Sukses

Hukum Talak yang Dijatuhkan Suami yang Menderita Penyakit Waswas

Dalam fiqih, talak masuk rangkaian pembahasan dalam masalah pernikahan. Talak secara bahasa artinya membebaskan atau melepas tali.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam fiqih, talak masuk rangkaian pembahasan dalam masalah pernikahan. Talak secara bahasa artinya membebaskan atau melepas tali. Sedangkan secara istilah talak berarti melepaskan tali pernikahan dengan lafal talak dan yang sejenisnya.

Kata talak seakar dengan kata ithlaq yang artinya meninggalkan. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak sebagai sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan pekawinan itu sendiri.

Ucapan talak terbagi menjadi dua bagian yakni sharih dan kinayah. Sharih artinya jelas, yakni kalimatnya jelas menggunakan kata-kata untuk meneraikan istrinya, semisal: saya cerai kamu, saya talak kamu dan lain sebagainya.

Sementara kinayah ialah kata talak yang menggunakan bahasa yang maksudnya samar-samar atau tidak jelas. Bisa berupa sindiran atau yang semisalnya, contohnya: kamu pulang saja ke rumahmu, saya tinggalkanmu dan yang sejenisnya.

Berkaitan dengan talak, maka ada persoalan yang tak kalah pentingnya untuk dibahas yakni perihal hukum talak yang dijatuhkan oleh suami yang memiliki penyakit waswas.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hukumnya

Menukil NU Online, dalam ungkapan talak, mazhab Syafi'i membagi menjadi dua, yaitu talak sharih (jelas) dan talak kinayah. Perbedaan keduanya adalah:

فالصريح ما لا يحتمل غير الطلاق، والكناية ما تحتمل غيره. ولو تلفظ الزوج بالصريح

Artinya, "Talak sharih (jelas) adalah ungkapan yang tidak mengandung arti selain talak. Sedangkan talak kinayah adalah ungkapan yang mengandung arti selain talak". (Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib Al-Mujib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 241).

Adapan talak kinayah harus disertai dengan niat dan seandainya tidak ada niatan talak maka tidak jatuh talak.

والكناية كل لفظ احتمل الطلاق وغيره، ويفتقر إلى النية فإن نوى بالكناية الطلاق وقع، وإلا فلا

Artinya, "Dan talak kinayah adalah setiap ucapan yang mengandung arti talak dan selain talak, dan ini membutuhkan niat. Maka apabila ia berniat talak dengan ucapan talak kinayah maka jatuh (talak) dan apabila tidak (niat talak) maka tidak jatuh (talak)." (Ibnu Qasim Al-Ghazi, 241).

Dengan demikian, ucapan anda, "Ya sudah sana pulang", tidak berakibat jatuh talak karena termasuk talak kinayah yang tidak ada niatan menjatuhkan talak. Adapun ucapan anda, "Kita bukan suami istri lagi" dalam keadaan kambuh penyakit was-was, maka tidak berakibat jatuh talak juga.

Hal ini karena talak tidak jatuh ketika yang mengucapkan sedang dalam keadaan penyakit was-was yang menyebabkan dia mengucapkan ucapan secara tidak sadarkan diri atau dalam istilah fiqih disebut "maghlubul 'aqli (terkalahkan akalnya)" karena ada penyakit dari alam bawah sadarnya.

ومن غُلِب على عقله بفطرةِ خِلْقَةٍ أو حادثِ علةٍ لم يكن سببًا لاجتلابها على نفسه بمعصية: لم يلزمه الطلاق.. وذلك مثل المعتوه والمجنون والموسوس

Artinya, "Barangsiapa dilemahkan daya akalnya oleh naluri alamiah atau penyakit yang baru datang dan tidak disebabkan datangnya penyakit tersebut oleh maksiat, maka tidak menyebabkan jatuh talak. Ini seperti orang idiot (dungu/kurang akal), orang gila, dan orang waswas." (As-Syafi'i, Al-Umm, [Beirut, Darul Fikr: 2007], juz V, halaman 270).

3 dari 3 halaman

Macam-Macam Orang Waswas

Orang penderita waswas ketika menjatuhkan talak dapat kita kelompokkan menjadi tiga kasuistik, yaitu:

Pertama, orang waswas tersebut mengatakan ucapan yang tidak ada hubungannya dengan ucapan talak, akan tetapi dia berhalusinasi bahwa ucapan tersebut dapat menjatuhkan talak. Kasus ini tidak menjatuhkan talak karena salah satu rukun dari talak adalah harus ada ucapan talak sharih ataupun talak kinayah dengan tujuan talak.

Kedua, orang waswas menyebutkan talak hanya dalam hati saja dan belum sampai mengucapkannya. Kasus ini juga tidak menjatuhkan talak, karena talak hanya bisa jatuh ketika diucapkan oleh lisan ataupun yang setara dengannya seperti tulisan.

Adapun ketika hanya dalam bentuk niat ataupun ucapan dalam hati saja maka tidak jatuh talak.

أما الطلاق: فلا يقع إلا بالكلام وما قام مقامه عند العجز عن الكلام، ولا يقع بمجرد النية من غير كلام، فلو نوى طلاق امرأته: لم تطلق اهـ

Artinya, "Adapun talak, maka tidak akan jatuh kecuali dengan ucapan dan yang menempati tempatnya ketika tidak mampu mengucapkan, dan tidak jatuh (talak) dengan sebatas niat saja tanpa mengucapkan, apabila dia niat mentalak istrinya, maka belum jatuh talak (selama belum diucapkan). (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1997], juz X, halaman 150).

Hal ini berdasarkan hadits

قَالَ رسول الله إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ قَالَ قَتَادَةُ: إِذَا طَلَّقَ فِي نَفْسِهِ فَلَيْسَ بِشَيْءٍ

Artinya, "Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah mengampuni dari umatku apa yang diucapkan hatinya selama belum dikerjakan ataupun diucapkan". Qatadah mengatakan "Apabila seseorang mentalak istrinya dalam hatinya saja maka tidak jatuh talak". (HR Al-Bukhari).

Hal ini juga sebagaimana komentar Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari:

لا يقع؛ لأن الوسوسة حديث النفس، ولا مؤاخذة بما يقع في النفس

Artinya, "Tidak jatuh talak, karena waswas tergolong haditsun nafs (ucapan dalam hati), dan tidak ada imbas hukum dengan perkara yang terjadi di dalam hati".(Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, [Kairo, Dar Ma'rifah: 2007], juz IX, halaman 392).

Ketiga, orang waswas ragu-ragu apakah dia telah menjatuhkan talak ataupun belum dan keraguan ini disebabkan penyakit waswasnya. Dalam kasus ini juga tidak jatuh talak. Hal ini karena status pernikahan dalam taraf yakin dan jatuhnya talak masih dalam taraf keraguan.

Tidak mungkin keyakinan bisa digugurkan oleh perkara yang masih bersifat keraguan sebagaimana kaedah fiqih:

اليقين لا يزال بالشك

Artinya, "Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan".

إذَا (شَكَّ) أَيْ تَرَدَّدَ بِرُجْحَانٍ أَوْ غَيْرِهِ (فِي) وُقُوعِ (طَلَاقٍ) مِنْهُ (فَلَا) نَحْكُمُ بِوُقُوعِهِ. قَالَ الْمَحَامِلِيُّ بِالْإِجْمَاعِ؛ لِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ الطَّلَاقِ وَبَقَاءُ النِّكَاحِ

Artinya, "Apabila orang ragu, yaitu ragu dengan perkara yang lebih unggul ataupun selainnya dalam jatuhnya talak darinya, maka tidak jatuh talak. Imam Al-Mahamili mengatakan ini adalah ijma' karena hukum asalnya tidak adanya talak dan tetapnya pernikahan". (Muhammad Khathib Syirbini, Mughni Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1997], juz IV, halaman 491).

Adapun ketika ragu apakah talak yang jatuh adalah talak satu atau talak dua, maka dihukumi jatuh talak satu karena hukum asalnya tidak ada tambahan talak.

(أَوْ فِي عَدَدٍ) كَأَنْ شَكَّ هَلْ وَقَعَ عَلَيْهِ طَلْقَتَانِ أَوْ وَاحِدَةٌ (فَالْأَقَلُّ) يَأْخُذُ بِهِ لِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ الزِّيَادَةِ عَلَيْهِ

Atinya, "Atau ragu dalam hitungannya seperti ia ragu apakah telah jatuh talak dua atau talak satu maka diambil yang paling sedikit karena hukum asalnya tidak ada tambahan talak". (Ahmad Salamah Al-Qalyubi, Hasyiyah Qalyubi wa Amirah, [Beirut, Darul Fikr Beirut:1995], juz III, halaman 344).

Walhasil, hukum tidak jatuhnya talak dalam masalah ini adalah ketika talak dijatuhkan dalam keadan penyakit waswasnya sedang kambuh. Akan tetapi ketika dia menjatuhkan talak sharih (jelas) dalam keadaan sadar maka jatuh talak, begitu juga ketika dia menjatuhkan talak kinayah dengan tujuan talak dalam keadaan sadar maka jatuh talak.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul