Liputan6.com, Blitar - Pendakwah muda Gus Iqdam atau Muhammad Iqdam Kholid bukanlah sosok biasa. Dia juga dilahirkan di tengah keluarga yang pengabdiannya terhadap perkembangan Islam luar biasa.
Kakek buyut Gus Iqdam, KH Abdul Ghofur dianggap sebagai tonggak Islam di Blitar. Beliau mendirikan Ponpes Mambaul Hikam, Mantenan.
Advertisement
Baca Juga
Banyak kisah karomah kakek Gus Iqdam. Salah satunya adalah menepuk bantal menjadi macan.
Kisah ini agak lucu. Pasalnya, karomah macan 'jadi-jadian' itu digunakan untuk menakuti istri yang rewel di malam pengantin.Â
Kisah ini terjadi dengan istri kedua KH Abdul Ghofur. Perlu diketahui, istri pertama kakek Gus Iqdam ini meninggal dunia sehingga beliau kemudian menikahi adik iparnya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Macan di Malam Pertama dengan Nyai Siti
Alkisah, di tengah-tengah perjuangannya, Kiai Abdul Ghofur harus menerima kenyataan duka. Sebab, istri tercinta Nyai Musri’ah lebih dahulu dipanggil yang kuasa dan mewariskan lima orang putra.
"Dua di antaranya meninggal dunia dan ketiga putranya yang masih hidup yaitu, Nyai Mursyidah, KH Bahar dan Nyai Marwiyah," demikian dinukil dari blog Ponpes Mambaul Hikam Induk via kanal Islami Liputan6.com, Senin (29/1/2024).
Kemudian beliau ngrengkulu (menikahi adik ipar ) nyai Musri’ah, bernama Nyai Siti. Ada kejadian lucu di masa pernikahannya dengan Nyai Siti. Pada suatu hari di malam pengantinnya, istrinya tidak mau mendekat (tidak atut),.
Karena ketidakmauan sang istri tadi, maka KH Abdul Ghofur memukul bantal yang ada disampingnya, seketika itu pula bantal tersebut berubah menjadi seekor harimau yang meraung-raung. Spontan sang Istri ketakutan dan langsung memeluk beliau.
Buah pernikahannya dengan Nyai Siti, beliau dikaruniai lima Orang anak. Yaitu: KH Mirza Sulaiman Zuhdi, KH Zubaidi Abd Ghofur Nyai Sringatin, Agus Zainuri Agus Kased.
Ternyata, karomah atau keistimewaan Mbah Abdul Ghofur sudah tampak sejak belia. Dan itu disadari oleh kakeknya yang juga seorang kiai.
Advertisement
Abdul Ghofur Kecil Mengikuti Sayembara
Abdul Ghofur berasal dari Brongkah Kecamatan pogalan Kabupaten Trenggalek. Beliau merupakan putra dari pasangan Kyai Muhyidin dan Nyai Sholihah.
Banyak sekali karomah-karomah yang muncul ketika beliau masih kecil yang merupakan bahwa kelak ia akan menjadi tokoh besar.
Pernah pada suatu hari kakek beliau (Kiai Asnawi) menggelar suatu sayembara yang hanya boleh diikuti oleh kalangan keluarga saja, yaitu barang siapa yang mampu meminum dan menghabiskan air dalam bumbung (gelas dari bambu) maka kelak ia akan mewarisi ilmu sang kakek.
Namun tak satupun peserta yang mampu menghabiskan air tersebut kecuali beliau, padahal waktu itu beliau masih dalam ayunan Ibunda. Melihat kejadian itu, spontan sang kakek menangis dan membelai Abdul Ghofur kecil.
Karomah Saat Menuai Padi
Pernah ada lagi kejadian yang menakjubkan ketika masih kanak-kanak, suatu saat beliau diajak sang Bunda derep (menuai padi) dan ketika berada ditengah-tengah sawah beliau dengan riangnya bermain seorang diri sambil melempar-lempar damen (tangkai padi) ke udara.
Ajaibnya karena setiap damen yang beliau lempar bisa menjadi seekor burung.
Demikianlah sebagian keistimewaan KH Abdul Ghofur yang tampak saat masih belia.
Advertisement
Mendirikan Pesantren Mambaul Hikam
Setelah dirasa cukup mengaji di Pesantren Mbalong, KH Abdul Ghofur kemudian pulang dan ikut kedua orang tuanya hijrah sekaligus berjuang (da’wah) didaerah ngampel Kediri. Di sinilah orang tua beliau menetap yang kemudian mendirikan sasjid untuk berdakwah.
Menginjak usia dewasa, beliaupun mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Nyai Musri’ah, Putri sulung Haji Munajat pemilik tanah Mantenan. Tidak lama kemudian beliau menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah dan setelah itu beliau menetap di Mantenan.
Melihat kondisi sosial Dusun Mantenan yang sangat memprihatinkan, sebagai tokoh yang mempunyai intlektualitas islami yang tinggi, beliau termotifasi untuk mebenahi kondisi tersebut.
Langkah awal yang diambil adalah dengan mendirikan sebuah mushola pada tahun 1907 M, sebagai tempat untuk berdakwah. Selain itu, beliau juga mengembangkan misi dakwahnya dengan cara 'door to door' dari rumah ke rumah penduduk.
Beliau merupakan penancap tongkat sejarah berdirinya Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam dan pesantren ini merupakan bukti jerih payah beliau dalam berjuang menyebarkan agama Islam di kawasan Blitar dan sekitarnya pada waktu itu.
Wafatnya KH Abdul Ghofur
KH Abdul Ghofur wafat pada tahun 1952 M, dan disemayamkan tepat dibelakang Masjid Mamba’ul Hikam. Sampai sekarang jasanya masih dikenang. Harumnya nama tokoh seperti beliau menyebabkan makamnya tidak pernah sepi dari peziarah yang bukan hanyadari kawasan Blitar, melainkan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan Sumatera dan Kalimantan.
Demikian sekelumit kisah beliau KH.Abdul Ghofur beserta sebagian kecil kelebihan yang dimilikinya. Dan kegigihannya dalam berdakwah patut kita jadikan suri tauladan sebagai modal untuk meneruskan perjuangan beliau dalam mengemban misi dakwah Islam.
Dan sebagai bukti rasa cinta dan terima kasih yang tak terhingga, kita haturkan do’a untuk beliau. Al-Faatihah. (Sumber: mambaulhikaminduk.blogspot.com)
Advertisement