendapatkan hidup yang berkah dari Allah SWT.

3 dari 3 halaman

Keturunan Waliyullah

Sebagaimana kita ketahui, melalui jalur ibunya, Gus Iqdam memiliki kakek yang kondang sebagai waliyullah. Dalam beberapa kesempatan ia juga pernah mengatakan bahwa apa yang ia peroleh saat ini tidak lepas dari sosok kakeknya ini.

Ucapan ini sontak membuat banyak orang penasaran mengenai sosok dan silsilah Gus Iqdam. Terlebih kakek Gus Iqdam adalah kiai besar yang diyakini merupakan seorang wali. Beliau adalah KH Zubaidi Abdul Ghofur, atau yang terkenal dengan panggilan Mbah Yai Bad.

Kakek Gus Iqdam adalah pendiri Pondok Pesantren Mambaul Hikam Mantenan Udanawu, Blitar, KH Zubaidi Abdul Ghofur atau Mbah Yai Bad.

Beliau adalah kiai besar yang perannya dalam pendidikan dan perkembangan Islam di Blitar sangat besar. Terlebih, diyakini, Mbah Yai Bad adalah seorang wali. 

Melansir kanal Islami Liputan6.com, kakek Gus Iqdam Mbah Yai Bad merupakan pendiri Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam Mantenan, Blitar.

Mbah yai Bad memperoleh pendidikan dari ayahnya di lingkungan pesantren. Demikian halnya dengan saudara-saudaranya. 

Tidak hanya belajar pendidikan agama Islam dari ayahnya, Mbah Bad juga memperdalam pengetahuan agama di beberapa pesantren. Pertama kali beliau mondok di Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo selama 3 tahun. Kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Termas Rejosari Kabupaten Pacitan selama 7 tahun.

Berdasarkan penuturan, KH Zubaidi Abdul Ghofur lama menjalani tirakat puasa. Menurut cerita, perut beliau ini sangat kecil sebab tirakat yang dijalaninya. Beliau berpuasa dan berbuka tidak makan nasi. Ini dilakukannya selama 7 tahun.

Beliau menjalani puasa ini atas izin ayahnya (KH. Abdul Ghofur) yang sebelumnya beliau memiliki keinginan menjalankan tirakat tadi.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul