Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan umum di Indonesia telah usah diselenggarakan pada Rabu, 14 Februari yang lalu. Namun, hingar bingar dan euforia masyarakat masih menggaung hingga sekarang.
Setiap elemen yang melibatkan dukungan dari banyak masa kerap kali menimbulkan sikap fanatik, termasuk dalam pemilu kali ini.
Masing-masing calon legislatif ataupun calon presiden dan wakil presiden kerap memiliki pendukung fanatik. Sikap fanatik dalam istilah lain juga disebut dengan fanatisme.
Advertisement
Baca Juga
Fanatisme merupakan kondisi di mana seseorang menjadi terobsesi secara berlebihan terhadap suatu hal. Seperti fanatik terhadap ajaran, agama, politik, dan lain-lain.
Lantas, bagaimana Islam memandang fanatisme atau sikap berlebihan dalam merespon sesuatu ini? Berikut ulasannya mengutip dari laman NU Online.
Saksikan Video Pilihan ini:
Pandangan Islam terhadap Sikap Fanatik
Dalam agama Islam sikap berlebihan atau melampaui batas disebut dengan ghuluw. Sikap ghuluw sendiri sama sekali tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya, bahkan tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Baik dalam urusan agama maupun duniawi, termasuk urusan pemilu.
Allah SWT berfirman:
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓا۟ أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا۟ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِيرًا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ
Artinya: “Katakanlah: Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (QS. Al Mai'dah: 77).
Ayat di atas menerangkan secara tegas bahwa agar umat manusia tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu dan hanya mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah tersesat di masa lalu.
Dalam praktik pemilu, hal sebaiknya dilakukan adalah ketika yang kita dukung menang, maka cintailah sewajarnya. Dan apabila yang kita dukung kalah, seyogyanya bencilah sewajarnya. Sebab, manusia tidak akan pernah menghilangkan rasa benci terhadap kekalahan.
Advertisement
Menerima Setiap Takdir dengan Lapang Dada
Abu Hurairah RA, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
احبب حبيبك هوناما، عسى ان يكون بغيضك يوماما وابغض بغيضك هونا ما، عسى ان يكون حبيبك يوماما
Artinya: “Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti harus kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi di satu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu cintai”. (HR At-Tirmidzi No 1997)
Redaksi di atas setidaknya dapat memberikan hikmah kepada kita semua, khususnya umat Islam, bahwa mencintai dan membenci sesuatu yang berlebihan belum tentu baik dan bahagia. Sebab hanya Allah-lah sumber dari segala kebaikan dan kebahagiaan.
Untuk itu, hal yang perlu ditanamkan kepada kita semua, bahwa segala kemenangan dan kekalahan hanya atas kehendak Allah semata. Manusia hanya berencana, tetapi Allah-lah yang berkehendak.
Allah Maha Kuasa atas Segalanya
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 216:
وَعَسٰۤى اَنۡ تَكۡرَهُوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ خَيۡرٌ لَّـکُمۡۚ وَعَسٰۤى اَنۡ تُحِبُّوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمۡؕ وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ
Artinya: “...tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Maka dari itu, janganlah bersikap fanatik, baik mencintai ataupun membenci sesuatu secara berlebihan, karena semua itu hanya akan membuat kita menderita. Karena tidak sedikit fanatisme mendatangkan duka dan korban nyawa.
Tidak terima atas kekalahan yang diidolakan, padahal tidak menerima kehendak takdir dan menyalahkan yang lainnya, merupakan sikap sudah menduakan Allah SWT. Karena Allah-lah yang mengatur segala sesuatu di alam semesta, dan Ia juga yang menghendaki segala sesuatu tersebut.
Advertisement