Sukses

Keturunan Nabi Ibrahim dan Percaya Tuhan, Kenapa Arab Jahiliyah Menyembah Patung?

Kenapa bangsa Arab yang percaya tuhan dan merupakan bangsa keturunan terhormat (Ibrahim AS dan Ismail AS) bisa menyembah patung di masa jahiliyah?

Liputan6.com, Jakarta - Dalam Islam, Nabi Ibrahim AS memiliki status yang tinggi. Ibrahim AS adalah bapaknya para nabi.

"Ibrahim adalah bapak para nabi, Abulanbiya, karena sebanyak 19 keturunannya menjadi nabi, dari 25 nabi yang disebut dalam Al-Qur'an," demikian melansir situs Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (5/2/2024).

Posisi istimewa Nabi Ibrahim juga dapat dilihat dari beragam predikat diberikan oleh Allah. Nabi Ibrahim sangat disayang oleh Allah dan karenanya berjuluk Kekasih Allah, Khalillulah. Pemberian predikat ini terekam pada ayat 125 Surat An-Nisa. Allah berfirman:

Kedua, Nabi Ibrahim adalah manusia pilihan terbaik, Al-Musthafa. Allah berfirman:

Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (QS Shad 38:47).

Mengapa menjadi manusia pilihan? Ayat sebelumnya menjelaskan

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi). (QS Shad 38:45).

Ketiga, Nabi Ibrahim juga termasuk salah satu nabi yang dijuluki Ulilazmi, karena keteguhan hati yang dimilikinya. Selain Nabi Ibrahim, nabi yang dimasukkan ke dalam kelompok Ululazmi adalah Nabi Isa, Nabi Nuh, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad pun diminta oleh Allah untuk meneladani ketabahan hati Ululazmi ini.

Meski telah meletakkan dasar ketauhidan yang kokoh, namun di kemudian hari, keturunan Nabi Ibrahim, ada yang menyembah berhala. Dalam hal ini adalah bangsa Arab Jahiliyah.

Lantas, kenapa bangsa Arab yang percaya tuhan dan merupakan bangsa keturunan terhormat (Ibrahim AS dan Ismail AS) bisa menyembah patung?

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 5 halaman

Sejarah Bangsa Arab

Untuk mengetahui hal tersebut, maka tak lengkap jika tidak membicarakan sejarah bangsa Arab. Mengutip situs Kemhan, menurut sejarah, Nabi Ibrahim AS membawa istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Ismail AS, ke Makkah.

Ismail dan ibunya menetap di Makkah dan hidup membaur dengan kabilah Jurhum dari Bani Qahtan yang lebih dulu menetap di wilayah ini. Dari kabilah Jurhum inilah Ismail AS mengenal bahasa Arab. Setelah dewasa,

Ismail AS menikah dengan salah seorang putri dari kabilah Jurhum tersebut dan dikaruniai 12 orang anak. Dari mereka inilah lahir suku Quraisy dan Nabi Muhammad SAW berasal.

Ditinjau dari segi daerah tempat tinggal, bangsa Arab itu dapat dibedakan menjadi penduduk pedalaman dan penduduk perkotaan. Penduduk pedalaman tidak mempunyai tempat tinggal permanen atau perkampungan tetap.

Mereka adalah kaum nomad yang hidup berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Mereka berpindah-pindah dengan membawa binatang ternak untuk mencari sumber mata air dan padang rumput.

Adapun penduduk perkotaan sudah mempunyai tempat kediaman permanen di kota-kota. Mata pencarian mereka adalah berdagang dan bertani. Mereka sudah mempunyai kecakapan berdagang dengan baik dan cara bertani yang cukup maju.

Bangsa Arab hidup berkabilah-kabilah, baik yang nomad maupun yang menetap. Oleh karena itu, perselisihan dan pertentangan selalu terjadi. Menjelang kelahiran Islam, dunia Arab merupakan wilayah yang dilanda peperangan terus-menerus.

3 dari 5 halaman

Agama yang Tercampur Takhayul

Bangsa Arab sebelum Islam sudah menganut agama yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan, suatu kepercayaan yang diwarisi dari Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Al-Qur’an mengakui dan menyebut ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS tersebut dengan sebutan hanif, yaitu keyakinan yang mengakui keesaan Allah SWT, Tuhan pencipta dan pengatur alam semesta.

Tetapi lama-kelamaan keyakinan yang dianut oleh bangsa Arab itu semakin tidak murni seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim AS. Takhayul telah menodai kemurniaan akidah agama hanif tersebut, hingga akhirnya sampai pada penyimpangan yang menyekutukan Allah SWT.

Kepercayaan yang menyimpang dari agama hanif itu terkenal dengan sebutan agama Wasaniyah (berhala), yaitu agama yang menyekutukan Allah SWT.

Agama ini mengadakan penyembahan kepada ansab (batu yang belum mempunyai bentuk) dan asnam (semua jenis patung yang tidak terbuat dari batu).

Bangsa Arab Jahiliah itu masih mengakui Allah Yang Maha Agung, tetapi mereka merasakan adanya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Manusia dipandang tidak mungkin berhubungan langsung dengan-Nya.

Oleh karena itu, diciptakanlah patung-patung berhala sebagai perantara. Dari masa ke masa patung berhala semakin berkembang. Masing-masing kabilah dan keluarga mempunyai berhala kesayangan yang disimpan di dalam rumah dan disembah pada waktu-waktu tertentu.

Diantara sekian banyak berhala itu ada beberapa berhala yang terkenal diletakkan di sekeliling Ka’bah seperti Hubal, Manata, Lata, dan Uzza.

Pada peristiwa Fath Makkah (penaklukan kota Mekah) oleh Nabi Muhammad SAW dari pusat kekuasaannya di Madinah, berhala-berhala yang ada di sekeliling Ka’bah dihancurkan oleh Rasulullah SAW dan tentara muslimin.

 

4 dari 5 halaman

Agama Lain

Tidak semua bangsa Arab Jahiliah itu menganut agama Wasaniyah. Ada juga kabilah yang menganut agama Yahudi dan Nasrani.

Bangsa Arab Aribah atau Qathaniyah yang berdomisili di wilayah selatan Semenanjung Arab telah berjaya mendirikan kerajaan-kerajaan besar. Mereka membangun kota-kota dan mendirikan istana-istana megah dengan arsitektur yang sangat tinggi mutunya.

Mereka juga sudah mampu mengolah pertanian dengan sistem irigasi, ahli dalam seni ukir terutama memahat patung, ahli ilmu nujum atau perbintangan, mempunyai angkatan perang yang tangguh, dan mengadakan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan tetangga.

 

5 dari 5 halaman

Bukti Arkeologis

Sebagian bukti material dari kebudayaan dan peradaban bangsa Arab zaman lampau itu telah ditemukan dan dapat disaksikan hingga kini, seperti puing-puing bangunan Bendungan Ma’arib yang dibangun pada masa Kerajaan Saba di Yaman, bangunan suci Ka’bah yang dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim AS di Mekah, dan patung-patung dan benda-benda peninggalan sejarah lainnya.

Bangsa Arab Jahiliah, terutama yang mendiami daerah Hedzjaz juga mempunyai aspek budaya nonmaterial. Di kalangan bangsa Arab itu terdapat para pujangga dan penyair ulung, penutur cerita prosa, ahli pidato, ahli peribahasa, tukang tenung, peramal, dan penunggang kuda yang tangkas.

Tetapi karena hidup berkabilah-kabilah, di antara kabilah-kabilah itu selalu terjadi permusuhan dan peperangan yang berkepanjangan.

Bangsa Arab Jahiliah tidak terikat dengan norma-norma atau aturan moral yang ketat. Perbuatan-perbuatan seperti minum arak, berjudi, berzina, mencuri, dan merampok dipandang sebagai hal yang lumrah. Kaum wanita dipandang sangat rendah dan dianggap sebagai harta yang dapat diwariskan maupun diperjualbelikan.

Bahkan ada kabilah tertentu yang membenarkan norma untuk mengubur anak perempuan hidup-hidup sebab memelihara anak perempuan sampai dewasa dipandang sebagai beban dan dapat menimbulkan aib bagi kabilahnya.