Sukses

Bacaan Doa Sahur dan Buka Puasa Arab, Latin dan Artinya, Pahami Juga Niatnya

Bacaan doa sahur dan buka puasa dalam bahasa Arab, latin dan artinya

Liputan6.com, Jakarta Ramadhan adalah bulan suci bagi umat muslim di seluruh dunia. Selama bulan ini, umat muslim berpuasa dari matahari terbit hingga matahari terbenam sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Agar ibadah puasa menjadi lebih makbul, doa sahur dan buka puasa adalah hal yang tidak boleh terlewatkan.

Doa sahur adalah doa yang dilakukan sebelum memulai puasa pada waktu sahur, sementara doa buka puasa dilakukan pada waktu berbuka puasa. Dengan mengetahui doa sahur dan buka puasa, umat muslim dapat memohon keberkahan dan keampunan dari Allah.

Doa sahur dan buka puasa memiliki kelebihan dan makna tersendiri. Melalui doa sahur, umat muslim memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan dan stamina dalam menjalani ibadah puasa sepanjang hari. Doa ini juga dianggap sebagai bentuk rasa syukur karena masih diberikan kesempatan untuk beribadah di bulan suci Ramadhan.

Sementara itu, doa buka puasa adalah ungkapan rasa syukur dan memohon ampunan setelah menjalani ibadah puasa sepanjang hari. Dengan doa ini, umat muslim berharap agar semua ibadah puasanya diterima oleh Allah.

Tidak hanya memiliki nilai ibadah, doa sahur dan buka puasa juga memberikan kedamaian dan ketenangan bagi umat muslim. Melalui doa, umat muslim merasa dekat dengan Allah dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap momen puasa. Dengan rutin berdoa, umat muslim dapat memperkuat ikatan spiritual dengan Sang Pencipta dan meningkatkan kualitas ibadah puasanya. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat muslim untuk menghafalkan dan membaca doa sahur dan buka puasa dengan penuh khushu' dan kesungguhan. Dengan begitu, ibadah puasa mereka akan menjadi lebih bermakna dan memperoleh keberkahan dari Allah.

Untuk panduan lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber bacaan doa sahur dan buka puasa dalam bahasa Arab, latin dan artinya pada Rabu (6/3/2024).

2 dari 4 halaman

Bacaan Doa Sahur dan Buka Puasa

Sahur, sebuah kegiatan yang mendahului berpuasa pada pagi harinya, memiliki makna yang mendalam dalam ibadah puasa Ramadan. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada malam hari, lebih baik jika dilaksanakan menjelang waktu imsak atau subuh. Sebelum memulai sahur, penting bagi umat Muslim untuk menyatakan niat puasa dengan lafaz yang tepat.

Berikut adalah lafaz niat puasa Ramadhan dalam bahasa Arab:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i fardhi syahri ramadhaana haadzihis sanati lillahi ta’ala.

Artinya: “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala.”

Apabila tidak hafal lafadz niat puasa dalam bahasa Arab, bisa diganti dengan menggunakan bahasa sendiri dengan tetap menyertakan makna dan tujuan yang sama.

Setelah menjalani sahur dengan penuh kesungguhan, saatnya tiba untuk berbuka puasa pada akhir hari. Berbuka puasa adalah momen yang dinantikan dan diakhiri dengan doa yang penuh harap dan syukur. Berikut adalah doa berbuka puasa yang dapat diucapkan:

Doa Berbuka Puasa Menurut HR Bukhari dan Muslim

اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa’ala rizqika afthartu. Birrahmatika yaa arhamar roohimin.

Artinya: “Ya Allah, untukMu aku berpuasa, dan kepadaMu aku beriman, dan dengan rezekiMu aku berbuka. Dengan rahmatMu wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang.”

Doa ini menjadi ungkapan syukur atas nikmat berbuka setelah seharian menjalani ibadah puasa. Semoga sahur dan berbuka puasa kita selalu berjalan dengan penuh keikhlasan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3 dari 4 halaman

Niat Puasa Ramadhan 

Puasa Ramadhan adalah ibadah wajib dalam agama Islam yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan, yang berlangsung antara 29 hingga 30 hari. Pelaksanaannya dimulai sejak terbitnya matahari pada waktu fajar hingga tenggelamnya matahari. Dalam proses puasa Ramadhan, umat Muslim menahan diri dari kegiatan makan, minum, dan aktivitas lain yang dapat membatalkan puasa. Puasa ini memiliki tujuan utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan jiwa, serta meningkatkan tingkat kesabaran dan ketakwaan.

Niat puasa Ramadhan diungkapkan dengan lafaz sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i fardhi syahri ramadhaana haadzihis sanati lillahi ta’ala.

Artinya: “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala.”

Puasa Ramadhan juga merupakan bagian dari rukun Islam yang keempat, di mana umat Muslim menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa. Hukum menjalankan ibadah puasa terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 183, yang mewajibkan puasa sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah.

Sejarah puasa Ramadhan dimulai ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Yatsrib, di mana puasa diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriah. Sebelumnya, Nabi Muhammad telah melaksanakan puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram. Saat turunnya perintah untuk berpuasa Ramadhan, umat Islam diwajibkan untuk menjalankannya sebagai pengganti puasa Asyura.

Dalam sejarahnya, Nabi melarang umat Islam untuk mendekati pasangan hidupnya selama bulan Ramadhan untuk menghindari hubungan intim yang dapat membatalkan puasa. Meskipun awalnya ada keberatan dari para sahabat, Nabi kemudian mengizinkan hubungan intim tersebut, tetapi hanya pada malam hari setelah berbuka puasa.

Puasa Ramadhan bukan hanya sebuah kewajiban ibadah, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan takwa kepada Allah. Rasulullah menyampaikan bahwa setiap amalan kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya, kecuali puasa, yang pahalanya akan langsung diberikan oleh Allah.

Bagi mereka yang tidak mampu menjalankan puasa Ramadhan, diwajibkan membayar fidyah sebagai pengganti. Sehingga, puasa Ramadhan bukan hanya merupakan kewajiban ibadah, tetapi juga peluang untuk mendapatkan keberkahan, membersihkan jiwa, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4 dari 4 halaman

Syarat Sah Puasa Ramadhan 

Dalam menjalankan puasa Ramadhan, terdapat beberapa syarat sah yang perlu diperhatikan agar ibadah puasa tersebut dianggap sah dan diterima oleh Allah SWT. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai syarat-syarat sah puasa Ramadhan:

1. Beragama Islam:

Syarat pertama untuk sahnya puasa Ramadhan adalah beragama Islam. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang khusus diperuntukkan bagi umat Islam. Oleh karena itu, seseorang yang hendak menjalankan puasa haruslah memiliki keyakinan Islam. Bagi mereka yang beragama di luar Islam, tidak diwajibkan untuk menjalankan puasa di bulan Ramadhan.

2. Baligh (Dewasa):

Seseorang dianggap sah berpuasa jika sudah mencapai masa baligh atau dewasa. Untuk laki-laki, baligh diukur dari keluarnya mani pertama kali, sedangkan untuk perempuan, ia dianggap baligh setelah mengalami menstruasi pertama. Masa baligh menandakan kematangan fisik dan mental yang diperlukan untuk menjalankan ibadah puasa.

3. Memiliki Akal Sehat:

Syarat sah berpuasa berikutnya adalah memiliki akal sehat. Ini berarti bahwa seseorang yang berpuasa harus memiliki pikiran yang jernih dan tidak mengalami gangguan mental. Orang yang tidak memiliki akal sehat atau mengalami gangguan jiwa tidak diwajibkan untuk menjalankan puasa Ramadhan.

4. Sehat Jasmani dan Rohani:

Seseorang yang berpuasa harus dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Hal ini berarti bahwa kondisi fisiknya memungkinkan untuk menahan diri dari makan dan minum selama waktu puasa. Bagi yang tidak mampu secara fisik atau sedang sakit, ada keringanan hukum terkait pelaksanaan puasa.

5. Bukan Musafir:

Orang yang wajib berpuasa bukanlah orang yang sedang dalam keadaan musafir atau melakukan perjalanan jauh. Meskipun ada keringanan hukum bagi musafir terkait pelaksanaan puasa, namun bagi yang berada di tempat tinggalnya, wajib menjalankan puasa.

6. Suci dari Haid dan Nifas:

Wanita yang sedang berpuasa harus dalam keadaan suci dari haid dan nifas. Hal ini berarti wanita yang sedang mengalami menstruasi atau setelah melahirkan (nifas) diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama kondisi tersebut, dan wajib menggantinya setelah suci.

Dengan memenuhi semua syarat-syarat ini, puasa Ramadhan akan dianggap sah dan menjadi salah satu bentuk ibadah yang diterima oleh Allah SWT. Keberhasilan dalam memenuhi syarat-syarat ini juga mencerminkan kesiapan dan kesungguhan dalam melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan dan taqwa.