Liputan6.com, Jakarta - Di antara kita sering sekali menilai seseorang hanya karena mendengar dari seseorang. Lantas, hanya menggunakan salah satu indra saja, setelah itu langsung menyimpulkan.
Padahal menilai seseorang tidak bisa semudah itu. Gus Iqdam punya cara asyik menilai seseorang, tidak hanya menggunakan satu indra pendengaran saja.
Gus Iqdam sebagai pendiri Majelis Ta'lim Sabilu Taubah memiliki cara asik dalam menilai sesuatu. Begini caranya, jangan pernah menilai sesuatu dari apa yang tidak kita lihat, dari mata kepala sendiri.
Advertisement
Baca Juga
"Jangan pernah menyimpulkan sesuatu, atau menilai sesuatu dari apa yang tidak kamu lihat dari mata kepalamu sendiri," kata Gus Iqdam, seperti diunggah oleh akun TikTok @Garangan ST.
Menurutnya, selagi hal itu masih dari orang lain, terdengar melalui telinga kita, jangan sampai kita memberi penilaian tentang sesuatu itu. Betapa asyik cara seperti ini.
Setidaknya akan muncul permasalahan tersendiri jika menyimpulkan sesuatu tanpa kita lihat sendiri. Hal ini memiliki potensi besar menyebabkan kesalahan penilaian.
Simak Video Pilihan Ini:
Alasan Larangan Menilai Seseorang Hanya dari Orang Lain
Pertama-tama, informasi yang diperoleh melalui sumber kedua atau ketiga seringkali tidak sepenuhnya mencerminkan realitas. Misalnya, berita atau cerita dari orang lain dapat dipengaruhi oleh sudut pandang subjektif, kepentingan pribadi, atau bahkan mungkin disampaikan dengan maksud mengelabui.
Oleh karena itu, adanya kesenjangan antara informasi yang diterima dan realitas yang sebenarnya dapat menyesatkan penilaian kita.
Menilai sesuatu tanpa pengalaman langsung dapat mengabaikan nuansa dan konteks yang hanya bisa dipahami melalui pengalaman langsung. Kita mungkin dapat memahami fakta-fakta dasar tentang suatu hal, tetapi pengalaman langsung dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam dan pemahaman yang lebih baik.
Rasa, aroma, dan interaksi langsung dengan suatu objek atau situasi dapat memberikan dimensi baru yang tidak dapat diberikan oleh deskripsi atau gambar.
Menilai sesuatu dari kejauhan seringkali dapat menciptakan prasangka atau stereotip yang tidak akurat. Kesalahpahaman dan penghakiman yang prematur dapat muncul karena kurangnya informasi yang memadai atau pemahaman yang sesungguhnya.
Advertisement
Berikut Ini Pendapat Imam Bakr al-Muzani
Menukil nu.or.id, Imam Bakr al-Muzani menghendaki manusia untuk melihat dirinya sendiri sebelum menilai orang lain. Bisa jadi yang menilai tidak lebih baik dari yang dinilai. Ia memahami betul bahwa tidak mungkin manusia mengenal sepenuhnya orang yang hendak dinilainya.
Mereka tidak selalu bersama-sama selama 24 jam, hanya melihat sebagiannya saja. Karena itu, sangat penting menilai diri sendiri sebelum menilai orang lain. Lagi pula menilai diri sendiri adalah perbuatan terpuji.
Persoalan lain yang ditimbulkan dari kegemaran menilai orang lain adalah lupa untuk menilai diri sendiri, padahal itu sangat penting. Kenapa penting? Karena untuk mengembalikan kesadaran kita sebagai manusia yang penuh dosa.
Dengan menilai diri sendiri (muhasabah) kita bisa meraba-raba semua dosa kita, lalu memohon ampun kepada Allah. Kebanyakan manusia membaca istighfar tanpa merasakan dosanya, atau tanpa menyadari bahwa ia sedang memohon ampunan. Ia hanya tahu bahwa istighfar adalah penghapus dosa, tapi lupa akan ingatan dosa-dosanya.
Hal ini terjadi, salah satunya, karena kelalaian manusia dalam membaca dirinya, apalagi jika sudah disibukkan dengan membaca yang lainnya.
Muhasabah dan Husnudzan
Dengan mengikuti nasihat Imam Bakr al-Muzani, kita bisa memperoleh dua hal sekaligus; intropeksi diri (muhasabah) dan berbaik sangka (husnudhan). Keduanya merupakan jalan pembuka pendewasaan spiritual, dan di waktu yang sama menghadiai kita dengan pahala.
Intinya, jangan anggap pahala sebagai tabungan, karena bisa membuat kita merasa lebih kaya dari yang lainnya. Anggaplah pahala sebagai bahan bakar yang membuat kita selalu berusaha berada di jalan-Nya.
Ada satu nasihat luar biasa dari seorang tabi’in, murid Sayyidina Anas bin Malik (10-93 H), Imam Abû Qilâbah (w. 104 H) yang mengatakan:
إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له العذر جهدك, فإن لم تجد له عذرا فقل في نفسك لعل لأخي عذرا لا أعلمه
“Jika sampai kepadamu informasi tentang perbuatan saudaramu yang kau benci, carikan alasan (berbaik sangka) untuknya semampumu. Jika kau tidak menemukannya, maka katakan pada dirimu sendiri: “Mungkin saudaraku mempunyai alasan yang tidak aku ketahui.” (al-Hafidz Abu Nu’aim al-Asfahani, Hilyah al-Auliyâ’ wa Thabaqât al-Asyfiyâ’, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988, juz 3, hlm 285) Maka, berhati-hatilah menilai sesamamu, siapa tahu ia memiliki amal yang lebih banyak darimu. Wallahu a’lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement