Liputan6.com, Jakarta - Selama ini kita melihat gaya pengajian Gus Iqdam banyak mengandung unsur guyonan. Banyak yang mengritik, namun tak sedikit pula yang menyanjungnya.
Sosok alumnus Ponpes Al Falah Ploso ini mampu mengemas dakwah Islam yang sejatinya tidak begitu digandrungi menjadi sesuatu yang sangat menarik.
Demikian pula segmen masyarakat yang tidak tersentuh agama, seperti para garangan, misalnya. Berkat Gus Iqdam mereka akhirnya bisa menemukan jalan tobatnya (Sabilu Taubah).
Advertisement
Dengan gaya guyonan dan ceplas-ceplosnya ternyata ia mampu menyatukan semua lapisan masyarakat dan ini patut diacungi jempol. Sebab pokok permasalahan yang kerap dihadapi bangsa Indonesia ialah rentannya tali persatuan dan kesatuan bangsa.
Gus Iqdam mampu membuktikan lewat majelis yang ia dirikan. Terbukti Majelis Ta’lim Sabilu Taubah ini mampu menampung semua lapisan masyarakat tanpa kecuali. Gus Iqdam mampu menyuguhkan nuansa dakwah yang rahmatan lil alamin.
Keberhasilan dakwahnya bukan hanya dapat dilihat dari jemaah Majelis Ta’lim Sabilu Taubah yang kini telah mencapai puluhan ribu. Tidak pula hanya dilihat dari jemaahnya yang tumpah ruah ketika menyaksikan pengajiannya di beberapa tempat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Saat Berdakwah Rasulullah Didatangi Perempuan Tanyakan Surga
Mengutip Hidayatuna.com, saat berdakwah, seorang dai memang harus didukung oleh daya kreativitas semisal guyonan karena yang ia hadapi adalah manusia yang kadang kala mudah jenuh.
Apalagi yang dibahas mengenai agama, atau kisah-kisah Nabi SAW dan para sahabat. Jika tidak diselingi dengan interaksi atau intermezo, bisa-bisa jemaah tidur atau bahkan satu persatu bubar.
Lantas, apakah dengan begitu diperbolehkan seorang pendakwah yang berdakwah sambil guyon? Apakah hal itu tidak mengubah esensi dari isi dakwah yang disampaikan? Mari kita simak kisah dakwah Rasulullah SAW.
Dari Hasan RA, dia berkata: “Ada seorang perempuan tua yang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah supaya memasukkanku ke dalam surga’.” Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Ummu fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki oleh orang yang sudah tua renta.”
Perempuan itu pun berpaling sambil menangis. Lalu, Rasulullah SAW bersabda:
Advertisement
Berikut Syarat Guyonan dalam Berdakwah
“Beri tahu dia kalau dia tidak akan masuk surga dalam keadaan sudah tua renta. Sebab, Allah SWT berfirman, ‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta, lagi sebaya umurnya’.” (QS Al-Waqiah [56]: 35-37). (HR Tirmidzi).
Syarat Guyonan dalam Berdakwah
1. Tidak berlebihan
Guyonan yang berlebihan akan menjatuhkan kehormatan dalam pandangan manusia. Kehormatan harga diri dalam Islam sama dengan kehormatan darah dan harta.
Kesadaran orang untuk tidak mencuri harta atau mencelakai orang lain, belumlah cukup tanpa adanya kesadaran untuk menjaga kehormatan orang. Nabi Saw bersabda, “Setiap Muslim dengan Muslim lain diharamkan darah, harta, dan harga dirinya.” (HR Muslim).
2. Bukan Cacian dan Cemoohan
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (QS Al-Hujurat [49] :11).
3. Tidak Menjadikan Guyon sebagai Kebiasaan
Kesungguhan dan serius adalah karakter pribadi Muslim, sedang guyon sekadar jeda, rehat dari kepenatan.
4. Isi Guyon Bukan Dusta dan Tidak Dibuat-buat
Sabda Nabi SAW, “Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa, celakalah!” (HR Abu Dawud).
5. Tidak Menjadikan Aspek Agama sebagai Materi GuyonanAllah SWT menegaskan, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu). Tentu mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At-Taubah [9]: 65-66).
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul