Sukses

Hukum Menerima Uang Serangan Fajar Pemilu 2024 dalam Islam, Apakah Termasuk Suap?

Tidak menutup kemungkinan praktik money politic juga masih dilakukan pada Pemilu 2024. Lantas, bagaimanakah hukum menerima serangan fajar dalam Islam? Apakah politik uang termasuk rasuah (suap)? Bagaimana sikap muslim ketika diberi uang untuk memilih calon tertentu?

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Pada tanggal 14 Februari masyarakat Indonesia secara serentak akan mencoblos pilihannya di Tempat Pemungutan Suara (TPS), mulai dari calon presiden dan wakil presiden hingga calon legislatif.

Berkaca ke belakang, menjelang hari H pemungutan suara kerap kali ditemukan praktik politik uang (money politic). Para tim sukses (timses) gencar membagikan serangan fajar untuk membeli suara agar menang dalam Pemilu.

Bukan tidak mungkin praktik money politic juga masih dilakukan pada Pemilu 2024. Lantas, bagaimanakah hukum menerima serangan fajar dalam Islam? Apakah politik uang termasuk suap? Bagaimana sikap muslim ketika diberi uang untuk memilih calon tertentu?

Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Tangerang Selatan, KH. Ahmad Misbah, M.Ag. menjelaskan, serangan fajar yang dipahami memberi uang untuk pelancar dan pendorong memilih calon tertentu termasuk suap atau rusuah. 

“Apapun bentuknya sogok itu haram dan terlarang, karena pasti akan ada yang dirugikan atau rugi sama-sama,” kata Kiai Misbah kepada Liputan6.com, Jumat (9/2/2024).

“Oleh karena itu sebisa mungkin dihindari. Kata nabi, ‘Arrasi wal Murtasyi fim Naar’. Orang yang menyogok dan yang disogok sama-sama masuk neraka,” lanjutnya.

Namun, menurutnya, jika dalam kondisi yang penting dan genting, dalam arti ada pilihan Islam dan kafir/zalim, maka orang Islam yang baik boleh menyuap dan disuap dengan tujuan agar calon pemimpin zalim/kafir itu tidak menduduki sebagai pimpinan. 

“Dengan kata lain, agar orang yang Islam-nya baik itu menang dalam kancah politiknya. Namun harus dipahami bahwa kondisi ini adalah kondisi darurat. Adh-dhorurotu tubiihul mahdhuuroot,” jelasnya. 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Ketika Ada Timses Memberi Uang

Menurut Kiai Misbah, apabila ada timses memberi uang terima saja dengan ikhlas. Ia berdalih, jika orang baik yang menerima maka akan dibuat untuk kemanfaatan.

“Tetapi, jika kita tidak menerima sementara justru diterima oleh orang yang jahat atau pendosa maka sangat mungkin uang itu bisa untuk dana kejahatan atau dana perilaku dosa seperti mabuk-mabukan dan lain-lain. Jadi, terima saja uangnya kalau dikasih, asal jangan minta-minta,” tuturnya.

Menurut Ketua LDNU Tangerang Selatan ini, orang yang menerima uang tapi tidak memilihnya terindikasi munafik dan zalim. Oleh karenanya, kata dia, slogan “Ambil Uangnya, Jangan Pilih Orangnya” harus dinetralkan agar tidak berkembang dan menjalar ke berbagai tatanan masyarakat.

“Karena pasti ujung-ujungnya akan ada yang dirugikan dan dizalimi, Allah benci kepada orang yang zalim,” katanya.

Terlanjur menerima uang, bagaimana?

“Seandainya terlanjur menerima uang yang sudah jelas suap maka sebaiknya uang itu tetap dimanfaatkan untuk sendiri jika memang sangat dibutuhkan, misalnya untuk beli beras buat makan,” kata Kiai Misbah.

“Namun, jika masih bisa hidup layak ya baiknya sampaikan ke lembaga sosial atau keagamaan agar lebih manfaat Wallahu a'lam bis showab,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Penjelasan Buya Yahya

Terkait serangan fajar atau pemberian uang untuk mendukung calon tertentu pernah dibahas oleh KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya. Persoalan hukum politik ini dibahas Buya Yahya ketika mendapat pertanyaan dari jemaahnya.

Buya Yahya menuturkan, seorang muslim memiliki kewibawaan yang tidak bisa dibeli apapun. Muslim tidak boleh menukar akhlaknya, agamanya, dan imannya yang secara khusus untuk kepentingan Pemilu 2024.

“Tidak boleh ditukar akhlak kita, agama kita, iman kita. Maka ini perlu pembiasaan. Jangan dikit-dikit main imbalan, main pemberian,” kata Buya Yahya, dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Sabtu (10/2/2024).

Buya Yahya tak menampik jika ada timses caleg atau capres yang memberinya secara tulus dan ikhlas. Namun, menurut Buya Yahya, persoalan dalam politik uang bukan tulus atau tidak.

“Walaupun seandainya pemberiannya itu ikhlas, tulus, permasalahannya bukan itu. Hati kita itu cenderung kepada dunia kuat sekali, sehingga menjadi kita itu tidak enakan karena merasa kita sudah menerima. Padahal dia tidak pantas untuk kita pilih lalu kita pilih. Maka lebih baik urusan hadiah jangan dihubungkan dengan pemilihan,” imbuh Pengasuh LPD Al Bahjah ini.

Lebih lanjut Buya Yahya mempertanyakan sumber uang yang digunakan dalam praktik money politic. Menurutnya, umat harus jeli jangan asal terima uang dari timses.

“Mungkin dia orang terkaya di negeri ini. Duitnya sendiri mungkin yang dibagi-bagi. Kalau duit pinjaman, misalnya, kita tidak tahu nggak boleh suudzon juga. Artinya kemungkinan pahit itu harus kita hadirkan supaya kita tidak gampang nerima,” ujarnya.

Namun, yang dikhawatirkan Buya Yahya adalah uang dari hasil janji-janji dengan pengusaha, sehingga nanti jika terpilih akan lebih mementingkan pengusaha tersebut.

“Nah, setelah jadi bagaimana dia akan menyejahterakan rakyat sementara dia sendiri punya kewajiban untuk mengembalikan (dana) karena dia nggak punya duit, tapi kok bisa bagi-bagi duit kan aneh,” tuturnya.

“Jadi banyak kemungkinan-kemungkinan yang menjadikan kita jerumuskan dia. Kalau memang kita percaya dia orang baik, kita katakan, pak cukup gak usah Anda keluarkan uang karena aku tahu kamu orang baik dan kamu tidak punya duit. Maka gak usah bagi-bagi. Karena kamu baik kamu maka saya akan pilih,” Buya Yahya menambahkan.

Menurut Buya Yahya, timses caleg atau capres yang yang bagi-bagi uang harus diwaspadai. “Jangan-jangan duit saya nanti itu akan diambil dari saya di ke depan hari dengan bermacam-macam upaya. Harus curiga dengan yang suka bagi-bagi yang demikian itu,” katanya.

4 dari 4 halaman

Pesan Buya Yahya

Buya Yahya mengimbau umat Islam jangan membiasakan menerima pemberian uang dari timses manapun. Kalau masalah diajak makan atau makan makanan ringan darinya masih dianggap wajar. 

“Akan tetapi tetap kita harus waspada kalau perlu kita menghindar dari itu semuanya,” pesan Buya Yahya.

“Harapan kami adalah Anda jangan biasakan dengan pemberian itu takut hati Anda terbeli. Kemudian yang kedua akan merepotkan sang calon tersebut saat jadi karena harus membayar (dan) mengembalikan harta tersebut,” harapnya.

“Jadi beri memberi tetap kami tidak imbau itu semuanya. Bahkan hindari, Anda tidak perlu. Aduh sudah terlanjur saya terima, ya tobatnya jangan dipilih saja dia. Itu saja sederhana,” pungkasnya. Wallahu a’lam.