Sukses

Andien Aisyah Jelaskan Perbedaan Intermitten Fasting dengan Puasa Ramadan

Saat puasa, setidaknya kita akan tanpa makan dan minum selama sekitar 13 jam lamanya. Kondisi tanpa menambah asupan energi ini hampir mirip dengan konsep intermitten fasting.

Liputan6.com, Jakarta - Ramadan sudah di depan mata, umat muslim akan mulai melaksanakan ibadah puasa. Puasa Ramadan yang wajib hukumnya, dimulai sejak waktu imsyak hingga azan berkumandangnya.

Saat puasa, setidaknya kita akan tanpa makan dan minum selama sekitar 13 jam lamanya. Kondisi tanpa menambah asupan energi ini hampir mirip dengan konsep intermitten fasting.

Sebagai orang yang kerap melakukan intermitten fasting, penyanyi Andien Aisyah pun menjelaskan lebih lanjut tentang perbedaannya dengan puasa ramadan. "Jadi ceritanya intermitten fasting itu termasuk ke dalam water fasting, di mana selama berpuasa kita diperbolehkan minum tapi minumannya yang nggak mengandung kalori sama sekali," jelas Andien melalui akun TikTok pribadinya @andienaisyah diunggah pada 19 Februari 2024.

Sementara kalau puasa ramadan, Senin Kamis dan puasa lainnya disebut juga sebagai dry fasting. Orang yang menjalaninya tidak boleh makan maupun minum sama sekali ketika jendela puasa.

"Selain itu jumlah jam pada intermitten fasting juga bervariasi. Ada yang mulai dari 13 jam, 17 jam, 24 jam, bahkan ada yang sampai 72 jam, tentu dengan tujuan yang berbeda-beda," tambah dr. Yusri Dinuth, seorang Antiaging Practitioner, yang menjelaskan bersama Andien.

Lebih lanjut, intermitten fasting sangat bagus dilakukan untuk memperbaiki metabolisme tubuh, kerja sel, dan menyeimbangkan hormon. "Jadi intermitten fasting bisa menjadi alternatif antiaging treatment yang mudah dan sederhana untuk dilakukan," sambung dr Yusri. 

2 dari 4 halaman

Mengganti Puasa Ramadan Sebelumnya

Mengganti ibadah puasa yang tidak dilaksanakan di bulan Ramadan sebelumnya karena alasan tertentu merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim. Tetapi bagi beberapa orang ada yang tidak mengetahui jumlah dari utang puasanya. Mungkin, karena sudah bertahun-tahun dan tidak langsung diganti (diqadha).

Hal tersebut juga bisa terjadi misalnya pada seorang perempuan, saat bulan Ramadan ia melahirkan atau menyusui anaknya lalu mengalami hal yang sama pada Ramadan berikutnya. Sehingga, saat hendak mengganti puasanya menjadi bingung karena banyak dan tidak tercatat.

Qadha puasa Ramadan wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan, sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah ayat 184. "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin."

3 dari 4 halaman

Wajib Mengganti Puasa

Mengerjakan puasa Ramadan hukumnya wajib untuk  umat Islam yang memenuhi syarat, lantaran termasuk ke dalam rukun Islam ketiga. Oleh karena itu, utang puasa Ramadan sebanyak apapun wajib untuk diqadha.  

Selagi puasa wajib belum ditunaikan, maka kewajiban itu masih jadi tanggungan. Hal ini dijelaskan Imam Al-Haramain, sebagaimana dilansir dari laman NU Online,

والأمر استدعاء الفعل بالقول ممن هو دونه على سبيل الوجوب. وإذا فعل يخرج المأمور عن العهدArtinya: "Perintah (Allah) adalah tuntutan melalui ucapan untuk melakukan sesuatu terhadap pihak yang lebih rendah serta bersifat wajib. Bila perintah itu sudah dikerjakan, maka pihak yang diperintah keluar dari beban perintah tersebut".

 

 

4 dari 4 halaman

Diambil dari Fatwa Wudhu

Syekh Ibnu Hajar melalui fatwanya menarik persoalan puasa ini dari masalah wudhu sebagai keterangan berikut: 

Artinya: "Dari masalah wudhu ini (kasus orang yang yakin sudah hadas dan ragu sudah bersuci atau belum, lalu ia wudhu dengan niat menghilangkan hadas bila memang hadas, dan bila tidak maka niat memperbarui wudhu, maka sah wudhunya). Jika dipahami bahwa apabila seseorang ragu punya kewajiban mengqadha puasa misalnya, lalu ia niat mengqadhanya bila memang punya kewajiban qadha puasa, dan bila tidak maka niat puasa sunnah, maka niatnya itu juga sah, dan qadha puasanya berhasil dengan mengira-ngirakan memang wajib mengqadha. Bahkan jika memang jelas wajib mengqadha. Bila tidak (ada kewajiban qadha), maka ia mendapat pahala puasa sunnah seperti halnya dalam masalah wudhu. Dengan demikian diketahui, bahwa orang yang ingin berpuasa sunnah sebaiknya berniat mengqadha puasa wajib bila memang ada kewajiban mengqadha. Bila tidak (ada kewajiban), maka puasanya bernilai puasa sunah. Hal ini dilakukan agar menghasilkan qadha bila memang punya kewajiban qadha". 

Dari penjelasan tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki utang puasa lalu ingin memperbaiki diri di hadapan Allah sebaiknya memperbanyak puasa dengan niat qadha puasa Ramadan. Jika qadha puasa wajibnya selesai dan ia terus mengqadha puasanya, maka puasa selebihnya bernilai pahala puasa sunnah.