Liputan6.com, Jakarta - Media sosial belakangan dihebohkan dengan kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bekerja sama dengan platform financial technology (fintech) peer to peer lending, Danacita. Mahasiswa yang kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) ITB bisa mengajukan pinjaman ke platform pinjaman online tersebut.
Hal ini membuat warganet bereaksi dan menyayangkan kebijakan tersebut. Beberapa warganet berpendapat dahulu ITB terkenal dengan kebijakan yang tidak akan mengeluarkan mahasiswa karena masalah ekonomi. Kini malah tidak mengizinkan mahasiswa ikut kuliah jika terhalang masalah biaya.
Alih-alih membantu mahasiswa yang terkendala biaya, ITB justru meminta mahasiswa mengajukan pinjaman uang UKT dalam jangka waktu setahun ke Danacita. Bahkan, banyak mahasiswa yang bercerita jika tidak bisa melunasi UKT maka harus mengajukan cuti.
Advertisement
Baca Juga
Masalahnya, warganet juga membeberkan simulasi pengajuan utang yang bunganya dalam setahun jika ditotal mencapai 24%. Brosur 'Program Cicilan Kuliah Bulanan di ITB' dari Danacita juga beredar di ITB.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan PT Inklusif Finance Grup atau Danacita yang bergerak di bidang pembiayaan pendidikan sejak 2018 adalah perusahaan yang memiliki izin yang sah diterbitkan OJK. Adapun fasilitas pinjaman yang diberikan kepada mahasiswa ITB memang ada program kerja sama antara perusahaan ini dengan universitas terkait.
"Hal itu dilakukan oleh masing-masing pihak tanpa perlu mendapatkan persetujuan dan otorisasi OJK dan setahu kami perusahaan ini melakukan kerja sama serupa dengan universitas lainnya," kata Mahendra, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, OJK menilai bayar kuliah dengan pinjol tentunya adalah pilihan yang ditetapkan atau dilakukan oleh masing-masing mahasiswa. Namun selaku regulator, OJK telah memanggil PT Danacita ini untuk mendalami apakah ada hal-hal yang dilanggar terkait proses pihak yang dapat diperkenankan melakukan pinjaman dan apakah ada hal-hal yang dilanggar berkaitan dengan langkah-langkah terkait dengan pengembalian dari utang itu.
"Kami akan terus melakukan pengawalan terhadap hal ini dan meminta kepada perusahaan berkaitan untuk tetap memperhatikan dan menjalankan dengan baik seluruh proses kehati-hatian dan transparansi dalam penyaluran pembiayaannya dan lebih oenting lagi meningkatkan edukasi kepada mahasiswa mengenai hak, kewajiban, dan risiko dari konsumen tentu termasuk juga mengetengahkan aspek perlindungan konsumen," tambahnya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Meruntuhkan Aspek Kehormatan
Terkait hal ini, Ustaz Adi Hidayat pun turut berkomentar. Di mana percepatan digital menghasilkan semua serba online yang sekarang pun dimanfaatkan dengan dana-dana pinjaman online. Menurutnya, ternyata teknologi ini bukan membawa aspek Amar Makruf tapi lebih banyak aspek Nahi Munkarnya.
"Bukan hanya riba dalam konteks yang dilarang pada pokoknya tapi sekarang telah berkembang sampai menimbulkan tekanan-tekanan bahkan ada yang bunuh diri, ada yang yang malu, ada yang dijerat ini dan itu dan itulah konsekuensi pada sesuatu yang dilarang ketika dikerjakan Allah sudah ingatkan kenapa disebut riba haram karena meruntuhkan kehormatan. Munculnya hukum haram untuk menjaga kehormatan supaya tidak malu supaya tidak tertekan dan seterusnya," bebernya.
Dia pun mengatakan masuknya pinjol ke ranah dunia pendidikan menjadi kekhawatiran bersama. Karena itu, isu ini membutuhkan peran dari berbagai pihak untuk saling mendukung, tidak terkecuali pemerintah. Karena aspek pendidikan menjadi unsur pokok untuk membangun bangsa dan negara.
"Tentu ini juga mengajak kita untuk berpikir bersama-sama sehingga memberikan satu solusi yang baik untuk institusi pendidikan ya semacam kampus misalnya yang juga menghadapi realita tidak mudah membangun cash flow yang baik ketika ada kemacetan dari sisi pembayaran dan sebagainya. Tapi sisi lain juga tidak bisa diberikan tawaran yang memberikan bukan solusi tapi boleh jadi juga satu risiko-risiko yang bisa buruk untuk ke depan," tambah UAH yang juga Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027 ini.
Karenanya, dia menekankan mencicil UKT dengan pinjol bukanlah suatu opsi. Bukan tidak ingin mengatakan jebakan, namun hal ini menurutnya merupakan suatu yang berisiko besar. Bahkan bisa bertentangan dengan cita-cita pendidikan dalam amanat undang-undang. Dalam UUD 1945 sendiri, pemerintah diamanatkan untuk mengusahakan satu sistem pendidikan yang meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Tuhan dan akhlak yang mulia.
"Nah meminjam itu dalam konteks pinjaman online dengan menghadirkan riba tambahan tekanan dan seterusnya itu bukan akhlak mulia dan itu bukan ciri khas keimanan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Undang-undang kita mengajak kita menjadi baik dulu baik baru setelah baik kita cerdas sehingga kecerdasan itu disupport oleh kebaikan sehingga menghasilkan semua tindakan-tindakan yang bijak," pesan UAH.
Advertisement
Solusi yang Ditawarkan UAH
Selain menghadirkan kebaikan dahulu sebelum kecerdasan, UAH juga menawarkan solusi. Misalnya dengan skema Baznas di setiap daerah diperkuat. Di mana bisa diambil sebagai yang memenuhi kualifikasi zakat. Skemanya adalah diselesaikan dulu di wilayah itu, bukan terpusat.
"Di situ disupport, lebihnya baru ke pusat alih-alih pinjam ke pinjol yang sifatnya juga bisa ada dalam Islam disebut skema riba ya yang menekan terlampau dalam dengan bunga-bunga dan seterusnya ya tentu tidak mengarah kepada sifat keadilan, tegasnya.
Menurutnya, bidang pendidikan bisa dipandang sebagai salah satu kualifikasi mustahik atau golongan yang berhak menerima zakat. Kalaupun bukan termasuk mustahik, UAH menyarankan dalam bentuk skema untuk pinjaman yang sifatnya juga tidak ada kaitan dengan riba jadi meminjam seutuhnya berapa dan dikembalikan dalam jumlah yang sama.
"Skemanya bagaimana ke depan sehingga dengan itu bisa saling tersinergi semua aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini mungkin dikeyakinan lain apakah di Kristen, di Hindu di Buddha punya program-program yang mungkin mirip-mirip atau serupa ini bisa diintegrasikan," ujarnya.
Dengan begitu dalam konteks kehidupan berbangsa bisa menyatu dalam hal yang baik. Apalagi Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam sehingga kekayaan ini harus dikeluarkan juga dengan sifat-sifat yang baik. Bagi kalangan elit, UAH menekankan agar bisa menyesuaikan.
"Supaya kita bisa investasi ke depan karena pendidikan ini paling penting ya cobalah lihat fasilitas-fasilitas misalnya para pejabat kalau bisa disesuaikan tidak harus terlalu mewah, baik di DPR legislatif atau di eksekutif sehingga hal-hal semacam itu bisa ditarik kepada aspek yang lebih penting lagi," ungkapnya.
Hal ini, semata-mata demi mencegah kondisi yang tidak kondusif dalam dunia pendidikan yang akan menimbulkan ketidaknyamanan. Sehingga membutuhkan jalan tengah yang sesuai dengan kemuliaan apalagi dalam menuntut ilmu harus didasari ketakwaan dan keimanan.